Ketika seseorang melakukan tindakan pidana, maka dia akan ditangkap, ditahan, digeledah, disita, diselidiki serta ditindak lanjuti dengan proses penyidikan untuk membuktikan keabsahan tindakannya itu. Setelah itu, tiba gilirannya memasuki tahap-tahap penyelesaian perkara di sidang pengadilan. Tahap-tahap yang dimaksud akan diuraikan satu-persatu sebagai berikut:
A. PENUNTUTAN
KUHAP Pasal 1 ayat 7 menyatakan bahwa penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Senada dengan hal ini, Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa (Wirjono Prodjodikoro dalam Rusli Muhammad 2007: 76).
Dari definisi penuntutan yang dikemukakan di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa penuntutan dalam proses penyelesaian perkara pidana dilakukan untuk mendapat penetapan dari penuntut umum tentang adanya argumen yang cukup dan valid untuk menuntut seorang terdakwa di muka hakim.
Kapan suatu penuntutan itu dianggap telah ada? KUHAP tidak menjelaskan hal itu. Dalam hal ini, Moeljatno menjelaskan bahwa yang dapat dipandang dalam konkretnya sebagai tindakan penuntutan adalah:
1. Apabila jaksa telah mengirimkan daftar perkara kepada hakim disertai surat tuntutannya untuk mengadili perkara tersebut.
2. Apabila terdakwa ditahan dan mengenai tempo penahanan dimintakan perpanjangan kepada hakim sebab kalau sudah lima puluh hari waktu tahanan masih dimintakan perpanjangan secara moril boleh dianggap bahwa jaksa sudah menganggap cukup alasan untuk menuntut.
3. Apabila dengan salah satu jalan jaksa memberitahukan kepada hakim bahwa ada perkara yang akan diajukan kepadanya.
B. SURAT DAKWAAN
Ketika penuntut umum telah menentukan bahwa dari hasil pemeriksaan penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Adapun setiap penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan selalu disertai surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim di pengadilan.
Ciri dan isi surat dakwaan dalam KUHAP Pasal 143 ayat (2) disebutkan sebagai berikut:
“...surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
1. nama lengkap, tempat lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka;
2. uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.“
C. EKSEPSI (TANGKISAN)
Setelah surat dakwaan dibacakan oleh jaksa penuntut umum, oleh hakim, kepada terdakwa ditanyakan apakah sudah dimengerti dakwaan itu, bagaimana taggapannya terhadap dakwaan itu?
Sebelum terdakwa memberikan tanggapannya, biasanya dalam praktik, demikian juga dalam KUHAP, terdakwa dan penasihat hukumnya diberi hak dan kesempatan untuk mengajukan eksepsi, khusus yang menyangkut hukum acara pidana apakah sudah dipenuhi atau belum dalam perkara tersebut. Eksepsi yang diajukan dapat menyangkut:
- Surat dakwaan, baik menyangkut kelengkapan syarat formil maupun syarat materiil.
- Kompetensi atau kewenangan mengadili.
D. PEMBUKTIAN
Pembuktian dalam hukum acara pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.
Alat bukti yang sah serta dapat dijadikan pembuktian dalam proses penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP Pasal 184 ayat 1 ada lima macam, yaitu:
1. Keterangan saksi;
Alat bukti ini merupakan alat bukti yang paling berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi.
2. Keterangan ahli;
Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama dengan nilai kekuatan yang melekat pada alat bukti keterangan saksi, yaitu memiliki nilai kekuatan pembuktian bebas (vrijn bewijskracht).
3. Surat;
Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat adalah bebas, tidak memmpunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mengikat atau menentukan penilaian sepenuhnya pada keyakinan hakim. Alasan kekuatan pembuktian bernilai bebas adalah atas proses perkara pada pembuktian mencari kebenaran materi keyakinan (sejati) atas keyakinan hakim ataupun dari sudut minimun pembuktian.
4. Petunjuk;
Alat bukti petunjuk diperlukan dalam pembuktian apabila alat bukti lain dianggap hakim belum cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan kata lain, alat bukti petunjuk baru dianggap mendesak untuk dipergunakan apabila upaya pembuktian dengan alat bukti lain belum mencapai batas minimun pembuktian (Pasal 183 KUHAP).
5. Keterangan terdakwa.
Keterangan terdakwa dalam pembuktian yaitu setiap keterangan yang diberikan oleh terdakwa, baik keterangan tersebut berisi pengakuan sepenuhnya dari kesalahan yang telah dilakukan oleh terdakwa maupun hanya berisi penyangkalan atau pengakuan tentang beberapa perbuatan atau beberapa keadaan tertentu saja (P.A.F Lamintang dalam Rusli Muhammad 2007: 198).
E. TUNTUTAN
Tuntutan yang dimaksud di sini adalah tuntutan pidana penuntut umum. Tuntutan ini diajukan setelah pemeriksaan terhadap terdakwa selesai (ditutup) kemudian jaksa membuat kesimpulan dengan permintaan (tuntutan) agar terdakwa dijatuhi hukuman/dibebaskan. Sebagaimana tercantum dalam KUHAP Pasal 182 ayat 1: “Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana”.
F. PLEDOOI (PEMBELAAN)
Pledooi berasal dari bahasa Belanda, artinya adalah pembelaan atau pidato penjelasan. Dalam perkara pidana diartikan sebagai pidato pembelaan.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang diajukan di sidang pengadilan dapat disanggah oleh Penasehat Hukum terdakwa. Pembelaan itu berisi alasan atau dasar hukum yang diajukan oleh terdakwa (Penasehat Hukum) untuk melemahkan pendapat-pendapat JPU sebagaimana yang dikemukakan dalam tuntutan pidana, berdasarkan alasan tersebut terdakwa/Penasehat Hukum meminta agar terdakwa dibebaskan dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
G. Putusan Pengadilan
Setelah menjalani proses pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan terdakwa, pemeriksaan barang bukti, dan proses pembuktian dinyatakan selesai oleh hakim, tibalah saatnya hakim mengambil keputusan.
Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana (KUHAP Pasal 1 butir 11).
Adapun pengambilan setiap putusan harus berdasarkan surat dakwaan, requisitoir penuntut umum,kemudian pada segala fakta dan keadaan-keadaan yang terbukti dalam sidang pengadilan. Selain itu, pengambilan putusan harus diambil dengan melalui musyawarah jika hakim terdiri atas hakim majelis. Berkenaan dengan adanya musyawarah ini, A. Hamzah dan Irdan Dahlan menyatakan bahwa: “Satu hal yang harus diingat bahwa dalam musyawarah pengambilan putusan tersebut hakim tidak boleh melampaui batas yang telah ditetapkan dalam surat penyerahan perkara yang menjadi dasar pemeriksaan di sidang pengadilan.“
Menurut ketentuan Pasal 182 ayat (5) KUHAP:
Dalam musyawarah tersebut hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan mulai dari hakim yang muda sampai hakim yang tertua, sedangkan hakim ketua terakhir sekali memberikan pendapatnya. Semua pendapat harus disertai pertimbangan dan alasan-alasannya.
Kesimpulan
Setelah penyusun mengadakan pembahasan terhadap proses penyelesaian perkara di sidang pengadilan, akhirnya penyusun menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses penyelesaian perkara pidana di sidang pengadilan meliputi:
1) Penuntutan
2) Surat dakwaan
3) Eksepsi/tangkisan
4) Pembuktian
a. Saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
5) Tuntutan
6) Pembelaan/pledooi
7) Putusan pengadilan
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi dan Irdan Dahlan, Upaya Hukum dalam Perkara Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Moelyadi, Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Acara Pidana ,Yogyakarta : Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2011.
Muhammad, Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, cet. I, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung: Sumur Bandung, 1980.
__________, KUHP & KUHAP, cet VI, Bandung: Citra Umbara, 2010.
Pembuktian dalam hukum acara pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.
Alat bukti yang sah serta dapat dijadikan pembuktian dalam proses penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP Pasal 184 ayat 1 ada lima macam, yaitu:
1. Keterangan saksi;
Alat bukti ini merupakan alat bukti yang paling berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi.
2. Keterangan ahli;
Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama dengan nilai kekuatan yang melekat pada alat bukti keterangan saksi, yaitu memiliki nilai kekuatan pembuktian bebas (vrijn bewijskracht).
3. Surat;
Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat adalah bebas, tidak memmpunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mengikat atau menentukan penilaian sepenuhnya pada keyakinan hakim. Alasan kekuatan pembuktian bernilai bebas adalah atas proses perkara pada pembuktian mencari kebenaran materi keyakinan (sejati) atas keyakinan hakim ataupun dari sudut minimun pembuktian.
4. Petunjuk;
Alat bukti petunjuk diperlukan dalam pembuktian apabila alat bukti lain dianggap hakim belum cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan kata lain, alat bukti petunjuk baru dianggap mendesak untuk dipergunakan apabila upaya pembuktian dengan alat bukti lain belum mencapai batas minimun pembuktian (Pasal 183 KUHAP).
5. Keterangan terdakwa.
Keterangan terdakwa dalam pembuktian yaitu setiap keterangan yang diberikan oleh terdakwa, baik keterangan tersebut berisi pengakuan sepenuhnya dari kesalahan yang telah dilakukan oleh terdakwa maupun hanya berisi penyangkalan atau pengakuan tentang beberapa perbuatan atau beberapa keadaan tertentu saja (P.A.F Lamintang dalam Rusli Muhammad 2007: 198).
E. TUNTUTAN
Tuntutan yang dimaksud di sini adalah tuntutan pidana penuntut umum. Tuntutan ini diajukan setelah pemeriksaan terhadap terdakwa selesai (ditutup) kemudian jaksa membuat kesimpulan dengan permintaan (tuntutan) agar terdakwa dijatuhi hukuman/dibebaskan. Sebagaimana tercantum dalam KUHAP Pasal 182 ayat 1: “Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana”.
F. PLEDOOI (PEMBELAAN)
Pledooi berasal dari bahasa Belanda, artinya adalah pembelaan atau pidato penjelasan. Dalam perkara pidana diartikan sebagai pidato pembelaan.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang diajukan di sidang pengadilan dapat disanggah oleh Penasehat Hukum terdakwa. Pembelaan itu berisi alasan atau dasar hukum yang diajukan oleh terdakwa (Penasehat Hukum) untuk melemahkan pendapat-pendapat JPU sebagaimana yang dikemukakan dalam tuntutan pidana, berdasarkan alasan tersebut terdakwa/Penasehat Hukum meminta agar terdakwa dibebaskan dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
G. Putusan Pengadilan
Setelah menjalani proses pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan terdakwa, pemeriksaan barang bukti, dan proses pembuktian dinyatakan selesai oleh hakim, tibalah saatnya hakim mengambil keputusan.
Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana (KUHAP Pasal 1 butir 11).
Adapun pengambilan setiap putusan harus berdasarkan surat dakwaan, requisitoir penuntut umum,kemudian pada segala fakta dan keadaan-keadaan yang terbukti dalam sidang pengadilan. Selain itu, pengambilan putusan harus diambil dengan melalui musyawarah jika hakim terdiri atas hakim majelis. Berkenaan dengan adanya musyawarah ini, A. Hamzah dan Irdan Dahlan menyatakan bahwa: “Satu hal yang harus diingat bahwa dalam musyawarah pengambilan putusan tersebut hakim tidak boleh melampaui batas yang telah ditetapkan dalam surat penyerahan perkara yang menjadi dasar pemeriksaan di sidang pengadilan.“
Menurut ketentuan Pasal 182 ayat (5) KUHAP:
Dalam musyawarah tersebut hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan mulai dari hakim yang muda sampai hakim yang tertua, sedangkan hakim ketua terakhir sekali memberikan pendapatnya. Semua pendapat harus disertai pertimbangan dan alasan-alasannya.
Kesimpulan
Setelah penyusun mengadakan pembahasan terhadap proses penyelesaian perkara di sidang pengadilan, akhirnya penyusun menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses penyelesaian perkara pidana di sidang pengadilan meliputi:
1) Penuntutan
2) Surat dakwaan
3) Eksepsi/tangkisan
4) Pembuktian
a. Saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
5) Tuntutan
6) Pembelaan/pledooi
7) Putusan pengadilan
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi dan Irdan Dahlan, Upaya Hukum dalam Perkara Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Moelyadi, Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Acara Pidana ,Yogyakarta : Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2011.
Muhammad, Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, cet. I, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung: Sumur Bandung, 1980.
__________, KUHP & KUHAP, cet VI, Bandung: Citra Umbara, 2010.
0 komentar:
Posting Komentar