A. I’JAZ AL-QUR’AN
1. Definisi Mukjizat
1) Definisi Secara Etimologi
Kata “Mukjizat” menurut Quraish Shihab berasal dari bahasa Arab اعجز (a’jaza) yang artinya "melemahkan atau menjadikan tidak mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan apabila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai معجزة (mu’jizat). Tambahan ta’ marbuthah (ة) pada kata معجزة menunjukkan makna mubalaghah (superlatif).
Menurut Manna al-Qathan i’jaz berarti lemah, namun ini dipakai untuk mengakui kelemahan dalam memperbuat sesuatu. Ia lawan dari kuasa.
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.
Bersandar kepada definisi para ahli tafsir di atas, jadi secara bahasa, segala ketidakmampuan seseorang dalam melakukan sesuatu tindakan dapat dikatakan i’jaz.
2) Definisi Secara Terminologi
Secara terminologi, i’jaz al-Qur’an adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi pada diri Rasulullah Saw. sebagai bukti kenabian dan kerasulannya yang ditantangkan kepada orang yang ragu untuk melakukan dan mendatangkan hal serupa tetapi orang itu tidak mampu menandinginya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa I’jaz al-Qur’an adalah bukti kebenaran yang terdapat di dalam al-Qur’an sebagai bukti kenabian Muhammad Saw. dan ajarannya.
Dari definisi mukjizat, makna “bukti atau tanda” inilah yang paling utama bukan lemah dan melemahkan karena tujuan risalah (kerasulan) adalah agar seseorang mampu memahami dan meyakini bahwa risalah tersebut benar-benar dari Zat yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Adapaun bagi mereka yang sudah percaya terhadap kerasulan Nabi beserta apa yang disampaikannya yang berupa wahyu dari Tuhan maka peristiwa luar biasa tersebut tetap disebut mukjizat. Sebab dimensi lain makna mukjizat (ketidak mampuan akal) tetap berlaku pada orang yang sudah percaya tersebut. Oleh karena itu fungsinya disamping sebagai “bukti” juga merupakan penjelasan dan pemantapan terhadap keyakinan seseorang.
2. Macam-Macam Mukjizat
Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok yaitu:
1) Mukjizat Material/Hissy (tidak kekal)
Mukjizat ini maksudnya adalah keluarbiasaannya dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya. Mukjizat ini sengaja ditujukkan atau diperlihatkan kepada mereka yang tidak biasa menggunakan kecerdasan fikirannya serta tidak cakap pandangan mata hatinya dan yang rendah budi perasaannya. Contoh yang termasuk mukjizat ini adalah mukjizat para nabi terdahulu seperti; tongkat Nabi Musa a.s. yang berubah menjadi ular, penyembuhan penyakit kusta dan lepra yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. atas izin Allah.
2) Mukjizat Immaterial/ Maknawy (logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa)
Mukjizat maknawi ialah mukjizat yang tidak mungkin dapat dicapai dengan kekuatan panca indra tetapi harus dicapai dengan kekuatan akal. Mukjizat ini sifatnya tidak dibatasi oleh suatu tempat dan masa tertentu dan dapat dipahami oleh oleh akal. Al-Qur’an tergolong mukjizat ini. Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang berfikir sehat, bermata hati terang, berbudi luhur, dan menggunakan akalnya dengan jernih serta jujur di mana pun dan kapan pun.
3. Unsur-unsur Mukjizat
Berdasarkan definisi mukjizat di atas, dapat diketahui bahwa mukjizat memiliki unsur-unsur tertentu. Adapun unsur-unsur yang menyertai mukjizat menurut Quraish Shihab adalah:
1) Peristiwa yang luar biasa;
2) Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku nabi;
3) Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian seorang nabi dan ajarannya; dan
4) Tantangan itu tidak ada yang mampu menandingi atau gagal dilayani.
4. Eksistensi Mukjizat
Ada beberapa keberadaan mukjizat dalam diskursus ‘Ulumul Qur’an. Keberadaan itu sekaligus sebagai fungsi dari mukjizat itu sendiri. Adapun eksistensi mukjizat itu adalah:
1) Meyakinkan manusia yang ragu untuk mempercayai kenabian seorang nabi dan ajarannya;
2) Mukjizat selalu dikaitkan dengan perkembagan dan keahlian masyarakat yang dihadapi tiap-tiap Nabi pada zamannya.
3) Mukjizat bersifat menantang baik secara tegas atau tidak.
5. Bukti Otentik Kegagalan Orang Arab Menandingi Kemukjizatan Al-Qur‘an
Mengenai al-Qur’an, Nabi Muhammad Saw. pernah mengajak orang Arab yang tidak mempercayainya untuk bertanding. Namun mereka tidak sanggup untuk menandingi kemukjizatan al-Qur’an. Rasulullah mengajak mereka bertanding itu atas tiga tahap. Adapun tahap-tahap itu adalah:
Pertama, mereka diajak bertanding dengan al-Qur’an itu seluruhnya menurut metode-metode umum yang dipakai dan apa saja yang pernah dipakai oleh umat manusia dan jin. Oleh pihak lawan maka dikumpulakan semua kekuatan yang ada. Namun mereka tidak mampu. Allah berfirman dalam al-Qur’an:
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Q.S. Al-Isra (17): 88).
Kedua, sudah tahap pertama mereka tak mampu, mereka diajak lagi bertanding dengan sepuluh surat dari al-Qur’an itu. Ini dapat diketahui dalam al-Qur’an ayat yang berbunyi:
“Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad Telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka Ketahuilah, Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasannya tidak ada Tuhan selain Dia, Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?” (Q.S. Huud (11): 13-14).
Ketiga, sudah itu diajak lagi bertanding dengan satu surat saja. Allah berfirman:
“Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.” (Q.S. Yunus (10): 38).
Berulang-ulang mereka diajak bertanding. Berfirman Tuhan dalam al-Qur’an:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. ” (Q.S. Al-Baqarah (2): 23).
B. SEGI-SEGI I’JAZ AL-QUR’AN
Secara fundamental kemukjizatan al-Qur’an digolongkan menjadi dua bagian yaitu:
1. Segi Bahasa
2. Segi Isi/ kandungan al-Qur’an
Adapun penjelasan mengenai keduanya, akan dijelaskan di bawah ini.
1. Kemukjizatan al-Qur’an di Tinjau dari Aspek Kebahasaan
Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad Saw. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab. Di mana-mana terjadi musabaqah (perlombaan) dalam menyusun syair atau khutbah, petuah, dan nasihat. Syair-syair yang dinilai inda, digantung di Ka’bah, sebagai penghormatan kepada penggubahnya sekaligus untuk dapat dinikmati oleh yang melihat atau membacanya. Penyair mendapat kedudukan yang sangat istimewa dalam masyarakat Arab. Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya. Dengan syair dan gubahan, mereka mengangkat reputasi suatu kaum atau seseorang dan juga-sebaliknya- dapat menjatuhkan.
Sebenarnya orang-orang Arab yang hidup pada masa turunnya al-Qur’an adalah masyarakat yang paling mengetahui keunikan dan keistimewaan al-Qur’an serta ketidakmampuan manusia untuk menyusun semacamnya. Tetapi, sebagian mereka tidak dapat menerima al-Qur’an karena pesan-pesan yang dikandungnya merupakan sesuatu yang baru. Hal itu masih ditambah lagi dengan ketidaksejalanan al-Qur’an dengan tradisi serta bertentangan dengan kepercayaan mereka bahkan memorak-porandakannya.
Ditinjau dari keunikan dan keistimewaan al-Qur’an, ia memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sastra Arab. Beberapa kelebihan al-Qur’an dari aspek kebahasaan antara lain; gaya bahasa yang indah, susunan kata dan kalimatnya yang teratur, keseimbangan redaksinya, dan ketelitian redaksinya.
1) Gaya Bahasa Al-Qur’an (Majaz Al-Qur’an)
Al-Qur’an memiliki bentuk majaz. Adapun bentuk-bentuk majaz tersebut adalah isti’arah, tasybih, tamtsil, dan kinayah.
a. Isti’arah (Metafora)
Menurut Ibn Qutaibah (w. 276 H/889 M) isti’arah adalah peminjaman suatu kata untuk dipakai dalam kata yang lainnya karena perbandingan atau faktor-faktor yang lain. Menurut pandangan beliau, orang Arab punya kelaziman untuk “meminjam kata” dan menempatkannya untuk kata yang lain tatkala ditemukan sebab ataupun alas an-alasan yang memungkinkannya.
Prinsip peminjaman dalam al-Qur’an dimaksudkan untuk menarik perhatian para pendengar dan pembaca al-Qur’an sebagai reseptornya, yang oleh Kermani, dalam penelitiannya, disebut dengan pesona estetis yang dimiliki al-Qur’an.
Contoh penggunaan metafora dengan meminjam kata cahaya (nur) untuk sesuatu yang amat jelas dan gamblang, khususnya berkenaan dengan argumen yang meyakinkan, menghilangkan keraguan, serta menepis ketidakpercayaan.
“…dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Isra’ (7): 175).
Menurut al-Jurjani yang dikutip oleh M. Nur Kholis Setiawan dalam bukunya, bahwa kata “nur” di sini dipinjam untuk memperjelas misi dan pesan kenabian, karena keduanya memiliki fungsi yaitu meyakinkan, menghilangkan, serta menepis keraguan atas kebenaran misi kenabian tersebut.
b. Tasybih (Perbandingan)
Ar-Rummani (w. 386 H/ 996 M) menjelaskan bahwa tasybih adalah membandingkan dua hal atau dua obyek yang didasarkan atas pertimbangan rasional.
Contoh majaz tasybih dalam al-Qur’an adalah:
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka Mengetahui.” (Q.S. Al-Ankabut (29): 41).
c. Tamtsil (Persamaan)
Abdul Qahir al-Jurjani menyebut beberapa fungsi tamtsil dalam al-Qur’an. Perincian fungsi tamtsil tersebut bergantung kepada jenis ungkapan dan kalimat.
a) Apabila kalimat atau ungkapan tersebut bernada pujian, maka pujian tersebut menjadi semakin mengesankan dan mempesona
b) Apabila ia merupakan teguran, maka teguran tersebut menjadi semakin tajam, tegas, dan memiliki daya tekan yang amat efektif, serta amat tajam dan mengena.
c) Apabila ia merupakan argumentasi, maka kalimat tersebut menjadi semakin terang dan jelas, serta mampu mengungguli argumentasi lawan bicara.
d) Apabila ia merupakan khutbah, ia akan menjadi semakin efektif, tepat sasaran, mudah dicerna, dan enak didengar.
Contoh tamtsil dalam al-Qur’an yang berkenaan dengan ajaran atau khutbah dalam pandangan al-Jurjani adalah: Q.S. Qaf (50): 37.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.
Penafisran dan komentar al-Jurjani mengenai ayat tersebut adalah penggunaan kata “hati“ (qalb) dalam ayat di atas berada dalam konteks pembicaraan persoalan eskatologis, yakni tentang bangkit dari kubur (al-baats). Pemaparan al-Qur’an mengenai kebangkitan ini, yang kadang-kadang tidak dipercayai oleh mereka yang tidak beriman, mempergunakan tamtsil yakni mereka yang memiliki hati. Mreka memiliki hati akan mempercayai adanya kebangkitan dari kubur.
d. Kinayah (Metonimia)
Dalam The Encyclopaedie of Islam menyebutkan kinayah sebagai: the replacement, under certain condition, of a word by another word which has logical connection with it (Penggantian dalam kondisi tertentu sebuah kata oleh kata lain yang memiliki hubungan logis dengan kata yang diganti. Dengan kata lain metonimia adalah pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
Contoh majaz kinayah dalam al-Qur’an, menurt al-Mubarrad adalah:
“Dan mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (Q.S. Fushshilat (41): 21).
Ayat di atas memuat kata julud yang secara leksikal bermakna kulit. Menurut al-Mubarrad, kata ini dalam konteks pembicaraan ayat, memiliki artilain, yaitu farji.
2) Susunan Kata dan Kalimat Al-Qur’an
Sebelum seseorang terpesona dengan keunikan atau kemukjizatan pesan kandungan al-Qur’an, terlebih dahulu dia akan terpukau oleh beberapa hal yang berkaitan dengan susunan kata dan kalimatnya. Beberapa hal tersebut antara lain menyangkut:
a. Nada dan langgamnya
Bacalah misalnya Surat An-Nazi’at (79): 1-5.
1. Demi (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,
2. Dan (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,
3. Dan (Malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,
4. Dan (Malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang.
Ayat tersebut memiliki keserasian bunyi dan keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya.
b. Singkat dan padat
Misalnya surat Al-Baqarah (2): 212
...dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
Quraish Shihab dalam bukunya menyatakan bahwa ayat di atas maknanya bisa berarti:
a) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang berhak mempertanyakan kepada-Nya mengapa Dia memperluas rezeki kepada seseorang dan mempersempit yang lainnya.
b) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa Dia memperhitungkan pemberian itu.
c) Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang diberi rezeki tersebut dapat menduga kehadiran rezeki itu.
d) Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang bersangkutan dihitung secara detail amal-amalnya.
e) Allah memberikan rezeki kepada seseorang dengan jumlah rezeki yang amat banyak sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya.
c. Memuaskan Para Pemikir dan Kebanyakan Orang
d. Memuaskan Jiwa dan Akal
e. Keindahan dan Ketepatan Maknanya
3) Keseimbangan Redaksi Al-Qur’an
Salah satu bentuk keseimbangan redaksi al-Qur’an yaitu al-Qur’an memiliki keseimbangan khusus, misalnya:
Kata yaum/hari (اليوم) dalam bentuk tunggal, sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjukkan jamak ayyam (ايام) dan dua yaumain (يومين) jumlah kesuluruhannya hanya tiga puluh, sejumlah hari-hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti bulan syahr/asyhur (شهر- اشهر) hanya terdapat dua belas kali, sejumlah bulan dalam setahun.
4) Ketelitian Redaksi Al-Qur’an
Salah satu contoh bentuk ketelitian redaksi al-Qur’an adalah firman Allah berikut ini:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Dari ayat di atas dapat dianalisis bentuk ketelitian redaksi al-Qur’an, di antaranya sebagai berikut:
a. Digandengkannya bentuk tunggal pendengaran (السمع) dengan bentuk jamak penglihatan-penglihatan (الابصا ر).
b. Didahulukannya pendengaran daripada penglihatan untuk mengisyaratkan bahwa pendengaran manusia lebih dahulu berfungsi daripada penglihatannya.
c. Bentuk tunggal yang digunakan pada “pendengaran“ untuk mengisyaratkan bahwa dalam posisi apa, bagaimana, dan sebanyak beberapa pun mereka memiliki indra pendengar selama pendengaran normal, suara yang didengar akan sama. Berbeda dengan indra penglihatan. Jika orang berhadapan dengan seseorang, orang itu akan melihat wajahnya, dan jika orang itu mengubah posisi, apa yang dia lihat akan berbeda. Demikian itu keadaan pandangan mata. Jika demikian amat logis jika al-Qur’an menggunakan bentuk jamak untuk “penglihatan”, sebagai isyarat tentang keberagaman pandangan.
2. Kemukjizatan al-Qur’an di Tinjau dari Segi Kandungannya
Dari segi isi atau kandungannya, al-Qur’an memiliki banyak rahasia yang belum terungkap. Kerahasiaan yang belum terungkap tersebut disebabkan karena kadar rasio manusia yang terbatas. Dan ada pula rahasia-rahasia yang telah terungkap. Adapun beberpa rahasia kandungan al-Qur’an yang telah terungkap adalah; isyarat ilmiah, informasi hal gaib, dan pembentukkan hukum (tasyri’).
1) Isyarat Ilmiah (Sains)
Sebagian besar ayat kauniyah yang tercantum dalam mushaf al-Qur’an penuh tanda-tanda bukti dan sinyal-sinyal yang benderang dan mendengungkan kekuasaan Allah Yang Maha Hebat tentang penciptaan makhluk umat manusia dan alam semesta.
Isyarat ilmiah dalam al-Qur’an terbilang banyak bahkan masih banyak yang belum terungkap oleh rasio dan ilmu yang dimiliki manusia.
Contoh-contoh ayat-ayat al-Qur’an yang disajikan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Ihwal Kejadian Alam Semesta
“ Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Q.S. Al-Anbiya’ (21): 30)
Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan itu, tetapi apa yang yang dikemukan tentang keterpaduan alam raya kemudian pemisahannya tersebut dibenarkan oleh observasi para ilmuwan.
b. Reproduksi Manusia
36. Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?
37. Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim),
38. Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,
39. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan. (Q.S. Al-Qiyamah (75): 36-39).
c. Astronomi
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui. (Q.S. Yunus (10): 5).
2) Informasi Hal Gaib
Gaib adalah sesuatu yang tidak diketahui, tidak nyata atau tersembunyi. Al-Qur’an mengungkap sekian banyak ragam hal gaib. Al-Qur’an mengungkap kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusia, karena masanya telah demikian lama, dan mengungkap juga peristiwa masa datang atau masa kini yang belum diketahui manusia.
Di bawah ini beberapa informasi hal gaib yang diinformasikan al-Qur’an.
a. Peristiwa Masa Lampau ( Kehancuran Kaum ‘Ad dan Tsamud serta Kehancuran Kota Iram)
4. Kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat.
5. Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa .
6. Adapun kaum 'Aad Maka mereka Telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang,
7. Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; Maka kamu lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang Telah kosong (lapuk). (Q.S. Al-Haqqah (69): 4-7).
b. Peristiwa Masa Datang Yang Terbukti ( Kemenangan Romawi Setelah Kekalahannya)
1. Alif laam Miim
2. Telah dikalahkan bangsa Rumawi ,
3. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang
4. Dalam beberapa tahun lagi . bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
5.Karena pertolongan Allah. dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. (Q.S. Ar-Rum (30): 1-5).
c. Masa Datang Yang Belum Terjadi ( Kehadiran Seeokor Binatang Yang Bercakap Menjelang Hari Kiamat)
Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami. (Q.S. An-Naml (27): 82).
3) I’jaz Al-Qur’an dari Aspek Tasyri’
Berbicara mengenai i’jaz al-Qur’an ditinjau dari segi penetapan hukum, dalam penetapan hukum al-Qur’an mempunyai metode-metode sebagai berikut:
a. Secara Mujmal (Global)
Kebanyakan urusan ibadah diterangkan secara mujmal. Cara yang dipergunakan dalam menghadapi soal ibadah ini ialah dengan menerangkan pokok- pokok hukum saja. Demikian pula halnya tentang muamalat badaniyah seperti zakat dan sedekah, al-Qur’an hanya mengemukakan pokok-pokok kullliyah saja. Perincian dan penjelasan hukum-hukum itu diserahkan pada as-Sunnah dan ijtihad para mujtahid. Salah satu contoh ayat yang masih global yaitu mengenai ayat tentang shalat.
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (Q.S. Al-Baqarah (2): 43).
Kaifiyah (tata cara) mendirikan shalat di sini tidak diketahui sehinga hadits menjelaskan tentang itu yaitu:
صلوا كما ر ايتموني اصلي.
“Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.“ (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
b. Agak Jelas dan Terperinci
Hukum-hukum yang diterangkan agak jelas dan agak terperinci ialah hukum jihad, undang-undang perang, hubungan umat Islam dengan umat lain, hukum-hukum tawanan dan rampasan perang. Salah satu ayat yang menjelaskan dasar hukum jihad tertera dalam surat at-Taubah ayat 41 yaitu:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
c. Jelas dan Terperinci
Salah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan suatu hukum secara jelas dan terperinci adalah mengenai perkawinan. Keterangan tentang masalah perkawinan terdapat dalam surat an-Nisa ayat 22 yaitu:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).”
C. FAEDAH I’JAZ AL-QUR’AN
I’jaz al-Qur’an dapat memberikan manfaat bagi orang yang mempelajari dan mengkajinya baik itu orang awam ataupun para ilmuwan, cendekiawan, dan semua kalangan manusia yang senantiasa mempergunakan akal sehatnya. Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-Qur’an akan disebutkan di bawah ini.
1. Kelembutan, keindahan, keserasian kalimat dan redaksi al-Qur’an dapat memberikan kesegaran kepada akal dan hati, baik orang awam ataupun kaum cendekiawan.
2. Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik hati orang.
3. Dengan adanya berita-berita gaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan kearah yang benar.
4. Dapat dijadikan hujjah dalam menyampaikan kebenaran al-Qur’an bagi orang-orang yang ragu.
5. Dapat mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad Saw.
6. Dapat mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam dunia.
7. Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam ilmu pengetahuan.
8. Mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia.
9. Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah, baik ibadah secara vertikal ataupun horizontal.
10. Dapat menjaga kehormatan, harta, jiwa, akal, dan keturunan dengan menganut dan mengindahkan tasyri-Nya.
A. KESIMPULAN
Dari semua penjelasan di atas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa al-Qur’an al-Karim adalah mukjizat terbesar Rasulullah Saw., kemukjizatannya tidak hanya dari segi isi atau maknanya saja yang membawa angin segar bagi kehidupan rohani manusia, tetapi juga dari segi nilai bahasa dan sastranya yang indah dan menakjubkan yang berada di luar adikodrati manusia.
Al-Qur’an sebagai mukjizat yang kekal abadi serta terbesar dari semua mukjizat para nabi terdahulu.
B. SARAN
Demikianlah sedikit uraian tentang I’jaz al-Qur’an dalam diskursus Ulumul Qur’an. Tentunya tulisan ini masih sangat jauh untuk mengungkap secara komprehensif dan sempurna tentang kemukjizatan al-Qur’an dalam khazanah Ilmu Al-Qur’an. Penulis hanya menyusun dari literatur dan website yang masih terbatas sifatnya. Penulis harap para pembaca untuk membaca referensi buku yang berkenaan dengan ilmu ini untuk mendapatkan penjelasan dan ilmu yang lebih lengkap dari ini.
DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR’AN
Al-Qur’an al-Karim.
BUKU
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2000. Sifat Shalat Nabi Saw. Penj. Muhammad Thalib. Yogyakarta: Media Hidayah.
Al-Munawar, Agil Husin, dan Masykur Hakim. 1994. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir. Semarang: Dina Utama Semarang.
Qathan, Manna. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2. Penj. Halimuddin. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Setiawan,M.Nur Kholis. 2005. Al-Qur’an Kitab Susastra Terbesar, I. Yogyakarta: eLSAQ Press.
Shihab, M.Quraish. 2007. Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, I. Bandung: Mizan Media Utama.
Thalhas, T.H. 2008. Fokus Isi dan Makna Al-Qur’an. Jakarta: Galura Pase.
WEBSITE
Http://masaly.wordpress.com. Diakses tanggal 19 Mei 2011.
Http://id.wikipedia.org/wiki/Majas. Diakses tanggal 22 Mei 2011.
0 komentar:
Posting Komentar