Pendahuluan
Aliran-aliran pemikiran dalam ilmu hukum secara konvensional (Barat) dibedakan atas: hukum alam, positivisme, utilitarisme, hukum murni, historisme, sosilogis, antropologis, dan realisme.
Salah satu aliran hukum di atas, telah menjadi diskursus dalam kajian ilmu hukum. Aliran yang dimaksud adalah Aliran Sosiologis. Aliran Sosiologis ini memandang hukum sebagai “kenyataan sosial” dan bukan hukum sebagai kaidah.
Dalam kajiannya, aliran sosilogis mengkaji hukum dengan menggunakan teknik-teknik: survei lapangan (field surveys), observasi perbandingan (comparative observation), analisis statistik (statistical analysis), dan eksperimen (experimentation). Metode kajian ini bukan menjadi pembahasan sentral dalam makalah ini. Kajian inti dari makalah ini adalah studi pemikiran tokoh. Tokoh aliran sosiologis yang penulis angkat adalah Emile Durkheim.
Emile Durkheim termasuk orang pertama yang memandang peranan hukum dalam membentuk masyarakat, yang kini lazim disebut hukum dan pembangunan. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa apa saja yang dapat dilakukan oleh setiap individu dalam masyarakat adalah tergantung social order.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi pokok masalah dalam makalah ini. Antara lain:
1. Bagaimana Ajaran Emile Durkheim dalam Aliran Sosiologis Hukum?
Aliran Sosiologis
Para penganut aliran sosiologis di bidang ilmu hukum, dapat dibedakan antara yang menggunakan sociology of law sebagai kajiannya, dan yang menggunakan sociological jurisprudence sebagai kajiannya.
Sociology of law lahir di Italia, pertama kali dikenalkan oleh Anzilotti. Olehnya itu berkonotasi Eropa Daratan, sedangkan Sociological Jurisprudence lahir di Amerika Serikat, olehnya itu berkonotasi Anglo Saxon. Perbedaan yang substansial antara Eropa Daratan (Eropa Kontinental) dan Anglo Saxon adalah hukum Eropa Kontinental mengandalkan kodifikasi dan undanag-undang seabagai sumber hukum utamanya, tanpa terlalu banyak mengandalkan putusan pengadilan. Sebaliknya, sistem hukum Anglo Saxon, sebagai konsekuensi dari sistem stare decisis (sistem precedent), pada pokoknya lebih mengandalkan putusan hakim, disamping undang-undang produk parlemen.
Terdapat pakar-pakar hukum Aliran Sosiologis di antaranya; Max Weber, Emile Durkheim, Eugen Ehrlich, Talcott Persons, Roscoe Pound dan Schuyt. Dari pakar Aliran Sosiologis yang akan penulis kemukakan esensi ajarannya adalah Emile Durkheim.
Esensi Doktrin Emile Durkheim
Esensi ajaran Emile Durkheim di antaranya:
1. Sesungguhnya yang terdapat di dalam masyarakat yang begitu rumit hubungan-hubungannya, struktur-strukturnya dan lembaganya, ternyata mempunyai kontinuitas dan berada dalam kohesi yang kuat dan dapat bertahan dari masa ke masa.
2. Yang terpenting dalam masyarakat itu adalah kehidupan sosial.
3. Kehidupan kolektif tidak lahir dari kehidupan individu, melainkan individulah yang lahir dari kehidupan kolektif.
4. Kehidupan sosial dapat bertahan terus karena masyarakat mampu mengorganisir dirinya sendiri, dan hukum itulah salah satu sarana pengorganisasian seperti itu, karena adanya hukum, maka msayarakat dapat stabil dan berkesinambungan.
5. Hukum adalah simbol yang visible dari sosial order.
6. Ada dua tipe masyarakat dengan tipe hukum dan tipe solidaritas yang berbeda. 1) bentuk masyarakat yang sederhana memiliki bentuk solidaritas yang mekanik dan tipe hukum yang restitutif, 2) bentuk masyarakat yang kompleks memiliki bentuk solidaritas yang organik dan tipe hukum yang restitutif.
7. Di dalam masyarakat yang memiliki solidaritas mekanik, di antara anggota-anggota masyarakat terdapat suatu keterikatan yang besar, dan keterikatan yang besar itu yang menjadi dasar berdirinya masyarakat sederhana itu. Di dalam masyarakat seperti itu tidak dapat ditolerir timbulnya perbedaan, sehingga hubungan-hubungan di situ bersifat mekanis. Menurut cara berpikir mereka, kalau terjadi penyimpangan atau kelainan, menyebabkan ambruknya masyarakat itu. Hukum yang dapat menjamin masyarakat seperti itu adalah hukum yang bersifat represif atau menindak, jadi sifatnya hukum pidana.
8. Di dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik, mengandalkan pada kebebasan dan kemerdekaan anggota masyarakatnya. Justru dengan kebebabasan dan kemerdekaan itulah menjamin berdirinya masyarakat kompleks itu. Hukum yang cocok adalah yang bersifat restitutif, jadi bukan bekerja dengan jalan menindak, tetapi hukum yang bekerja dengan memulihkan atau mengembalikan sesuatu pada keadaan semula (restitutif in integrum).
Artinya, penting bagi Emile Durkheim adalah karena ia termasuk orang yang pertama memandang peranan hukum dalam membentuk masyarakat, yang kini lazim disebut hukum dalam membentuk masyarakatnya, yang kini lazim disebut hukum dan pembangunan. Jadi sebenarnya nenek moyang dari studi hukum dan pembangunan adalah Emile Durkheim.
Pembaharuan suatu bidang hukum harus dibuat sesuai dengan arah bentuk masyarakat tertentu yang diinginkan. Sebagai contoh, konsep Ekonomi Pancasila, yang bentuk masyarakatnya adalah bentuk masyarakat sederhana. Untuk mensukseskan konsep Ekonomi Pancasila itu, harus diikutsertakan sarjana hukum sebagai arsitek sosialnya, yang akan merancang hukumnya, karena alat itu untuk dapat mewujudkan konsep tadi dalam hukum.
Lebih lanjut Emile Durkheim menyatakan bahwa apa saja yang dapat dilakukan oleh setiap individu dalam masyarakat adalah tergantung social order. Jadi kebebasan itu tidak ada dalam inidividu, tetapi kebebasan itu berada dalam kerangka masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir, Perbandingan Ilmu Hukum, Cet. I, Bandung: PT Refika Aditama, 2007.
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum; Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman, Cet. II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
0 komentar:
Posting Komentar