Islam pada masa kini sudah memasuki berbagai wilayah pemikiran yang sangat ekstrim bahkan diantara ulama rasioanalis yang identikk dengan masa kontemporer ini menyatakan bahwa “jika aqly dan naqly saling bertentangan, maka apa yang ditunjukkan oleh aqly harus diambil.” Pendapat ini menurut Muhammad Abduh dalam tulisannya, Al-Islam Wan-Nashraniyyah, hal. 59. tapi pada buku Risalatut-Tauhid dia menyatakan bahwa rasio saja tidak bisa sampai kepada kebahagiaan ummat, jika tidak disertai petunjuk ilahi.
Fahmy huwaidy menyebutkan dalam artikelnya yang berjudul Watsaniyyun Hum Abadatun-Nushush, “Orang paganis adalah penyembah nash” yakni maksud untuk meniadakan peran akal dalam nas (paganisme modern), karena paganis tidak hanya penyembah berhala tetapi juga sesembahan terhadap simbol yang tertuang dalam tulisan dan upacara keagamaan tertentu.”
Muhammad Al-Ghazaly berkata “Kita harus tahu bahwa kebatilan yang ditetapkan rasio mustahil merupakan agama. Agama yang benar adalah yang berunsur kemanusiaan yang benar. Unsur kemanusiaan yang benar adalah rasio yang bisa menetapkan hakikat yang bisa jelas karena ilmu, yang memburukkan khurafat dan yang dijauhkan dari dugaan. Kami senantiasa menegaskan bahwa setiap hukum yang ditentang rasio, setiap jalan yang tidak dikehendaki kemanusiaan yang benar dan sejalan dengan fitrah yang lurus, mustahil merupakan agama.”
Muhammad Ahmad Khalafullah berkata di dalam bukunya, Ghazwun Minad-Dakhil, hal. 51, “Islam telah membebaskan rasio manusia untuk menguasai nubuwah, dengan mengumumkan penghabisan masa nubuwah secara total dan sekaligus kebebasan manusia dari nubuwah.”
Husain Ahmad Amin yang merupakan penerus langkah bapaknya, berkata, “Menyerap ruh Islam, dan bukan komitmen terhadap hukum-hukum tertentu, cukup dijadikan tameng yang bisa membawa kita ke jalan yang lurus. Masyarakat yang ada sekarang mendapatkan hukuman pidana pencurian tidak seperti hukuman di masyarakat badui. Begitu pula masalah hijab yang pernah di wajibkan di Madinah. Hukuman potong tangan yang ditetapkan Al-Qur’an sebagai hukuman bagi pencuri adalah syariat masyarakat badui. Hijab lebih tepat untuk masyarakat Madinah Al-Munawwarah, dan tidak tepat untuk masyarakat Cairo pada abad ke dua puluh. ”
Demikianlah berbagai komentar dari ulama’ masa kini yang asik dengan dunia pemikiran kontemporernya sebagai awalan dari penulisan makalah ini.
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN MUHAMMAD AHMAD KHALIFULLAH
A. Biografi Intelektual
Muhammad Ahmad Khlafullah lahir pada tahun 1916 di provinsi Syarkiyyah, Mesir bawah tanah. Beliau hidup kurang lebih selam 81 tahun dan menghasilkan banyak karya, sehingga tergolong sebagai pemikir modernis kontemporer. Selesai pendidikan dasar disekolah islam tradisional milik pemerintah, yang kemudian melanjutkan pendidikannya di Dar Al – Ulum, pendidikan tinggi di fakultas seni, Universitas Mesir, dan lulus pada tahun 1939.
Kemudian Khlafullah menyelesaikan program magisternya dengan judul tesis “Al – Jadal Fi Al - Qur’an” (polemic dalam al – qur’an). Selesdainya program magister ini kemudian menjadi staf pengajar di universitas tersebut. Di tahun 1947 mengajukan disertasi doctoral tentang kisah – kisah al – qur’an pada fakultas seni, yang ditanggapi penuh kontroversi oleh kaum tradisionalis dan revivalis. Dan pada tahun 1948 ia mengundurkan diri dari tempat mengajarnya.
Khalafullah juga mengabdi pada Kementrian Kebudayaan, dengan jabatan sebagai staf ahli bidang perencanaan. Di masa pensiunnya beliau aktif dalam komite Mesir untuk solidaritas Asia – Afrika. Dan menjadi wakil ketua partai Unionis (Tajammu) progresif nasional.
B. Latar Belakang dan Pola Pemikran
Muhammad Ahmad Khalafullah memiliki banyak factor dan latar belakang yang menmbuat titik kajiannya tentang pendekatan sastra untuk menganalisis kisah – kisah al – qur’an.
Latar belakang internal, pertama Khalafullah setia terhadap kajian sastra dalam al – qur’an karena ketertarikannya materi kuliah dan ceramah Amin Al – Khulli tentang metode pendekatan kajian sastra dalam memahami dan menafsirkan al – qur’an. Sehingga setiap gagasan karyanya sangat dipengaruhi oleh guru sekaligus promotornya tersebut . Selain itu Khalafullah juga merujjuk pada al – Jurjani dalam pandangan tentang kehebatan al – qur’an dari segi balaghah sebagai pionir Ilmu Al Ma’anil dan Ilm Al – Bayan yang terdapat dalam karyanya Asrar Al – Balagah dan Dala-il Al – I’jaz . Selanjutnya didukung pendidikan religious yang membentuk karakternya sejak kecil, dan juga dukungan disiplin ilmu pengetahuan yang di gelutinya pada jurusan Bahasa Arab, Fakutas Sastra, sehingga menimbulkan keyakinan kuat untuk memanifestasikan imajinasinya.
Kedua, Khalafullah juga kagum terhadap ulama’ ushul fiqih dalam pembahasan linguistic dan pemahaman teks al – Qur’an ketika akan menetapakan sebuah hukum dan menetapkan ketentuan syariat, berdasar ayat al – Qur’an, kemudian metode ini di adopsi oleh Khalafullah untuk menciptakan nuansa pemikiran baru dalam permasalahan non Tasyri’, dengan cara mengkaitkan ayat – ayat yang berkaitan dalam satu bahasan., menyususn secara kronologis, dan menganalisisnya secara detail, untuk menentukan ide pokok yang terkandung, dan metode tersebut di terapkan dalam pemahaman kisah – kisah didalam al – qur’an.
Latar belakang eksternal, pertama pengaruh lingkungan sosiologis dan psikologis dimana Khalafullah tumbuh dari pendidikan religious. Yang terus menerus mencari penghayatan yang benar dan kokoh atas islam, maka ia harus memahami pendekatan yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai mahasiswa bahasa arab di fakultas sastra . Factor eksternal lainnya adalah hasil pengamatannya terhadap para Mufassir yang memiliki keyakinan bahwa kisah – kisah didalam al – qur’an merupakan bagian dari ayat – ayat musytasybihat. Sehingga menurut Khalifullah keadaan ini akan memperluas peluang para kaum orientalis dan misionaris untuk mencari titik lemah dan merendahkan posisi Nabi Muahammad sekaligus meragukan al – Qur’an sebagai mukjizat.
Dalam berargumen Khalifullah banyak mengambil pendapat tokoh – tokoh, dan juga kritik terhadap penafsiran mufassir klasik, terutama jika yang berkaitan dengan kisah – kisah dalam al – qur’an. Selain itu ia juga melihat berbagai ulama’ yang terjebak dalam menganalisis kisah al – qur’an berdsar pendekatan sejarah. Karena hal ini akan membuat kebuntuan metodologis, sebab hanya akan mengantarkan pada berbagai pertanyaan yang menggugat kevaliditas kesejahteraan sebuah cerita tersebut.
Ada dua ganjalan yang di temukan oleh Muhammad Ahmad Khalafullah terhadap tafsir al – qur’an sebelumnya sehingga mempersulit pemahaman yakni :
Pertama, perbedaan interpretasi dikalangan mufassir, dan menurut Khalafullah sendiri seharusnya penafsiran al – Qur’an tidak harus d barengkan dengan budaya, pengetahuan, dan idiologi yang diyakini.
Kedua, menurut mufassir makna kata sudah tepat tanpa memperhatikan sisi emosional dan psikologis, sehingga Khalafullah memberikan kesimpulan bahwa penerapan sastra dalam kajian kisah al – qur’an teramatlah penting.
Dari pemaparan diatas Muhammad Ahmad Khalafullah memberikan berbagai catatan kaitannya mengenai kajian kisah dalam al – qur’an yakni :
Pertama, pendekatan sejarah terhadap kajian kisah dalam al – qur’an akan menimbulkan perspektif dari pembaca bahwa al – Qur’an sebagai mata rantai sejarah dan rekaman dari masa lalu dan akan melupakan bahwa al – Qur’an sebagai teks keagamaan.
Kedua, al – Qur’an tidak memberikan porsi pada pengungkapan kepribadian Rosul dan para nabi, namun dalam paparan ayat menyebutkan banyak pesan tersirat, sehingga menyebabkan muffasir menganggap sebagai ayat yang mutasyabihat.
Ketiga, al – qur’an sebagai firman tuhan lebih mengedepankan tujuan dan kesan moral yang terkandung, dari pada menyebutkan realitas tertentu.
Keempat, karena masih ada anggapan bahwa al – Qur’an merupakan rekaman sejarah, sehingga membuat orang tidak mengakui kemukjizatan al – qur’an.
Kelima, sehebat apapun usaha oriental, sebenarnya pemahamannya terhadap kajian bahasa (uslub) itu sangatlah kurang .
C. Struktur pemikiran Muhammad Ahmad Khalafullah
Khalfullah memandang ada unsur psikologis dalam al – Qur’an, penafsir klasik dinilai tendensius, dan berbaur kepentingan pribadi, dan tidak berangakat dari pemahaman yang subtansi dari tujuan al – Qur’an, dan lebih bersifat historis pada kajian kisah dalam al – qur’an. Bagi khalafullah teks al – Qur’an bukanlah sejarah kecuali pada teks – teks tertentu, tetapi ia lebih suka mengkaji dengan perspektif sastra. Dan ia menyebutkan, kekurangan yang terjadi pada mufassir selama ini karena tidak mengetahui korelasi seutuhnya antara ayat – ayat al – qur’an dengan sastra. Kehebatan al – Qur’an bukan detailnya berita yang di sampaikan oleh Nabi Muhammad, terlebih pada pengaruh dan kehebatan gaya bahasa serta ketepatan dalam memilih kata. Ia juga menyatakan bahwa kisah dalam al – qur’an terdapat kisah sastra yang harus dipahami sebagai karya sastra .
Khalafullah beralih ke kisah dalam al – qur’an dalam rangka mencari kesesuaian antara al – qur’an dan kebebasan yang dimiliki oleh para pengisah. Al – qur’an mengisahkan perkataan yang diucapkan oleh orang – orang dalam kejadian tertentu, kemudian di ulang lagi kisah tersebut dengan perkataan berbeda yang diucapkan oleh tokohnya, dari ucapan semula. Bahkan al – Qur’an terkadang juga menyatakan seseorang yang menyatkan tidak logis, sebagai contoh ketika diceritakan Isa menyatakan meminta kaumnya untuk menjadikan dirinya dengan ibunya sebagai tuhan selain Allah, padahal Isa tidak pernah menyatakan yang sedemikian.
Dalam beberapa penafsirannya, Khalafullah bersikap inkonsisten dengan metodologi yang digagasnya, menurutnya al – qur’an pada dasarnya menggambarkan cerita fiktif, yang dengan keindahan bahasanya memerangi keyakikinan bertahap. Padahal tidak semua ayat al – Qur’an bisa dipahami dengan tahapan, dan menyimpan sekian problema, yang di berikan justice hukumnya tanpa ada tahapan, dalam penafsiran jin Khalafullah tidak menggunakan pendekatan kesastraan yang jelas dan justru kontradiktif dengan komitmen awal, Khalafullah justru terbawa arus keyakinan penduduk awal islam dan menggunakan interpretasi mereka untuk menyelesaikan problematika penafsiran ini.
D. Metode Penafsiran
Metode yang digunakan Khlafullah bisa dikatakan lama dan baru, sebab dalam penyelesaian problem bisa menggunakan metode – metode tertentu yang di anggap pas atau sesuai. Jika permasalahan dari penafsiran ayat – ayat kisah, maka metode pendekatan sasatralah yang digunakan untuk menyelesaikan problema tersebut .
Metode ini juga bisa dikatakan lama, karena ini merupakan adopsi Khalafullah tentang metodologis atau realitas lapangan yang berlaku umum bagi para kritikus sastra ketika mengkaji karya seni dan sastra. Langkah yang dijalankan pertamakali adalah menentukan mengumpulkan teks yang akan dikaji .
Kedua, penyusunan kronologis kisah, dalam metode ini rujukan utamanya adalah mushaf usamni.
Ketiga, pemahaman secara intensif dan cermat terhadap teks, langkah ketiga ini ada dua pemahaman yang harus di ketahui, yakni : pertama, pemahaman tekstual (hurf), pemahaman, kata – kata, bentuk kalimat, dst, dalam hal ini Khalafullah membandingkan antara berbagai pendapat, lalu yang paling kuat itulah yang akan digunakan. Kedua, pemahaman sastra, yakni kemampuan mengapresiasikan sisi psikologis, logika, seni yang dimiliki teks, selain itu mufassir juga harus memahami konstruk teks yang diyakini kebenarannya dan interpretasi di balik konstruksi teks tersebut. metode sastra ini menurut Khalfullah masih tergolong baru, kaitannya mengenai penafsiran kisah – kisah dalam al – qur’an yang sangat erat keterkaitan dengan seni dan sastra. Sehingga Muhammad Khalafullah mengaku sedih, karena metode yang di anggapnya paling tepat tapi banyak yang dilalaiakan orang .
Keempat pembagian dan penyusunan bab yang saling berkaitan dan sesuai dengan metodologi atau tujuan, sehingga pembaca bisa mempermudah memahami.
Kelima orisinilitas dan pembaharuan. Sehingga bisa diketahui dari mana asal teks ini dan dari siapa teks ini serta apa saja yang merupakan hasil adopsi dari karya lain .
E. Karakteristik Penafsiran Muhammad Ahmad Khalafullah
Pertama, metodologi tafsir sastrawi, karena al – Qur’an merupakan kitab sastra arab terbesar, sehingga agar pembaca menemukan pemahaman yang obyektif, harus di lakukan dengan kajian internal teks al – Qur’an dan kajian eksternal teks al – Qur’an.
Kedua, inovatif dan kontroversi, khususnya dalam penafsiran kisah – kisah dalam al –Qur’an. Sehingga bisa menjadi salah satu cirri khas tafsir di era kontemporer, yakni (ilmiyah, kritis dan non sekterian), paling tidak itulah yang tergambar dalam kitabnya, Al – Fann Al – Qasasi Fi Al – Qur’an Al – Karim, dikatakan ilmiyah karena produk tafsir Khalafullah ini dapat di uji kebenarannya berdasar konsistensi metodollogi yang dipakai. Dikatakan kritis dan non sekterian, karena Khalfullah tidak terjebak dalam kukungan madzhab dan mengkritisi baik ulama klasik maupun ulama’ kontemporer yang dia anggapnya sudah tidak kompatibel dengan zaman sekarang .
Ketiga, mengungkap makna kontekstual dan berorientasi pada semangat al – Qur’an, jika penafsiran klasik – tradisional bersifat atomistis dan parsial, namun tidak untuk penafsir kontemporer yang menggunakan metode maudu’I (tematik) selain itu juga menggunakan metode pendekatan interdisipliner, seperti filsafat, bahasa, semantic, sosiologi, natropologi, sains dll .
F. Kritik Muhammad Ahmad Khlafullah terhadap penafsiran sebelumnya.
Berangkat dari metodologi penafsirannya, Muhammad Ahmad Khalafullah melancarkan berbagai kritikan terhadap penafsiran – penafsiran sebelumnya.
Pertama, menyatakan bahwa ulama – ulama tafsir telah terjebak pada posisi yang fatal, karena kesalahan mereka dalam penggunaan metodologi sejarah yang digunakan untuk melakukan penafsiran terhadap ayat – ayat kisah dalam al –Qur’an sehingga pesan yang terkandung dalam teks tersebut menjadi hilang atau terabaikan.
Kedua, mufassir selama ini memandang ayat – ayat kisah merupakan ayat – ayat mustasybihat, sehingga banyak pertentangan yang muncul tentang penafsiran ayat tersebut, maka memberikan pintu peluan bagi kaum orientalis untuk melakukan hujatan.
Ketiga, para mufassir sibuk mencari unsur – unsur sejarah, sehingga meremehkan tujuan dari masing – masing kisah, karena baik dari sisi agama maupun sosialnya pasti termuat dalam ayat – ayat yang mengandung kisah di al – Qur’an.
Keempat, tujuan utama kisah adalah sebagai penasehat, teguran, petunjuk dsb, maka hal ini juga bisa terlupakan dengan berbagai pertanyaan kapan, dimana, berapa lama dsb, kaitannya dengan kisah didalalam al – Qur’an, hal ini akan terjadi jika di pahamai dari unsur sejarah.
Dengan demikian Muhammad Ahmad Khalfullah memberikan kesimpulan bahwa mufassir klasik telah terjebak dalam dalam pembahasan yang bertele – tele sehingga jauh dari subtansi kisah tersebut, karena melupakan sisi sosiologis dan keagamaan dari pesan kisah – kisah al – qur’an.
G. Karya – Karya Muhammad Ahmad Khalfullah
Dalam beberapa tulisannya, dia berusaha memperlihatkan kesinambungan antara pemikirannya dengan pemikiran kaum modernis awal, seperti Muhamad Abduh, dan para penulis klasik. Selain Al – Fann Al – Qasasi Fi Al – Qur’an Al – Karim yang menjelaskan tentang ayat – ayat kisah dalam al – qur’an. Masih banyak sekali tulisannya berkaitan respon terhadap berbagai persoalan di Mesir, baik kaitannya masalah politik kenegaraan maupun tentang Study Islam .
Paling tidak ada belasan judul, kaitannya mengaenai buku yang ia tulis, : diantaranya, lima judul dalam Study Tokoh dan Pemikirannya (Muhammad Wa Al – Quwa Al - Madaddah, Shahib Al – Ghani Abu Al – Faraj Al – Ashbahani Al – Rawiyyah dll) empat judul mengenai Study Al – Qur’an (Al – Qur’an Wa Al –Daulah, Adal Al – Quranul Karim, Al – Qur’an Wamusykilat Hayatina Al – Mu’asirah dll) dan selebihnya tentang Study Islam (Al – Islam Wa Al – Urubah, Dirasat Fi Al – Maktabah Al – Ara Biyyah).
Selain karyanya, Alfann Al – Qasasi Fi Al – Qur’anulkarim, ada tulisan lain yang mampu menjelaskan pemikirannya, kaitannya mengenai politik - tata Negara dan demokrasi adalah, Al – Qur’an Wa Al – Daulah. Salah satu cuplikan gagasannya tentang kekuasaan telah di terjemahkan dari bahasa arab oleh Joseph Masad, yang kemudian di kumpulkan dan di masukkan dalam bunga rampai tulisan para pemikir islam kontemporer yang menggulingkan isu – isu global tentang pemikiran keislaman .
Dalam Al – Qur’an Wa – Aldaulah, Khalafullah mengajukan sebuah tesis bahwa prinsip dasar islam sesuai dengan prinsip dasar demokrasi dalam pemerintahan. Hal ini di tunjukkan dengan kandungan al – qur’an yang turut menjelaskan tegaknya prinsip tersebut, lantas menentang orang – orang islam untuk memaknainya dengan merumuskan praktek implementasi sesuai dengan nalar zaman yang dialami oleh masing – masing umat.
Dari sini telah jelas bahwa pada dasarnya bahwa wahyu tuhan tidak hanya membolehkan namun menghendaki demokrasi yang dalam pembentiukan musyawarah diberikan kebebasan dan diserahkan sepenuhnya oleh tuhan kepada kaum muslimin. Khalafullah sekali lagi menegaskan dengan mendasar pendapatnya pad ide Muhammad Abduh, seorang modernis dalam Al – Manar ,bahwa pemberlakuan ketentuan tersebut dengan masalah – masalah yang berkaitan dengan duniawi .
KESIMPULAN
Amin Al Khulli dan Al – Jurjani menjadi sosok yang berpengaruh terhadap paradigma penafsiran yang di geluti oleh Khalafullah, ulama’ fuqaha’ yang menggunakan metoda linguistic dan pemahaman teks juga menjadi daya tarik sendiri bagi Khalfullah untuk lebih cendenrung menafsirkan al – qur’an berdasar kajian sastra, selain memang pendidikan yang digelutinya yakni bahasa arab di fakultas sastra. Sisi yang tidak bisa di lepaskan dari penafsiran al – qur’an Khalafullah adalah keadaan sosiologis dan antropologis kehidupan manusia.
Berbagai karakteristik yang melingkupi penafsiran al – qur’an sebagai hasil pemikiran dari Muhammad Ahmad Khalafullah yakni dengan metodologi tafsir sastrawi, selain itu juga banyak dari berbagai ulama’ yang mengakui dan memperselisihkan hal pemikiran Muhammad Ahmad Khalafullah ini, sehingga karakter selanjutnya yang menjadi ciri khas dari penafsirannya adalah inovatif dan kontroversi, selain itu Ahmad Khalafullah tidak pernah melalaikan sisi humanis sehingga segala yang tertulis dalam al – qur’an berusaha untuk ia tafsirkan sehingga bisa diterima oleh semua manusia yang mau mempelajarinya dan tidak kehilangan nilai – nilai anjuran dari al – qur’an, dari persepsi ini menunjukkan bahwa penafsiran Muhammad Ahmad Khalafullah memiliki ciri yang kontekstual dan berorientasi pada semangat al – Qur’an.
Daftar Pustaka
Al – Khulli, Amin, Dan Nasr Hamid Abu Zaid. Metode Tafsir Sastra Terj. Khairon Nahdiyyin. Yogyakarta: Adab Press, 2004
Alimah, Ade. “Kisah Dalam Al – Quer’an : Study Komparatif Pandangan Sayyid Kuttub Dan Muhammad Ahmad Khalafullah Skripsi Fakulatas Ushuluddin Iain Sunan Klai Jaga Yogyakarta, Tidak Di Terbitkan, 2003.
Mustaqim, Abdul. Madzahibul Tafsir :Peta Metodologis Penafsiran Al – Qur’anperiode Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta : Nun Pustaka, 2003.
Mustaqim Abdul, Pergeseran Epistimologi Tafsir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2008
0 komentar:
Posting Komentar