1. Hadis Shahih
Shahih menurut bahasa ialah sesuatu yang tidak terdapat cacatnya. Shahih menurut istilah Ulama ialah:
ما إتّصل سنده بنقل العدل التام الضبط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة قادحة.
Hadis yang bersambung sanadnya melalui perawi yang 'âdil yang mempunyai daya hafalan yang sempurna, dari awal hingga akhir sanad selamat dari cacat dan ‘illat yang menyebabkan dha'ifnya Hadis.
Penjelasan dari defenisi di atas:
a. Maksud dari kata-kata bersambung sanad ialah setiap perawi mendengar Hadis dari gurunya masing-masing, mulai dari awal sanad sampai akhir sanad.
b. Maksud 'âdil perawi ialah 'âdil yang sempurna. 'Âdil yang dimaksud di sini ialah Islam, baligh dan berakal, tidak diterima riwayat dari orang kafir dan dibolehkan bagi anak kecil dan orang kafir menerima Hadis kemudian setelah Islam dan baligh menyampaikan Hadisnya kepada orang lain. Tidak disyaratkan merdeka dan laki-laki, maka riwayat hamba sahaya dan perempuan juga diterima, demikian juga diterima riwayat orang buta.
Ada perbedaan diantara 'âdil riwayat dan 'âdil dalam penyaksian. 'Âdil dalam penyaksian mesti empat orang laki-laki pada kriminal zina dan dua orang pada kesaksian lainnya. Kita bisa ketahui 'âdil nya seorang perawi lewat keterangan Ulama Hadis dalam kitab tertentu atau perawi memang sudah terkenal di kalangan Ulama Hadis, seperti Imam Bukhari, Muslim dan Imam Mazhab, Darul-Qutni dll.
c. Maksud dengan kata-kata (tam dhibthihi) ialah sempurna hafalan tanpa terjadi sedikit kekurangan dan juga sempurna penulisan Hadisnya. Sehingga tidak terjadi kekeliruan baik pada matan atau sanad. Sekiranya Hadis diriwayatkan dengan makna tidak mengurangi maksud dan tujuan lafazh aslinya. apabila sering terjadi bertolak belakang hadisnya dengan sekelompok Ulama Hadis dan jarang serupa. Menunjuki kurang teliti dalam Riwayat Hadis, dan Hadisnya tidak boleh dijadikan Hujjah.
d. Maksud dengan syuzûz ialah bertentangan perawi yang tsiqah dengan yang lebih tsiqah darinya. Sekiranya terjadi hal seperti ini, Hadisnya kita hukumkan syaz, Hadis syaz adalah dha'if.
e. Maksud dengan ‘illah qâdihah ialah tidak terdapat cacat yang berat dan jelas atau tersembunyi yang menyebabkan dha'if Hadis. ‘Illah adakala jelas dan adakalanya tersembunyi. 'Illah yang jelas ialah seperti seseorang meriwayatkan Hadis dari seseorang yang tidak pernah bertemu atau tidak sezaman dengannya. 'Illah tersembunyi ialah meriwayat Hadis dari seseorang sezaman dengannya dengan kata عن فلان ada hakikatnya tidak pernah mendengar Hadis darinya sama sekali, atau membalikkan hadis, baik dari Hadis Marfu’ dijadikan hadis Mursal, atau membalik Hadis Mauquf dan sebaliknya.,atau menggabungkan beberapa Hadis menjadi satu Hadis.
Syarat-Syarat Hadis Shahih, antara lain:
1. إتّصال السند
2. عدالة الرواة
3. تمام الضبط
4. عدم الشذوذ
5. عدم العلة
Contoh Hadis Shahih:
﴿ قال الإمام البخارى حدّثنا موسى قال حدّثنا أبوعوانة عن أبي حسين عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلّى الله عليه وسلّم قال تسموا بإسمي ولا تكنوا بكنيتي ومن رآني فى المنام فقد رآني حقّا فإنّ الشيطان لايتمثل فى صورتي ومن كذب علّى متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النار ﴾ (رواه الإمام البخارى و مسلم).
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhamad Saw. bersabda yang maksudnya: berilah nama kamu sesuai dengan nama-Ku dan janganlah kamu memakai gelar-Ku, barang siapa melihat Aku dalam mimpinya, maka dia benar-benar telah melihat-Ku. Sesungguhnya syaitan tidak bisa menyerupai-Ku dan barang siapa yang berdusta atas-Ku, maka maka disediakan tempat tinggalnya di Neraka. (HR. Bukhari & Muslim) .
Terjemah perawi Hadis ini:
1. Musa bin Isma'il al-Minqari meriwayat Hadis dari Abu Awanah, Imam Bukhari meriwayat Hadis dari beliau. Pujian Ulama Hadis terhadap Musa bin Isma'il, Imam Ibnu Ma'in berkata: Musa bin Isma'il tsiqah. Ma’mun Imam Abu Hatim berkata: Musa bin Isma'il tsiqah.
2. Abu Awanah Waddhah bin Abdullah al-Yasykari al-Wasithi al-Bazzar meriwayatkan Hadis dari Abu Husain dan Musa bin Isma'il meriwayatkan darinya. Pujian Ulama Hadis terhadap Abu Awanah: Ya'qub bin Syaibah berkata: Abu Awanah bagus hafalan dan sempurna penulisannya. Abu Hatim berkata: Abu Awanah shudûq tsiqah. Abdul Bar berkata: Abu Awanah tsiqah hujjah.
3. Abu Husain nama beliau Usman bin 'Asim bin Husain al-As'adi al-Kufi. Beliau menerima Hadis dari Abu Shalih dan Abu Awanah menerima darinya. Pujian Ulama terhadap Abu Husain, berkata Imam Ahmad: Abu Husain Shahih Hadis. Murrah berkata: Abu Husain tsiqah. Berkata Abu Ibnu Mu'in dan Abu Hatim dan Imam Nasai: Abu Husain tsiqah.
4. Abu Shalih nama beliau Zakwan bin Shalih as-Samman az-Ziat al-Madani, beliau menerima Hadis dari Abu Hurairah dan Abu Husain menerima darinya. Pujian Ulama terhadap Abu Shalih, Imam Ahmad berkata: Abu Shalih tsiqah. Ibnu Mu'in berkta: Abu Shalih tsiqah Abu Hatim berkata: Abu Salih tsiqah.
5. Abu Hurailah, namanya ialah Abdurrahman bin Sakhar. Sahabat semuanya âdil dan terpercaya.
Setelah kita melihat contoh di atas dan kita melihat terjemah perawi satu persatu, semuanya âdil dan tsiqah dan semuanya menerima Hadis dari gurunya masing-masing, kita dapat menghukumkan Hadis ini shahih dengan ketentuan dan syarat yang telah kita sebutkan sebelumnya.
Hadis Shahih terbagi dua, yaitu:
1. Shahih bi nafsih.
2. Shahih lighairih .
Shahih sendirian ialah telah terdahulu kita jelaskan dan sekaligus contohnya di atas. Adapun shahih dengan ada dukungan Hadis lain ialah:
ما إتّصل سنده بنقل عدل قلّ ضبطه عن الدرجة العليا وجاء بطريق مساويا له أو أعلى منه أو بأكثر من طريق من غير شذوذ ولا علة.
Dinamakan dengan shahih lighairih ialah disebabkan shahihnya bukan pada Hadis tersebut, namun dengan adanya sanad lain yang menguatkannya. Sehingga Hadis tersebut terangkat derajatnya menjadi Hadis shahih, yang pada dasarnya Hadis tersebut adalah hasan. Contohnya:
﴿ حديث محمّد بن عمرو عن أبي سلامة عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: لولا أن أشقّ على أمّتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ﴾ (أخرجه البخارى ومسلم)
Artinya: Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah Saw. bersabda yang maksudnya: Sekiranya tidak memberatkan atas ummat-Ku, maka Aku akan perintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kita melihat dari dasar sanad Hadis ini adalah hasan, disebabkan perawinya Muhammad bin 'Amru sudûq, tidak sampai ketingkat tsiqah. Kemudian dikuatkan oleh sanad lain, sehingga hilanglah kekuatiran kita terhadap perawi Hadis ini. Yaitu tentang hafalannya yang agak lemah. Dengan adanya penguat melalui sanad lain, maka terangkat tingkatan Hadis ini menjadi shahih lighairih.
Sanad-Sanad Shahih yang Paling Istimewa dari Riwayat Sahabat Tertentu, ialah:
1. Abu Bakar as-Siddiq dari Isma'il bin Abi Khalid dari Qais bin Hazim dari Abi Hazim dari Abu Bakar.
2. Abu Hurairah dari Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salamah dari Abu Hurairah.
3. Ibnu Umar dari Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar.
4. Anas bin Malik dari Malik dari Imam Zuhri dari Anas.
5. A'isyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari A'isyah.
6. Ibnu Abbas dari Zuhri dari Abdullah bin Abdullah bin 'Atabah dari Ibnu Abbas.
7. Jabir bin Abdullah dari Sufyan bin Uyyinah dari Amru bin Dinar dari Jabir.
8. Ibnu Mas'ud dari 'Amasy dari Ibrahim dari 'Alqamah.
9. Ali bin Abi Thalib dari Muhammad bin Sirin dari Abidah as-Sullami dari Ali bin Abi Thalib.
Namun berbeda pendapat Ulama dalam menentukan sanad Hadis yang paling shahih secara umum:
1. Menurut Imam Bukhari: Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar. Para Ulama sependapat bahwasanya orang yang paling utama meriwayat Hadis dari Imam Malik ialah Imam Syafi'i, kemudian Imam Ahmad dari Imam Syafi'i secara silsilah mazhab.
2. Menurut Ishaq bin Rahuwiyah ialah: Imam Zuhri dari Salim dari bapaknya dari Abdullah bin Umar.
3. Menurut Yahya bin Mu'in: 'Amasy dari Ibrahim an-Nakh'i dari 'Alqamah bin Qis.
4. Menurut Abu bakar bin Abi Syaibah ialah: Imam Zuhri dari Ali bin Husain dari bapaknya dari Ali bin Abi Thalib.
Sanad shahih yang paling utama menurut Negara tertentu antara lain:
1. Makkah: Sufyan bin Uyyinah dari 'Amru bin Dinar dari Jabir bin Abdillah.
2. Yaman: Ma'mar dari Hisyam dari Abi Hurairah.
3. Mesir: Lais bin Sa'ad dari Yazid bin Abi Habib dari Abil Khair dari 'Aqbah bin Amir.
4. Khurasan: Al-Husain bin Waqid dari Abdullah bin Abi Buraidah.
Ulama Membagikan Tingkatan Hadis Shahih Kepada Tujuh Tingkatan, yaitu:
1. Hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim متفق عليه
2. Imam Bukhari saja ما انفرد البخارى فى صحيحه
3. Imam Muslim saja ما انفرد عليه مسلم فى صحيحه
4. Tidak terdapat di dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim, namun atas persyaratan mereka berdua:
ما كان على شرطهما ولم يخرجاه فى صحيحهما
5. Hadis sesuai persyaratan Imam Bukhari dan tidak terdapat dalam kitabnyaماكان على شرط البخارى ولم يخرجه
6. Hadis sesuai persyaratan Imam Muslim dan tidak terdapat dalam kitabnyaما كان على شرط مسلم ولم يخرجه
7. Hadis tersebut shahih menurut Ulama lain bukan dengan ketentuan Bukhari dan Muslim atau salah satu dari keduanya :
ما كان عند غيرهما وليس على شرطهما ولا على شرط واحد منهما صحيحا
Tujuan mengetahui urutan tingkatan Hadis shahih ialah ketika terjadi pertentangan antara Hadis shahih dengan Hadis shahih lainnya, baik pada sanad atau matan, maka kita dapat mendahulukan Hadis yang paling tinggi tingkatan keshahihannya. Ketinggian tingkatan Hadis shahih dapat kita lihat dari sanadnya, kita ketahui sanad yang paling tinggi adalah sanad mutawâtîr. Kemudian Hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim, kemudian seterusnya sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh Ulama Hadis.
Hukum Menshahihkan, Menghasankan dan Mendha'ifkan Hadis di Zaman Sekarang
Para Ulama sepakat bahwasanya Hadis yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, seluruhnya shahih. Akan tetapi kalau terjadi pertentangan antara satu Hadis dengan Hadis lain, maka kita mengikuti metode para Ulama yang sudah diakui keilmuannya, untuk kita jadikan sebagai pedoman. Setiap seseorang yang ingin mendalami tentang Hadis, tidak boleh menghukumkan sesuatu dengan pendapatnya sendiri, akan tetapi harus dibandingkan dengan keterangan para Ulama. Dan tidak boleh asal-asalan menilai dha'ifnya Hadis dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim.
Hadis yang dikeluarkan oleh selain Imam Bukhari dan Muslim ada dua bagian, yaitu:
Pertama: Terdapat beberapa kitab yang telah dijelaskan oleh pengarang sendiri, bahwa mereka tidak menulis Hadis dalam kitabnya kecuali yang shahih saja, seperti shahih Ibnu Khuzaimah dan al-Mukhtarah al-Maqdisi dan kitab-kitab Hadis lainnya, yang sudah dijelaskan oleh pengarang sendiri tentang kesahehan Hadis itu sendiri, seperti sunan at-Tirmizi sunan Abu Daud, Nasai dll.
Dalam hal ini bagi seseorang yang ingin mentaqlid para Imam tersebut atas pengakuan mereka shahihnya Hadis tersebut hal demikian dibolehkan, akan tetapi kalau seseorang ingin meneliti sanad dan matan Hadis tersebut, dengan membandingkan beberapa pandangan Ulama yang terkenal dalam ilmu Hadis, seperti Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Syeikh Nasiruddin al-Bani dan Ulama-Ulama yang terkenal dalam masalah Hadis, barulah boleh bagi mereka untuk ijtihad dalam menghukumkan shahihnya Hadis tersebut atau tidak.
Kedua: Hadis yang terdapat dalam kitab yang ma'ruf, seperti mustadrak Hakim, sunan Baihaqi dan lainnya. Pengarangnya tidak menjelaskan tentang shahih atau tidaknya Hadis tersebut, berarti di dalam kitab tersebut terdapat Hadis shahih, Hadis dha'if, Hadis hasan dan Hadis palsu.
Sekiranya Para Ulama zaman dahulu tidak menjelaskan tentang shahih atau tidaknya Hadis tersebut, apakah boleh bagi Ulama zaman sekarang menshahihkannya atau mendha'ifkannya? Setelah meneliti sanadnya dan mengetahui terjemah perawi? Dalam masalah ini ada dua mazhab:
1. Jumhur Ulama membolehkan untuk menshahihkan atau mendha'ifkan Hadis, pada zaman sekarang. Namun harus sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan oleh Ulama Hadis. Imam Nawawi berkata: yang kuat menurut pendapat saya dibolehkan untuk menshahihkan atau mendha'ifkan Hadis bagi orang yang sanggup dan sudah mencukupi keilmuannya dengan seluruh sanad Hadis dan terjemah perawi Hadis. Hafiz al-'Iraqi berkata: apa yang telah diungkapkan oleh Imam Nawawi adalah sesuai dengan pendapat kebanyakan Ulama Hadis.
2. Ibnu Sholah berpendapat: tidak boleh menshahihkan atau mendha'ifkan Hadis yang tidak dijelaskan oleh Ulama terdahulu tentang shahih atau tidaknya. Karena pada zaman sekarang sulit bagi Ulama-Ulama, meskipun mereka mengetahui sanad Hadis.
Setelah kita menyebutkan beberapa penjelasan Ulama di atas, dapatlah kita simpulkan bahwasanya bolehnya menshahihkan atau mendha'ifkan Hadis di zaman sekarang, bagi orang yang sudah pakar dalam masalah sanad, matan Hadis dan terjemah perawi. Sebab masih banyak diantara Hadis-hadis yang belum dijelaskan oleh para Ulama terdahulu tentang shahih atau dha'ifnya Hadis tersebut.
Sebagian istilah Ulama Hadis yang mesti kita ketahui antara lain:
هذا حديث صحيح
maksudnya Hadis tersebut telah mencukupi syarat-syarat yang lima telah terdahulu. Berarti Hadis tersebut shahih sanad dan matannya.
Juga istilah Ulama:
هذا غير صحيح
maksudnya tidak mencukupi syarat-syarat yang lima telah terdahulu. Berarti Hadis tersebut dha'if sanad dan matannya.
Juga seperti istilah Ulama:
أصّح شىء فى الباب كذا
maksudnya Hadis yang paling kuat diantara Hadis lainnya dalam bab tersebut.
Juga seperti istilah Ulama:
هذا حديث صحيح الإسناد
maksudnya Hadis tersebut dha'if matannya sanadnya shahih.
Diantara kitab karangan Ulama yang mengandung Hadis shahih:
1. Shahih Imam Bukhari di namakan dengan:
الجامع الصحيح
2. Shahih Imam Muslim.
3. Imam Malik: الموطأ
4. Abu Daud: سنن أبو داود
5. Imam Tirmizi: سنن الترمذى
6. Imam Nasai: سنن النسائ
7. Ibnu Majah: سنن إبن ماجه
8. Imam ad-Darami:سنن الدارمي
9. Imam Ahmad: مسند أحمد
10. Mustadraq Hakim: المستدرك لإمام الحاكم
11. Ibnu Hibban: صحيح إبن حبان
12. Ibnu Khuzaimah: صحيح إبن خزيمة
13. Ibnu Jarud:المنتقى لإبن الجارود
3. Hadis Hasan
Hadis hasan menurut bahasa ialah:الجمال keindahan. Menurut istilah Ulama ialah:
ما إتّصل سنده بنقل عدل خفيف الضبط من غير شذوذ ولاعلة.
Hadis yang bersambung sanadnya dengan riwayat seorang yang terpercaya, namun tidak sempurna hafalan dan penulisannya, tidak terdapat sebab syaz dan 'illah . Istilah lain dari Hadis Hasan:
صدوق, لا بأس به, حسن الحديث, صدوق ربما يهم, صالح, صدوق ربما أخطأ
Syarat-Syarat Hadis Hasan, antara lain:
1. إتّصال السند من أوله إلا منتهاه
2. العدالة
3. خفة الضبط
4. عدم الشذوذ
5. السلامة من العلة القادحة
Contoh Hadis Hasan:
﴿ أخرج الترمذى في سننه قال: حدثنا أبو كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمرو بن علقمة عن أبي سلامة عن أبي هريرة أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم قال: لولا أن أشقّ على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ﴾ (رواه الإمام مسلم و الترمذى).
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad Saw. bersabda yang maksudnya: sekiranya tidak memberatkan atas ummat-Ku, maka aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak sholat. (HR. Muslim danTirmizi ).
Dalam sanad Hadis ini terdapat Muhammad bin Amru bin 'Alqamah. Menurut Ulama Hadis, beliau ini terkenal dengan sudûq namun hafalannya agak lemah, Hadis yang diriwayatkan darinya tidak sampai ketingkat shahih dan tidak kurang dari tingkatan Hadis hasan. Hadis hasan sewaktu-waktu menempati tingkatan Hadis shahih lighairih dengan dikuatkan oleh riwayat lain. Contohnya:
﴿ أخرج أبو يعلي الموصلي في مسنده قال: حدثنا إسحاق حدثنا سفيان حدثنا هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لقد علموا أن الذى كنت أدعوهم فى الدنيا إليه حق وقد قال الله: إنك لا تسمع الموتى ﴾ (النمل: أية 80)
Hadis ini seluruh perawinya tsiqah, kecuali Ishaq bin Isma'il. Hadis ini hasan lizâtih, karena begitu kita telusuri ternyata di dalam sanad Hadis lain, seperti shahih Bukhari dan shahih Muslim ada yang dapat menguatkan Hadis ini. Dalam istilah Ulama Hadis: المتابعة berarti Hadis ini menempati tingkatan shahih lighairih.
Pembagian Hadis Hasan
Hadis Hasan terbagi kepada dua bagian:
1. Hasan lizâtih.
2. Hasan lighairih.
Hasan lizâtih telah terdahulu defenisinya.
Adapun hasan lighairih ialah:
هو حديث ضعف لضعف حفظ رواته أولإرسال أو تدليس أو جهالة وتوبع بمثله أو بما هو أقوى فيرتقي الحديث من الضعف إلى الحسن لغيره بمجموع الطرق
Hadis hasan pada dasarnya adalah Hadis dha'if, disebabkan terjadinya lemahnya hafalan seorang perawi atau terputus sanadnya atau seorang perawi yang tidak dikenal. Kemudian terdapat dalam riwayat lain yang sesuai dengan Hadis tersebut, sehingga naiklah kekuatan Hadis tersebut ketingkat hasan lighairih, dengan sokongan dari beberapa thurûq lainnya. Contoh Hadis hasan lighairih, antara lain:
﴿ روى الإمام الشافعي فى الأم قال: أخبرنا مسلم بن سالم عن إبن جريج قال : أخبرني أبوالزبير أنه سمع عبد الرحمن بن أيمن مول عزة يسأل عبدالله بن عمروأبوالزبير يسمع فقال: كيف ترى فى رجل طلق إمرأته حائضا؟ قال إبن عمر: طلق إبن عمر إمرأته حائضا فقال النبي صلى الله عليه وسلم ليراجعها فإذا طهرت فليطلق أو ليمسك ﴾ (رواه الإمام مسلم و غيره).
Artinya: Diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Um beliau berkata: Muslim bin Muslim menerima berita dari Ibnu Juraij beliau berkata: telah mengkhabarkan kepadaku Abu Zubair bahwasanya beliau mendengar Abdurrahman bin Iman hamba sahaya Izza, dia bertanya kepada Abdullah bin Umar dan Abu Zubair mendengar dia berkata bagaimana jika seorang laki-laki menthalaq istrinya dalam keadaan haid? berkata Ibnu Umar: Ibnu Umar telah thalaq istrinya dalam keadaan haid, maka Nabi Muhammad Saw. menyuruhnya untuk ruju’ kembali. Apabila istrinya telah suci dari haid, maka pilihlah antara thalaq atau tetap sebagai istrinya .
Kita melihat terjemah perawi terdapat beberapa orang perawinya dha'if atau sadûq, seperti Muslim bin Khalid al-Zanji. Menurut Ulama Hadis beliau sadûq, banyak kelalaian dalam riwayat dan begitu juga Sa'id bin Salim al-Qaddah, menurut Ulama Hadis beliau dha'if. Setelah kita melihat terjemah dua perawi ini, kedua-duanya dha'if, kemudian begitu kita takrîj hadîts ini, terdapat beberapa sanad dalam riwayat lain, sehingga naiklah pada tingkatan Hadis hasan lighairih.
Hukum Beramal Dengan Hadis Hasan
Hadis hasan adalah hujjah, wajib diamalkan menurut jumhur Ulama ahli Hadis dan ahli Usul.
Beberapa istilah Imam Tirmizi:
Pertama: هذا الحديث حسن صحيح
Maksud dari istilah Imam Tirmizi ialah: Hadis tersebut ada dua riwayat. riwayat yang satu sanadnya shahih dan riwayat lainnnya hasan. Menurut Ibnu Katsir maksud Imam Tirmizi ialah: Hadis tersebut tidak kurang tingkatan Hadis hasan, namun belum sampai ketingkat shahih. Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar antara lain: sekiranya Hadis tersebut hanya satu riwayat saja, berarti berbeda pernilaian para ahli Hadis. Menurut satu kelompok Ulama, Hadis tersebut shahih dan menurut kelompok lain Hadis tersebut hasan, sekiranya Hadis tersebut terdapat dua riwayat berarti riwayat pertama shahih dan riwayat kedua hasan.
Kedua:هذا الحديث حسن غريب أو صحيح غريب
Maksud Imam Tirmizi ialah: Sekiranya Hadis tersebut terasing riwayatnya dari riwayat lain, sedangkan perawinya tsiqah, berarti Hadis tersebut shahih dan sekiranya perawinya saduq, berarti Hadisnya hasan dan sekiranya Hadis tersebut tidak mencukupi persyaratan Hadis shahih dan hasan berarti Hadis tersebut dha'if.
Dalam istilah Imam Tirmizi ini, kita dapat memaklumi bahwa masih terdapat di dalam kitab sunan beliau ini Hadis dha'if dan lainnya. Mesti kita perhatikan pernilaian para Ulama Hadis lainnya, sesuai dengan tingkatan sanadnya dan tidak mustahil juga masih terdapat Hadis maudhû'. Begitu juga kitab-kitab lainnnya, selain shahih Imam Bukhari dan Muslim, perlu kita perhatikan pernilaian para Ulama Hadis terhadap sanad dan matan Hadis yang mereka keluarkan.
Contoh-contoh kitab yang mengandung Hadis hasan, antara lain:
1. Sunan at-Tirmizi.
2. Sunan Abu Daud.
3. Sunan Nasai.
4. Sunan Ibnu Majah.
5. Sunan Darami.
6. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
7. Musnad Abi Daud at-Thayalisi.
8. Musnad Imam Syafi'i.
9. Musnad Al-Humaidi.
10. Musnad Syuhab.
11. Musnad Abdu bin Humaid.
12. Musnad Abi Awanah.
13. Syarhi Ma'ânil Ashâr Imam Tahawi.
14. Mushannif Abdur Razaq bin Hammam as-Sun'ani.
15. Mushannif Ibnu Abi Syaibah.
16. Sunan Sa'id bin Mansur al-Kurasan.
17. Hilyatul Aulia Abi Nu'aim Ahmad bin Abdullah.
18. Dalain an-Nubuwah Imam Baihaqi.
19. Sunan al-Kabîr Imam Baihaqi.
20. Sunan Darul Qutni.
21. Musnad al-Bazar.
22. Al-Mahallâ Ibnu Hazmin az-Zhahiri.
23. Mu'jam Imam Thabrani.
3. Hadis Dha'if
Dha'if menurut bahasa ضد القوةlemah. Dha'if menurut istilah Ulama Hadis ialah, antara lain:
1.قال إبن الصلاح: كل حديث لم يجتمع فيه صفات الحديث الصحيح ولا صفات الحديث الحسن المذكورات فيما تقدم فهو حديث الضعيف
Maksudnya Hadis dha'if menurut Ibnu Sholah ialah: Seluruh Hadis yang tidak mencukupi persyaratan Hadis shahih atau Hadis hasan, yang telah tersebut di atas.
2. كل حديث لم تجتمع فيه صفات القبول
Maksudnya Hadis yang tidak mencukupi syarat penerimaannya di sisi Ulama Hadis.
Sebab-sebab dha'ifnya Hadis antara lain :
1. Terputus sanadnya.
2. Cacat pada perawinya.
Pembagian terputus sanad Hadis, antara lain:
1. Dibuang sanadnya secara jelas.
2. Dibuang secara tersembunyi.
Dibuang sanadnya secara jelas, apabila terdapat di dalam sanad Hadis perawi yang dibuang. Hal ini terbagi kepada empat bagian, antara lain:
1. Hadis Mu'allaq.
2. Hadis Mursal.
3. Hadis Munqati'.
4. Hadis Mu'addhal.
Adapun terputus sanadnya secara tersembunyi terbagi kepada dua pembagian, antara lain:
1. Mudallîs atau tadlîs.
2. Mursal Khafi.
Adapun cacat pada perawi, ada sepuluh bagian diantaranya : ada yang sangat jelek cacatnya dan ada juga yang ringan. Lima diantara sepuluh cacat yang terjadi pada perawi berhubungan dengan adilnya perawi dan lima lainnya berhubungan dengan ketelitiannya perawi, baik dalam hafalannya maupun tulisannya, cacatnya perawi (baik disebabkan berdustanya, dituduh berdusta, banyak kekeliruan, kelalaian, fasiq, banyak kebingungan) Hadisnya bertentangan dengan Hadis lain, tidak di kenal dalam kitab rijâl tentang sajarah hidupnya, bid'ah atau lemah hafalannya.
Semua sebab di atas yang telah disebutkan, terbagi pada tiga bagian:
1. Maudhû' atau Hadis palsu.
2. Matrûk.
3. Munkar.
Yang berhubungan dengan cacat perawi. Yaitu cacat keâdilan perawi, hal itu disebabkan lima perkara yaitu:
1. Berdusta.
2. Di tuduh berdusta.
3. Fasiq.
4. Bid'ah.
5. Tidak dikenal atau jahil.
Adapun yang berhubungaan dengan cacat perawi di dalam ketelitian hafalan dan penulisan atau dhibth, terdapat lima sebab, yaitu:
1. Banyak terjadi kekeliruan dalam riwayat Hadis.
2. Lemah hafalan.
3. Banyak kelalaian.
4. Banyak problem.
5. Bertentangan Hadisnya dengan yang lebih terpercaya darinya.
0 komentar:
Posting Komentar