ebiasaan Merokok Di Kalangan Remaja
Kali ini saya akan membahas tentang kebiasaan merokok di kalangan remaja, karena banyak sekali remaja-remaja SMP,SMA dan Mahasiswa perguruan tinggi termasuk saya menghisap rokok. Pertama kali saya merokok itu sejak SMP kelas 3, itu juga karena ikut-ikutan teman dan kebiasaan merokok itu berlanjut sampai sekarang saya masuk perguruan tinggi. Menurut saya, saya merokok dari SMP sampai sekarang itu karena faktor kebiasaan, karena jika seseorang sudah biasa dengan suatu aktivitas/perbuatan yang di jalaninya sejak lama / sejak kecil maka akan terbawa sampai dia dewasa.
Banyak sekali faktor-faktor penyebab saya menjadi seorang perokok misalnya :
Lingkungan rumah : Kakak yang sering merokok di depan saya, sehingga adiknya memiliki rasa penasaran dan rasa ingin mencoba menghisap rokok.
Lingkungan Sekolah : Teman bermain di sekolah yang merokok di depan saya, pada saat sedang bermain bersama.
Lingkungan Masyarakat : Banyaknya orang di sekitar rumah ( di luar rumah ) yang merokok di sembarang tempat, sehingga saya ingin menirunya.
Masih ada faktor-faktor lain selain faktor lingkungan, yaitu faktor psikologis misalnya :
Kebiasaan (terlepas dari motif positif atau negatif)
Untuk menghasilkan reaksi emosi positif (kenikmatan, dsb)
Untuk mengurangi reaksi emosi negatif (cemas, tegang, dsb)
Alasan sosial (penerimaan kelompok)
Ketergantungan (memenuhi keinginan/ kebutuhan dari dalam diri) (Oskamp & Schultz, 1998. dalam Ardiningtiyas, 2006)
Melihat perkembangan kebiasaan merokok Indonesia yang semakin lama semakin parah, nampaknya harapan untuk menanggulangi masalah ini semakin tipis, namun sebenarnya hal tersebut bukan tidak mungkin dilakukan karena beberapa negara telah menerapkan aturan cukup keras baik bagi para perokok maupun industri rokok. Singapura menerapkan ruang publik sebagai kawasan bebas rokok, mesin penjual rokok dinyatakan ilegal dan melarang perusahaan rokok menjadi sponsor even publik (dalam Ardiningtiyas, 2006).
Menurut Ogawa (skripsiqu,2006) dahulu rokok disebut sebagai suatu “kebiasaan” atau “ketagihan”. Dewasa ini merokok disebut sebagai “Tobacco Depedency” atau ketergantungan pada tembakau. Ketergantungan pada tembakau atau tobacco dependence didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari ½ bungkus rokok per hari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang.
Seorang konsultan WHO dan Australia, Dr. Matthew Allen, pada bulan April 2001 menyatakan bahwa tingginya tingkat rokok dan penerimaan terhadap rokok pasif merupakan hambatan utama dan pertama bagi penanggulangan masalah rokok di Indonesia. Allen menyatakan terdapat 7 (tujuh) hambatan bagi penanggulangan masalah rokok di Indonesia, yaitu;
Tidak adanya pengetahuan di kalangan perokok tentang resiko merokok
Tidak cukupnya pengetahuan badan-badan pemerintah dan LSM, yaitu pengendalian rokok bagi kesehatan dan perekonomian, serta taktik-taktik menyesatkan yang dipakai oleh industri rokok
Tidak adanya komitmen oleh para politisi dan departemen pemerintah
Adanya kerancuan wewenang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan Departemen Kesehatan dan Departemen Kesejahteraan Sosial
Kuatnya sektor industri rokok
Desentralisasi dan tidak adanya kerangka kerja di daerah untuk mengimplementasikan perangkat pengendalian rokok
Tak ada dana untuk membuat kampanye tandingan dan program pengendalian lainnya. (Kompas, 2001)
Negara-negara Unieropa mencanangkan kampanye anti rokok dengan slogan; “Feel Free to Say No!” yang diluncurkan bertepatan dengan momen piala dunia 2002 serta didukung sejumlah pemain bola terkenal seperti Luis Figo, Zinadine Zidane, Paolo Maldini,dll. Sementara dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau sedunia (31 Mei 2002), Meksiko mengumumkan akan melarang semua iklan rokok dari radio dan televisi mulai 2003. Secara perlahan-lahan penjualan rokok di toko-toko obat akan dikurangi dan peringatan bahwa bahaya rokok akan diwajibkan untuk dipasang di depan, bukan di belakang seperti sekarang. (Kompas, 2002).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001 (Johnson, 2005) menyebutkan bahwa:
27 % penduduk berusia di atas 10 tahun menyatakan merokok dalam satu bulan terakhir.
54, 5 % penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2 % perempuan yang merokok.
Terdapat peningkatan sebesar 4 % penduduk, umur diatas 10 tahun yang merokok dalam kurun waktu 6 tahun.
92, 0 % dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota keluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga lainnya merupakan perokok pasif.
68, 5 % penduduk mulai merokok pada usia 20 tahun meningkat 8 % dari Susenas 1995 yaitu 60, 0 %.
Peningkatan usia muda yang merokok, kelompok umur 25-29 tahun (75 %) dan kelompok umur 20-24 tahun (84, 0 %).
Menurut Nawawi (2005) merokok merupakan hak asasi manusia, namun merokok merugikan kesehatan tidak hanya bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang lain di sekitarnya (perokok pasif). Padahal mereka yang bukan perokok mempunyai hak untuk menghirup udara bersih bebas asap rokok.
Perokok pasif adalah orang yang menghisap asap rokok orang lain. Perokok pasif mempunyai resiko kesehatan yang sama seperti resiko perokok aktif. Ibu hamil yang terpapar asap rokok beresiko keguguran, lahir mati, bayi denayi dan anak yang terpapar asap rokok beresiko perkembangan parunya lambat, infeksi saluran napgan berat badan lahir rendah, kurang gizi, gangguan pertumbuhan bayi, bayi lahir prematur. Sedangkan bas, infeksi telinga, kekambuhan asma, bayi mati mendadak.
Sesuai uraian yang dikemukakan di atas maka dapat diketahui bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, karena merokok dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit yang dapat terjadi pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Dalam hal, pemahaman terhadap kondisi atau keadaan orang lain sangat dibutuhkan oleh perokok, terutama pada saat mereka berada di tempat umum.
Smet (1994) mengatakan berkenaan dengan norma-norma sosial, kebiasaan merokok itu terjadi karena pengaruh lingkungan sosial, teman-teman, kawan-kawan sebaya, orang tua, saudara-saudara kandung, media. Semakin hari semakin gencar rokok dipublikasikan diberbagai media cetak dan elektronik, semakin hari pula, banyak remaja yang merokok dan kecanduan.
Tahapan seseorang menjadi perokok tetap (Laventhal & Cleary;1980, Flay;1993);
Persiapan; sebelum seseorang mencoba rokok, melibatkan perkembangan perilaku dan intensi tentang merokok dan bayangan tentang seperti apa rokok itu.
Inisiasi (initiation); reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali berupa batuk, berkeringat. (Sayangnya hal ini sebagian besar diabaikan dan semakin mendorong perilaku adaptasi terhadap rokok)
Menjadi perokok; melibatkan suatu proses ‘concept formation’ , seseorang belajar kapan dan bagaimana merokok dan memasukkan aturan-aturan perokok ke dalam konsep dirinya
Perokok tetap; terjadi saat faktor psikologi dan mekanisme biologis bergabung yang semakin mendorong perilaku merokok.
Proses Biologis
Nikotin diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang. (Mu’tadin, 2002)
Aspek-aspek kecanduan merokok menurut Sani (2005) adalah sebagai berikut:
Ketagihan secara fisik atau kimia, yaitu ketagihan terhadap nikotin (nicotine addiction)
Automatic Habit, berupa kebiasaan dalam merokok (ritual habit) seperti membuka bungkus rokok, menyalakannya, menghirup dalam-dalam, merokok sehabis makan dan merokok sambil minum kopi dan lain-lain
Ketergantungan psikologis/ emosional, dimana kebiasaan merokok dipakai dalam mengatasi hal-hal yang bersifat negatif, misalnya rasa gelisah, kalut ataupun frustasi
Mu’tadin (2002) yang membagi perokok menjadi 3 yaitu Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Selanjutnya, menurut Tomkins (dalam Mu’tadin, 2002) tempat merokok juga dapat mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas :
1. Merokok di tempat-tempat umum/ ruang publik:
a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.
b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani merokok ditempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar “racun” kepada orang lain yang tidak bersalah.
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi:
1. Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.
2. Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
Dari berbagai hal yang telah dijabarkan di atas di harapkan bagi perokok aktif dapat meningkatkan kepekaan terhadap orang lain di sekitarnya, serta dapat menentukan sikap apakah kebiasaan merokok hal yang baik atau buruk untuk tetap dipertahankan. Saya tidak mengatakan mudah untuk menghilangkan sesuatu yang sudah menjadi suatu kebiasaan, namun semua orang pasti mampu untuk berubah jadi lebih baik jika ia benar-benar memiliki kemauan untuk terus
PERILAKU merokok pada remaja sering kali membuat orang tua, terutama ibu merasa sangat marah dan kecewa. Sikap ini adalah sesuatu hal yang wajar, siapa sih yang ingin anaknya melakukan hal yang tidak berguna, bahkan cenderung membahayakan kesehatannya?
Namun, kadang kala kita tidak menyadari ada banyak faktor yang memengaruhi seorang remaja memulai merokok. Jika faktor yang mendorong remaja untuk merokok tidak kita atasi, usaha kita melarang dan memarahinya akan sia-sia saja.
Berbagai penelitian telah berhasil mengidentifikasikan faktor-faktor yang berhubungan dengan permulaan kebiasaan merokok. Ada sejumlah faktor yang kompleks dan saling berkaitan, di antaranya penerimaan produk tembakau, promosi pemasaran rokok, kemudahan untuk mendapatkan rokok, adanya contoh dari orang dewasa dan kelompok sebaya. Secara lebih spesifik, sebuah penelitian di Jepang mengungkapkan, merokok sangat erat sekali hubungannya dengan pengaruh teman, pengaruh orang tua, lingkungan sekolah,danuangsaku.
Di usia remaja, anak akan mempunyai banyak teman dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam. Di antara sekian banyak temannya, ada yang bisa membawa pengaruh positif atau sebaliknya membawa pengaruh buruk. Kebiasaan merokok yang dilakukan oleh anak mungkin merupakan salah satu pengaruh buruk yang didapat dari teman-temannya.
Banyak penelitian yang memperkuat pernyataan tersebut. Dalam sebuah penelitiannya, Shiramizu mendapatkan suatu kesimpulan bahwa seseorang dapat menjadi perokok jika ia mempunyai teman yang merokok. Survei yang pernah dilakukan oleh Yayasan Jantung Indonesia pada anak-anak usia 10-16 tahun menunjukkan 70% di antaranya menjadi perokok karena dipengaruhi oleh teman. Bahkan ada sebuah penelitian lain yang menghasilkan kesimpulan bahwa remaja yang temannya merokok memiliki risiko delapan kali lebih besar untuk ikut merokok dibanding remaja yang memiliki teman tidak merokok.
Kita tidak dapat mengabaikan kuatnya pengaruh teman bagi seorang remaja. Menurut Shaw, untuk dapat diterima dan bergabung menjadi anggota kelompok sebaya, seorang remaja harus bisa menjalankan peran dan tingkah laku sesuai dengan harapan dan tuntutan kelompok sebaya.
Perlu juga disadari, tidak sepenuhnya faktor-faktor yang mendorong anak untuk merokok datang dari lingkungan di luar rumah. Kita mungkin sering lupa, di rumahnya sendiri anak mendapat contoh kebisaan merokok dari anggota keluarga yang lain. Orang tua tidak menyadari setiap batang rokok dan setiap kepulan asap yang diembuskannya tidak luput dari perhatian anak.
Kebiasaan merokok pada orang tua berpengaruh besar pada anak-anaknya yang berusia remaja. Keluarga yang terbiasa dengan perilaku merokok atau tidak melarang perbuatan tersebut, sangat berperan untuk menjadikan seorang anak menjadi perokok dibandingkan dengan keluarga yang bukan perokok. Beberapa penelitian melaporkan, anak yang kedua orang tuanya merokok kemungkinan besar akan menjadi perokok juga, terlebih jika saudara kandung yang lebih tua seorang perokok, anak-anak tersebut memiliki risiko empat kali lipat untuk menjadi perokok.
Sangat mudah bagi anak untuk meniru kebiasaan merokok. Mengingat di negara kita kebiasaan merokok adalah suatu kebiasaan yang sudah sangat mengakar di berbagai golongan masyarakat, di mana pun tempatnya, kapan pun waktunya kita akan sangat mudah menjumpai orang-orang yang sedang merokok.
SUDAH sepantasnya kita khawatir terhadap kebiasaan merokok di kalangan remaja, mengingat begitu besarnya dampak negatif kebiasaan merokok dari segi kesehatan maupun ekonomi. Untuk itu, langkah antisipasi harus kita siapkan. Kita bisa mulai dari keluarga sendiri, dari anak kita sendiri. Bisa dimulai dengan tidak memberi contoh kebiasaan merokok dalam keluarga. Berlakukan aturan dan larangan merokok bagi setiap anggota keluarga tanpa kecuali. Dengan demikian, anak tidak lagi melihat orang tua maupun anggota keluarga lain merokok, sehingga diharapkan tertanam dalam benak anak bahwa kebiasaan merokok merupakan kebiasaan buruk untuk semua orang, tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Keyakinan itu mungkin akan menjadi sedikit bekal bagi anak untuk tidak merokok sepanjang hidupnya.
Berikan pengetahuan dan pengertian yang tepat dan proporsional tentang bahaya yang timbul akibat kebiasaan merokok. Jangan menakut-nakutinya secara membabi buta. Bagi seorang remaja terkadang hal yang membahayakan dapat dianggap sebagai sebuah tantangan. Itu artinya upaya pencegahan yang kita lakukan malah menjadi pencetus kebiasaan merokok. Kita mengharapkan anak tidak merokok bukan karena takut pada orang tua, tetapi karena memang tumbuh kesadaran bahwa kebiasaan merokok adalah kebiasaan yang buruk. Jika kita mampu menumbuhkan kesadaran tersebut pada diri anak, kita tidak perlu khawatir ia akan merokok di belakang kita.
Untuk menumbuhkan kesadaran tersebut memang tidak mudah, perlu proses, waktu, dan kesabaran. Tetapi yakinlah bahwa hal itu memang layak untuk diperjuangkan. Manfaatnya akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga, penerapan aturan dan larangan merokok akan mengerem kebiasaan merokok anggota keluarga lain. Keluarga jadi lebih sehat dan beban ekonomi berkurang, karena uang yang digunakan untuk membeli rokok bisa dialihkan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat.
Berikut ini ada tips / cara menghentikan kebiasaan merokok yang bisa di coba :
Usahakan untuk menghilangkan dan bersihkan semua hal yang bersangkutan dengan “rokok” dari dalam rumah tempat tinggal perokok. Juga minta kepada sesama rekan-rekan perokok tersebut untuk tidak merokok di depan orang yang akan disembuhkan.
Kemungkinan besar pada waktu dekat sekitar 1 sampai 2 minggu pertama akan timbul perselisihan dengan perokok yang akan di sembuhkan, jadi bersikaplah sabar menghadapinya.
Pujian dan penghargaan yang baik adalah senjata ampuh untuk diberikan kepada perokok ketika dalam waktu 1 sampai 2 minggu berhasil untuk menahan diri tidak menghisap rokok. Ini akan sangat berarti bagi sang perokok, merasa dihargai, serta dorongan mental yang positif dan kuat.
Luangkan waktu, sejenak ataupun banyak sekalipun, untuk mendengarkan semua keluhan dan uneg-uneg yang perokok, kembali sikap sabar dan menghargai berperan besar di sini.
Carilah kesibukan untuk perokok yang positif, misalnya aktifitas fisik seperti olah raga dan lain sebagainya. Pada saat sang perokok sedang merasa tidak tahu harus melakukan apa, permen bisa menjadi pengganti rokok, walaupun di beberapa kasus perokok, permen tidak berhasil. Tapi untuk yang bisa bertahan sampai 2 minggu tidak merokok, permen adalah alternatif yang bagus.
Paling penting adalah selalu berikan dukungan dan keyakinan kepada perokok bahwa ia bisa mengurangi dan menghilangkan kebiasaan merokoknya.
Itu tips / cara menghentikan kebiasaan merokok yang bisa dicoba, bila dilakukan dengan disiplin dan terus menerus, kecanduan rokoknya pasti bisa dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali. Selamat mencoba.
Itu tips / cara menghentikan kebiasaan merokok yang bisa dicoba, bila dilakukan dengan disiplin dan terus menerus, kecanduan rokoknya pasti bisa dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali. Selamat mencoba.
0 komentar:
Posting Komentar