PENDAHULUAN
Sejarah filsafat secara umum dibagi atas 4 periode,
1. Filsafat yunani dan romawi yg dimulai abd 6 SM dan brakhir secara definitif pd 529 M. Ketika kaisar yustianus dari byantium yang didorong keyakinannyakepada agama kristen, menutup sekolah2 filsafat kafir di athena.
2. Filsafat abad pertengahan, meliputi pemikiran boethius (abad ke-6) sampai nicholas cusanos (abad ke15), dengan puncaknya abad ke-13 dan permulaan abad ke 14.
3. Fillfsafat modern, didahului oleh pemikiran tokoh2 renaisance tetapi mekar secara meyakinkan pada filsafat rene descartes (1596-1650) dan dianggap berakhir pada pemikiran friedrich nietzsche (1844-1900).
4. Filsafat kontemporer yang meliputi seluruh filsafat abad ke 20- sekarang.
SELAYANG PANDANG PERJALANAN FILSAFAT
Kajian filsafat masa tertentu tidak terlepas dari kajian masa lalunya. Seorang ilmuwan sekarang mungkin saja tidak mengetahui apa2 tentang Isac Newton, perintis ilmu pengetahuan alam abad ke 18, tanpa mengurangi kompetensi sebagai seorang ilmuwan. Akan tetapi tidak mungkin seorang filsuf ini tidak tahu menahu tentang para pendahulunya dimasa silam karena pada hakikatnya filsafat adalah dialok.Dalam refleksi filosofisnya, sorang filsuf tidak hanya berdialog dengan teman2 sezaman, tetapi juga dengan dg seluruh tradisi filsafat sebelumnya.
Singkatnya, titik penting yang membedakan keempat periode filsafat diatas adalah digantikannyametode silogistik dan rasional pada filsafat kuno oleh metode empiris dan eksperimental pada filsafat modern. Yang membedakan filsafat modern dengan filsafat kontemporer adalah tergesernya dominasi topik2 epistimologi noleh topik2 linguistik
Modernisme sendiri adalah suatu pandangan dunia yg scr historis dibangun diatas fondasi filsafat Cartesian Newtonian. Sebagai filsafat , tentu saja fondasi tsb mngandung asumsi ontologis, epistimologis, dan aksiologis yang khas. Dalam modernisme, filsafat berpusat pada epistimologis yang bersandar pada gagasan objektivitas dan subjektivitas murni, yang satu sama lain terpisah, tak saling berkaitan sehingga pengetahuan benar2 objektif, logis dan rasional. Dari prinsip dasar itulh kmdn ditentukanlah konsep mengenai kosmologi, moralitas, etika, kehiduoan sosial, ekonomi, keberagaman,politik, kultural, realitas sosial, dan psikologis.
Hegemoni paradigma Cartesian – Newtonian terhadap pandangan dunia manusia modern terkait eratb dengan pernyataan sejarah bahwa peradaban modern ,memang dibangun atas dasar ontologi, kosmologi, epistemologi dan metodologi yang dicanangkan oleh dua ntokoh utama penggerak modernisme yaitu Rene Descartes dan Issac Newton. Descartesdikenal dengan kesangsian- metodisny. Ia meragukan segala realitas yang datang kepadanya baik yang bersifat eksternal (misaknya alam) maupun yang bersifat internal (misalnya tubuh). Ia juga memandang perlunya menolak segala hal yang datang dari tradisi dan otoritas dengan menempatkan rasio subjek sebagai pijakan. Baginya, selain tidak mampu membwa dirinya kepada keyakinan, tradisi juga mengantarkan kepada kesalahan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapannya sbb;
I learned to entertain too decided a belief in regard to nothing of theb truth of which I had been persuaded merely by example and custom; and thus I gradually extricated myself from many errors powerful enough to darken our natural intelligence, and incapacitate us in great measure from listening to reason ( Dascartes, 1635).
Layak untuk ditegaskan kembali bahwa Descartes mengusung postulatnya cogito ergo sum atau dubito ergo sum, dengan menggunakan bahasa latin, untuk menyanggah dengan kaum skeptisme yang mengingkari realitas. Premis awalnya adalah “saya ragu” yang kemudian dilanjutkan dengan “ ketika seseorang ragu dia pasti berfikir “. Dari situl;ah muncul preposisi “ ketika saya berfikir maka saya ada “ atau cogito ergo sum. Dengan meragukan segala sesuatu (to doubt all things), Descartes mencoba menguak realitas dunia luar. Keraguan Descartes bukanlah keraguan kaum skeptis yang menolak mutlakpengetahuan yang sebenarnya bisa direngkuh oleh manusia. Keraguan Descartes sebaliknya adalah keraguan untuk pemahaman yang meyakinkan dan tak tergoyahkan.
Dalam Discourse on the Method [1635] dan Meditations on First Philoshophy [1639] Descartes sangat menekankan fungsi aktivitas rasio subjek dan dahulunya eksistensi cogito daripada realitas eksternal. Setelah menjelaskan perihal mendasarnya rasio, Descartes sampai pada kesimpulan bahwa res cogitan dan res extensa merupakan dua hal yang sama sekali terpisah, dan bahkan ia mengatakan bahwa jiwa secara keseluruhan independent dari tubuh. Keterpilahan itu lagi- lagi merupakan konsekuensi logis dari dalil cogito ergo sum yang fenomenal itu. Baginya, dalil itu merupakan pernyataan yang jelas ( clearly ) dan terpilah ( distincly ). Setiap hal yang jelas dan terpilah merupakan kebenaran, demikian Descartes.
Dalam dunia sains dewasa ini terminologi the benefit of doubt ( manfaat keraguan ) seperti itu telah mendorong orang untuk mencari kebenaran- nkebenaran sains. Pencarian tersebut tidak dimaksudkan untuk menolaknya, melainkan untuk meragukan kemudian menyingkapnya dengan penelitian dan pengkajian.
Melalui karyanya Discourse on Method itu, Descartes memperkenalkan metode baru yang menurutnya menjadi dasar bagi seluruh pendidijkan dan riset sains serta filsafat. Hukum2 tsb adalah :
1. Tdk mnrima ssuatu pun sbg benar jk tdk scr rasional jelas dan dapat dibedakan
2. Menganalisis ide2 yang kompleks dgn menyederhanakannya dlm elemem yg konstitutif dmn rasio dpt mmhminya scr intuitif
3. Merekonstruksi, dmulai dr ide yg simple dn bkerja scr sintesis ke bagian yg kompleks.
4. Mmbwt sbuah enumerasi yang akurat dan lgkap dr data permslhan mggnkn lgkh2 baik indktif maupun dduktif.
Karena pijakannya yg lbh menekankan pnggunaan rasio drpd pngalaman indrawi ini, mk Descartes dikenal sbg filsuf rasionalis daratan brsama dgn spinoza, dan leibniz. Selanjutnya rasionalisme itu mempercayai bhw sumber ilmu pgtahuan yg dpt diprcy dan mencukupi adalah akal. Pengthuan yg didpt mllui kal sajalah yg memenuhi syarat aturan umum dan syarat pngthuan ilmiah. Bagi seorang rasionalis, akal tdk mmrlukan pngalaman krn pngalaman brfungsi untuk meneguhkan pngthuan yang didpt oleh akal.
Sementara tdk jauh dr zmn dan tmpt Descartes, mncul 3 filsuf yg dikenal sbg filsuf empiris Anglo Saxon yaitu : John Locke, Berkeley, dan David Hume. Mereka mnolak knsep fitrah yg diyakini oleh kaum rasionalis, sprti Descartes. Mereka lbh mnekankan konsep2 yg bersumber dr indra lahir dan empitrisitas. Jadi, jk kaum mendasarkan diri pd rasio, kaum empiris . mendasrkn dri pd pnglaman. Pengthuan mnusia bg mrk bkn didpt lwt pnalaran yang abstrak, tapi lwt pnalaran yg knkret dan dpt dperoleh mllui pnca indera.
Perseteruan antara Rasionalisme dan Empirisme kmudian diselesaikan oleh positivisme yang diajukan oleh David Hume (1711-1776), dan Immanuel Kant (1724-1804). Hume kmdian mngakui bahwa pngtahuan mnusia bs didpt dr kedua2nya. Kata Hume :
Dalam diskusi ttg sebab- akibat, Hume mengakui bhwa pncarian hubungan-niscaya adalah pencarian tapal batas, diluar pengalaman awam, yang akan mmbri kita kesadaran akn mngapa hal2 terhubung sedemikian adanya. Begitu jg diskusi ttg khendak manusia. Argumen Hume adl bhwa untuk mmahami alasan bkerjanya khendak mnusia sbgmn adanya, kita hrs sadar akan suatu daya atau kekuasaan yang melandasi dan menentukan pngalaman kita. Faktanya kita tidak sadar mengenai apapun selain pengalaman kita sendri. Kita bahkan tidak pernah memiliki kilasan suatu daya yaang trsembunyi semacam itu. Kita sampai pada keyaakinan akn ide2v semacam itu melalui penyalinan kesan2 dari indra kita dan pengasosiasian ide2yg dihasilkan satu sama lain. Salah satu contoh sederhananya adl bhw kitaa bs mmbngn ide khyalan brupa “ gunung emas” mllui pnyalinan ksan2 absah yg qt miliki ttg emas dan gunung.
Akn ttpi, Kant amt kcewa dg cra pnjelasan Hume ttg prasaan qt bhw fenomena 2 Slg berkaitan dg cra yg niscaya. Krn itu, ia mngambil jln yang ke2 dlm mnanggapi tantangan tsb. Kant sepakat dg Hume mngenai pntingnya pngakuan hubungan- niscaya sbg tapal batas antara yang bisa dan yg tdk bs diketahui oleh ilmu, namun ia menolak klaim Hume bhw smua pngtahuan hrs lah maatematis dan observasional. Menurut Kant, tipe pngetahuan ke3 yg disebut “transendental” adl sintesis dan skaligus apriori_yaaitu diungkap dg proposisi yg niscaya benar, tetapi keniscayaan ini tdk hny brasal dari logika.
Dengan dmikian dlm 2 krya pntingnya, The Critique of Pure Reason, dan Prologomena to Any Future Metaphysics, Kant menutp sluruh diskusi ttg keberadaan Tuhan dg mnyatakan bhw akal pikiran manusia pny kterbatasan.
Akal manusia bg Kant, tdk mgkin smpai kpd pngethuan fundamental tentang struktur realitas (pengetahuaan metafisikaa). Hal itu krn manusia tak dpat mngtahui ssuatu diluar pngalaman sensorisnya. Kant memperkenalkan 2 istilah yang sangat terkenal yaakni Phenomena dan noumena. Phenomenaa adalah sgl sesuaatu yg tampak dan bs kita persepsi dg indera kita. Sedangkan noumena adlh realitas yg tak bs dipersepsi. Dalam bhasa Jerman, iaa disebut ding an sich atau sesuatu dlm dirinya sendiri. Noumena adlh realitas yang tak diketahui, tak bs digambarkan, dan tak bs dicapai. Pngetahuan kitaa ttg Tuhan dn persoalan2 metafisika lainnya masuk kdlam wilyah noumena yang tak tersentuh itu. (Kant. Critique of Pure Reason,1982: 266).
Modernisme harus berhenti pd 1900. Alasannya, pertama, dalam ranah internal muncul fenomenologi yg mengatasi Idealisme dan Empirisme, dua aliran besar masa lampau. Kedua, dalam ranah eksternal, muncul edisi lengkap karya- karya filosopis yg menyuguhkan pmikiran filsuf2 abad ke-20, sperti Wittgensteins Husserl, Adorno, Foucault, dan Pierce.
FILSAFAT KONTEMPORER DAN PRAGMATISME
Suatu hal yang harus dicatat pada era filsafat kontemporer yang dimulai dengan munculnya filsuf2 pragmatis dan diteruskan oleh filsuf analitik adlh knyataan adanya konsentrasi bkan terhadap topik2 epistimologi,sbgmn pd filsafat modern diatas, ttpi thdp logika linguistik. Para pemikir kontempoer ingim mmbngun krangka pndangan epistimologi baru dan scr bersama-sama spakat ingin keluar dari berbagai kesulitan cara pemecahan yang biasa dikemukakan oleh pmkiran modern. Pmikiran kontemporer brupya mninggalkan sama sekali orientasi pembedaan subjek2 untuk memhami hkikat pngtahuan.
Dalam filsafat kontemporer, meski tdpt byk aliran daan maadzab yang berbeda2, bahaasa telah mjd fokus pnelitiaan filosofis. Wittgensteins ( filsuf bahasa terbesar abd 200 mngatakan : Alle philosophie ist Sprachkritik ( setiap filsafat adl kritik atas bahasa), ( Tractatus, 4.0031). Kalau dalam filsafat abad ke-19 yang mencolok adlh tema-tema epistimologi, maka abaad ke-20, tmpat yang diduduki oleh epistimologi rupanya harus dialihkaan ke metodologi bahasa dmn kita brbcra ttg knowledge dan belief. Btapa tidaak, krn kita dpt mnemukaan upaya sungguh2 thdp persoalan yang terkait dg logika pnelitian (logic inquiry) atau metodologi dan sekaligus dg memperjels makna atau arti bahasa (language) yang kita gnakan untuk mengonsepsi pngetahuan dan kepercayaan. Jadi bukan pd pertanyaan apakh mgkin kita memperoleh pengetauan, tetapi pada bagaimaana menunjukkan cara2 pngetahuan tsb dperoleh, yakni syarat2 daan cr2 untuk memperoleh pngtahuaan tsb.
Adanya perhatian thd bahasa in meniscayakan lahirnya kembali lgika yang kmudian terkenal sebagai logika modern. Pada abad ke-19 ada sjumlah upaya untuk memutakhirkan logika oleh filsuf2 spt, George Schroder, Gotlob Frege, Bertrand Russell dan A.N. Whitehead dan tentunya Charles S. Pierce. Logika modern didasarkan pada hubungan logis diantara seluruh kalimat. Pusat perhatiannya bukan lagi silogisme tetapi argumen2 yang hipotetikal dan disjungtif. Logika yang semula dari istilah Greek Logos, bisa berarti macam2 ssuai kompleksitas penggunaannya: logika bisa bersangkut paut dengan kmampuan yang khas yang hnya dimiliki manusia, yakni kmampuan untuk berbicara (power of speech), kmampuan mngambil ksimpulan 9inference),kemampuan mnyusun pmikiran konseptual 9conceptual thought0, dan lbih2 kmampuan mlakukan pnelitian rasional9rational inquiry). Pada pokokny pngertian logika yang barua adlh ingin mncari jwban bgaimn disiplin logika yang telah diperbarui dan telah dikembangkan secara teliti tersebut dapat membimbing dan mengarahkan penggunaan akal pmikiran dalam bidang ilmu pngetahuan secara umum.
Satu diantara sekian tradisi filsafat kontemporer yang mempunyai minat besar thd sains of linguistik ini adlh pragmatisme. Pragmatisme pd dsarnya mrpakn gerakan filsafat amerika yang begitu dominan selama satu abad terakhir dan mencerminkan sifat2 khidupan Amerika. Demikian dekatnya pragmatisme dengan Amerika sehingga Popkin dan Stroll menyatakan bhwa pragmatisme mrpkn gerakan yang berasal dari amerika yang memiliki pengaruh mendalam dlm khdupan intelektual di Amerika. Bagi kebanyakan rakyat Amerika, pertanyaan2 ttg kbemnaran, asal dan tujuan, hakikat serta hal-hal metafisis yang mjd pokok pembahasan dalam filsafat barat dirasa amat teoritis. Rakyat Amerika umumnya menginginkan hasil yang konkret. Sesuatu yang penting harus pula kelihatan dalam kegunaannya. Oleh karena itu, pertanyaan what is harus dieliminir dengan what for dalam filsafat praktis.
Pragmatisme (dari bahasa yunani : pragma, artinya yang dikerjakan, yg dilakukan, perbuatan, tindakan) mrpkn sebutan bgi filsafat yng dikembangkan oleh william james (1842-1910) di AS. Menurt filsfat tsb, benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kpd manusisa dlm bertindak. Istilah pragmaticisme ini kemudian diangkat pd thun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sbg dokterin pragmatisme. Doktrin itu selanjutnya diumumkan pd thun 1978. Paham tsb mnetapkan aspek2 praktis sebagai parameter benar salahnya suatu pmikiran atau konsep. Chambers Everyday Dictionary merumuskan pragmatisme sbg a philoshopy or philosophical method that makes practical consequences the test of truth, yaitu suatu filsafat atau metode filsafat yng menetapkan hasil2 praktis sbg standar kebenaran. Istilah pragmatis menurut KBBI (1990) bermakna bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan).
Membicarakan pragmatisme sbg sbuah paham dlm filsafat memang tidak dpt dilepaskan dari nama2 sprt charles s.pierce, william james, dan john dewey diatas. Meskipun ke3 tokoh tsb dmasukkan kdalsam klompok aliran pragmatisme, mnamun ke3nya memiliki nfokus pembahasan yang berbeda. Charles s.pieralce lbih dekat disebut filsuf ilmu, william james filsuf agama, dan john dewey filsuf sosial.
KEBENARAN MENURUT CHARLES S. PIERCE
Langkah awal yang dilakukan untuk memahami pandangan besar pierce ttg kbenaran adalah memahami adanya tiga sifat dasar yang ada keyakinan, pertama, adanya proposisi, kedua an dlm pmikiran.,adanya penilaian dan ketiga, adanya kebiasasn dalam pmikiran.
Untuk mencapai sbuah kyakinan akan sesuatu, minimal hrs ada 3 sifat dasar diatas. Pada gilirannya, keyakinan akan menghasilkan kebiasaan dalam fikiran ( habit of mind). Berbagai kepercyaan dpt dibedakan dengan membandingkan kebiasaan dalam pikiran yang dihasilkan. Dari situ, Pierce kmudian menmbedakan antara keraguan dengan keyakinan. Orang yg yakin psti berbeda dg orang ragu minimal dr dua hal : feeling and behaviour. Orang yang ragu selalu merasa tdk nyaman dan akan berupaya untuk menghilangkan kraguan itu untuk mnemukan kyakinan yang benar.
Pierce mengakui bahwa dalam sejarah manusia, usaha2 untuk mencari keyakinan yg benar itu setidaknya dilakukan dg brbagai cra,: pertama, a priori yang brasal dari bahasa latin : a (dari) dan priori (yang mendahului). A priori digunakan kontras dengan a posteriori, untuk mengacu pada kesimpulan2 yang kan kpd apa yg sdh ditentukan, bukan dari pengalaman. Oleh kearena itu, a priori mengacu kpd apa yabng dapat kita asalkan dari definisi dan apa yang tersirat dalam makna ide yang sudah diterima. A priori berarti tidak bergantung pada pengalaman inderawi. Barangkali ilustrasi yang tepat untuk a priori adalh kasus pnemuan obat malaria yang terjadi secara kebetulan.
1 komentar:
www.penerbitindieraya.wordpress.com/2012/07/14/paradigma-kebenaran-cara-memahami-kebenaran-sesungguhnya/
Posting Komentar