BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Poligami (poligini) dalam kehidupan masyarakat kita sering dipandang sebagai suatu problem yang sangat ditakuti kaum wanita. Padahal justru karena tidak diterapkan sistem poligami, maka problem terus meningkat di kalangan kaum wanita. Namun, amat mengherankan karena justru problem ini ditakuti walaupun telah membuat banyak wanita menderita. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman makna dan sasaran poligami serta kurangnya persiapan bagi yang mau melakukannya.
Dengan mengacu pada latar belakang di atas, maka kami di sini mencoba mendeskripsikan serta memaparkan tentang masalah poligami berdasarkan hadīṣ Nabi Muhammad Saw. ditinjau dari asbabul wurud al- hadīṣ (latar belakang munculnya hadīṣ) tentang poligami munasabah al- hadīṣ (korelasinya dengan hadīṣ lain), syarhul hadīṣ (penjelasan hadīṣ), serta qira’ah al-munzijah (analisis hadīṣ).
Dengan batasan rumusan masalah di atas, kami maksudkan supaya tidak terjadi kesalahpahaman masyarakat khususnya kalangan akademis, mahasiswa-mahasiswi tentang poligami dan monogami dalam dunia Islam khususnya dalam hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI POLIGAMI
Poligami secara etimologi(ilmu tentang asal-usul kata serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam masa perkembangan serta maknanya) berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari poli atau polus yang artinya banyak, dan kata gamein atau gamos, yang berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika dua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak.
Berpoligami atau menjalankan (melakukan) poligami sama dengan poligini yaitu mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama. Drs. Sidi Ghazalba mengatakan bahwa Poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan. Namun, dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu, dengan batasan, umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita. Sebagaimana mana dalam surat an-Nisā (4):3:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , Maka (kawinilah) seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
B. HADĪṢ TENTANG POLIGAMI
عن عائسة قا لت كان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم ما من يوم الا وهو يطو ف علينا جميعا امراة امراة فيد نو ويلمس من غير مسيس حتى يفضي الى التى هو يومها فيبيت عندها.
“Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Tiada satu kecuali Rasulullah berkeliling menemui kami semua (sebagai istri) seorang demi seorang. Beliau mendekat dan membelai kami tanpa hubungan (bersebadan) hingga sampai kepada yang mendapat gilirannya, dan di situlah beliau menginap.”
(H.R. Ibnu Hanbal).
C. MUFRADAT (KOSA KATA)
يطو ف (yatūfu) arti harfiyah dari kata yatūfu adalah berkeliling. Berkeliling yang dimaksud adalah beliau menemui istri-istri beliau setiap hari.
فيد نو ويلمس (fa yadnū wa yalmisu) mendekat dan membelai. Beliau membelai semua istrinya dengan adil, semua istri beliau bertemu dan merasakan kasih sayang Raulullah setiap hari.
غير مسيس (ghair masīsin) tanpa hubungan badan. Meskipun beliau membelai semua istrinya, namun tidak sampai kepada hubungan badan, hingga salah satu dari istri beliau mendapat giliran pada malam itu, lalu di rumah yang mendapat giliranlah beliau menginap.
D. SYARAH HADĪṢ (PENJELASAN HADĪṢ)
Dari hadīṣ di atas beberapa riwayat di atas, menginformasikan kepada kita tentang sifat-sifat keluarga poligami (poligini) sakinah yang terwujud dalam beberapa hal:
1) Pembagian waktu berlangsung dengan adil. Kendati yang mendapat giliran tidur bersama hanya seorang istri, namun semua istri bertemu dan merasakan kasih sayang suami setiap hari.
2) Keharmonisan rumah tangga Rasulullah tampak demikian indah kendati beliau beristri Sembilan.
3) Sebagian istri menyayangi sebagian lainnya. Hubungan di antara mereka terkadang diwarnai dengan bercanda namun tidak lepas dari bukti-bukti kasih sayang, seperti yang dialami ‘Aisyah dan Hafshah.
4) Beliau tidak tidur bersama istrinya sekehendaknya, sebelum ia mengundi salah satu di antara istri-istrinya, bila salah satu istri mendapat giliran tidur bersama beliau, maka di rumah istri itulah beliau menginap.
5) Dalam hadīṣ di atas dijelaskan Rasul memiliki banyak istri. Istri Rasul berjumlah sembilan. Ini hanya berlaku bagi Rasul. Hal ini Allah berikan kepada beliau untuk kebutuhan dakwah di masa hidup beliau. Sedangkan untuk umatnya, Islam mengizinkan batas maksimal empat orang istri. Salah satu kasusnya yaitu, ketika Ghailan bin Salamah memeluk Islam, ia beristri sepuluh orang. Lalu Nabi saw. pun menyuruhnya untuk memilih empat istri saja.
“Dari Ibnu ‘Umar bahwasannya seorang laki-laki dar Tsaqif bernama Ghilan bin Salmah masuk Islam, dan dia punya sepuluh istri. Maka Rasulullah saw. menyuruhnya untuk memilih empat orang dari mereka dan mencerai enam lainnya.” (H.R. Thabari).
E. MUNASABAH AL- HADĪṢ (KORELASI DENGAN HADĪṢ LAIN)
عن ابى هريرة, قا ل رسو ل الله صلى الله عليه وسلم "من كا ن له امراتا ن, يميل مع احدهما على الا خرى, جا ء يو م القيا مة, و احد شقيه سا قط"
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai dua orang istri, lalu lebih condong kepada yang satunya dari yang lain, kelak dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan sebelah badannya terjatuh (miring ke bawah).”
عن عائسة ان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم, كا ن اذا سا فر اقر ع بين نسائه.
“Dari ‘Aisyah, bahwasannya Rasulullah Saw. apabila hendak bepergian, beliau mengundi di antara istri-istrinya.”
F. QIRA’AH AL-MUNZIJAH (ANALISIS HADĪṢ)
Dari hadīṣ tentang poligami di atas menunjukkan bahwa Rasulullah adalah suri teladan yang sempurna dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam bergaul dengan semua anggota keluarga. Beliau membawa semua anggota keluarganya menuju kebaikan. Beliau membagi waktu, kenikmatan,perjalanan dan lainnya dengan adil.
Makna adil di sini berhubungan dengan kewajiban suami terhadap istri terutama dalam hal materi, seperti menyediakan rumah, pakaian, makanan, minuman, bermalam, serta yang berhubungan dengan pergaulan lainnya yang masih mungkin diusahakan agar tidak keluar dari kemampuan manusia.
Adapun keadilan rasa cinta dalam hati, bukan wewenang manusia dan tidak dapat diupayakan manusia. Hal itu merupakan aturan Allah yang tidak dapat berubah dengan usaha manusia. Maka kewajiban manusia adalah menjaga diri dari tunduk kepada kecintaan, dan menjaga perasaan istri jangan sampai tersinggung dengan perilaku berlebihan akibat kecintaan tersebut.
Berhubungan dengan keadilan hati, Rasulullah Saw. berdoa minta ampunan terhadap perbuatan yang tidak mampu beliau kerjakan.
“Ya Allah! Inilah yang dapat aku kerjakan menurut apa yang aku mampu. Dan janganlah Engkau mencelaku terhadap apa yang Engkau mampu sedangkan aku tidak mampu.” (H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah Saw. mengakui bahwa berlaku adil dalam membagi cinta bukan kemampuan manusia dan bukan pula wewenangnya, maka beliau berdoa memohon agar tidak dicela akibat tidak mampu berbuat adil dalam hal ini. Namun, beliau telah berupaya untuk berlaku seadil mungkin dalam pembagian harta. Beliau sangat mencintai ‘Aisyah namun kecintaan ini bukan berdasarkan kepada penampilan ‘Aisyah sebagai wanita yang termuda, akan tetapi karena hal lain yang sangat berguna bagi kepentingan dakwah. ‘Aisyah berperan sebagai penyambung lidah Raul terutama bagi kaum wanita.
G. HIKMAH POLIGAMI RASULULLAH SAW
Poligami yang berlangsung pada diri Rasulullah telah memainkan peran penting dalam penyebaran risalahnya terutama dalam:
1) Penyebaran Ilmu Islam
Dalam menerapkan syari’at ini tidak sedikit ditemui hal-hal yang spesifik bagi laki-laki atau perempuan. Untuk menjelaskan masalah kewanitaan kepada kaum wanita, Rasulullah sangat memerlukan bantuan dari istri beliau, karena beliau hanya bersedia menjelaskan kepada istrinya saja. Karena itu, beliau memerlukan istri yang potensial yang dapat membantu beliau menyebarkan Islam kepada kaum wanita. Sifat ini beliau temukan pada diri ‘Aisyah.
Sebagai bukti, ketika beliau kedatangan seorang wanita dari Anshar yang bertanya tentang bagaimana cara membersihkan najis karena haid, Rasul pun menyuruh agar mencucinya. Ketika wanita itu ingin mengetahui apakah pembersihan sudah mencapai suci atau belum, beliau menyuruhnya menggunakan kapas. Wanita tersebut ternyata tidak dapat memahaminya, maka dia pun bertanya lagi, “Bagaimana saya bersuci?”
Akhirnya ‘Aisyah mengambil tangan wanita itu dan menjelaskan bagaimana caranya. Dia berkata, “Perhatikan dengan menggunakan alat itu bekas darahnya.”
Tentu penyebaran ilmu Islam tidak hanya terbatas kepada masalah haid saja akan tetapi juga masalah lainnya yang sangat berhubungan dengan kewanitaan. Karena, Islam ajaran yang meliputi berbagai aspek kehidupan.
2) Meraih Dukungan Dakwah
Tidak syak lagi bahwa tersebarnya dakwah islamiyah ke seluruh masyarakat Arab disebabkan karena Rasulullah telah menikah dengan tokoh-tokoh wanita dari berbagai kabilah Quraisy. Realita sejarah membuktikan bahwa kabilah-kabilah tersebut memberikan respon positif kepada dakwah Rasulullah setelah mengawini wanita dari kalangan mereka yang membuat mereka pun masuk Islam berduyun-duyun dengan senang hati. Sebagai bukti,
a) Juwairiyah binti Harits bin Abu Dhirar.
Rasulullah menikahinya setelah berakhir perang bani Musthaliq. Juwairiyah adalah anak kepala suku kaumnya, sedang yang lainnya merupakan keluarga Juwairiyah. Dengan kata lain, di balik perkawinan in ada misi yang sangat luar biasa. Dengan perantaraannya, kaum bani Musthaliq sangat banyak yang memeluk Islam dengan senang hati, dan mereka menjadi sahabat Rasul seperti sahabat lainnya.
b) Ummu Habibah Ramli binti Abu Sufyan r.a.
Dia dinikahi Rasulullah setelah ditinggal oleh suaminya (Ubaidillah bin Jahsy) yang murtad.Dengan menikahi wanita ini, Rasulullah Saw. berharap akan bisa memasukkan ayahnya menjadi seorang Muslim, seorang musuh Islam dan Rasulullah, akhirnya Abu Sufyan pun masuk Islam.
c) Ummu Salamah
Rasulullah menikahinya setelah suaminya meninggal di medan perang, dan meniggalkan anak-anak yatim yang banyak. Maka Rasulullah menikahinya dengan tujuan untuk melindungi dan member kebutuhan anak yatim dan janda itu.
Dari ketiga contoh di atas, dapat diketahui dengan jelas bahwa pernikahan Rasulullah dengan beberapa orang perempuan tiada lain untuk kepentingan dakwah. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa masalah poligami (poligini) bukan masalah permainan akan tetapi masalah yang sangat serius.
3) Membuktikan Kesempurnaan Syari’at
Menurut tinjauan syari’at, pernikahan Rasulullah dengan beberapa orang perempuan memiliki beberapa makna, antara lain:
a) Menghapus budaya jahiliyah yang berhubungan dengan masalah adopsi.
Dalam adat Jahiliyah, anak angkat dinyatakan sebagai anak kandung sehingga hukum tidak membedakan mereka. Salah satu kasusnya yaitu menikahnya Zainab dengan Rasulullah Saw. Zainab dulunya istri anak angkatnya dan sekaligus bekas budaknya (Zaid bin Haritshah).
Maka jelaslah pernikahan Rasulullah dengan Zainab bertujuan unutk membuktikan kebenaran syari’at Islam dan membatalkan adat Jahiliyah dalam masalah adopsi. Kini dihalalkan menikahi dengna istri anak angkat.
b) Bertugas menyebarkkan ḥadÎṢ
Istri Nabi yang berperan dalam hal ini adalah ‘Aisyah r.a. Dia telah meriwayatkan dari Rasulullah sebanayk 2.210 ḥadÎṢ, Ummu Salamah sebanyak 378, sementara yang lainnya antara 11 sampai 65 ḥadÎṢ, Perbedaaan ini terjadi karena beberapa sebab yaitu; tingkat kecerdasan, masa pergaulan dengan Rasul, dan kesempatan menyampaikan ḥadÎṢ setelah Rasul wafat.
c) Penerapan prinsip keadilan
Rasulullah telah membuktikan berlaku adil pada jumlah istri yang lebih banyak. Karena itu, jika seorang berkeinginan untuk berpoligami maka hendaklah dia mempersiapkan diri hingga mencapaii keyakinan bahwa dia akan mampu berlaku adil, dengan mengkaji kehidupan Rasul dalam hubungannya dengan suami istrinya.
4) Merealisasikan prinsip bahu- membahu.
5) Memperkokoh ikatan persahabatan.
6) Memberi teladan dan perbaikan umat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Poligami dalam Islam itu diperbolehkan jika berdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan manusiawi yang sangat penting- baik secara individual maupun sosial- ia memperbolehkan seorang muslim menikah dengan lebih dari satu perempuan (batas maksimal yaitu empat istri), lebih dari empat merupakan pemberian khusus dari Allah kepada Rasulullah demi tersebarnya “DÎn al-Islām”.
Islam mengajarkan bagi pemeluknya untuk berlaku adil dalam berpoligami. Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah. Beliau mengundi istri-istrinya jika hendak bepergian. Beliau lakukan itu tidak lain kecuali untuk menghindari penyesalan dan demi kelegaan hati semua pihak.
Islam memperingatkan pula bahwa jika seseorang tidak mampu untuk berbuat adil, maka hendaklah dia tidak melakukan poligami cukuplah satu saja baginya.
...
“…jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...” (Q.S. An-Nisā: 3).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
BUKU
Islam Mubarak, Saiful, Poligami antara Pro & Kontra, Bandung: Syaamil, 2007.
Khoeruddin Nasution, Riba & Poligami:Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad Abduh, Yogyakarta: ACAdeMIA, 1996.
Qardhawi, Yusuf , Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, terj. Wahid Ahmadi (et.al), cet. ke-4, (Solo: Darul Ma’rifah, 2007.
Shonhaji, Abdullah , Tarjamah Sunan Ibnu Majah, Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1992.
INTERNET
http://www.cybermq.com.
0 komentar:
Posting Komentar