Fenomena organisasi pada umumnya tidak terlepas dari peranan, kegiatan, dan keterampilan pimpinan organisasi. Sebaliknya, perkembangan fenomena organisasional juga membentuk peranan-peranan (keterampilan) baru bagi pimpinan organisasi. Keduanya saling membentuk satu sama lain. Para ahli dalam bidang ini memandang bahwa fenomena organisasional dapat dijelaskan dalam kerangka kuasa-menguasai dan pengaruh-mempengaruhi.
Pemimpin organisasi pada umumnya dipandang sebagai orang yang berusaha menguasai dan mempengaruhi orang atau kelompok agar dapat melakukan dan mengerjakan sesuatu sebagai bagian dari usaha mencapai kebaikan organisasi. Kekuasaan yang dimaksud adalah potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi dan mengemudikan orang lain agar berpikir dan bertindak sesuai dengan yang diinginkannya (Robbins, 2002:50; Pace dan Faules, 2002:253).
Dalam konteks administrasi aktualisasi potensi pengaruh-mempengaruhi tidak terbatas pada hirarkhi organisasional semata (Sutisna, 1993:301).
Dengan kata lain, dimensi kekuasaan tidak hanya dimiliki secara legal oleh orang yang memiliki kedudukan saja. Implikasinya adalah dalam kondisi dan situasi yang bebas hirarki, proses kuasa menguasai dan pengaruh mempengaruhi terjadi sebagai implikasi logis dari hubungan-hubungan sistem sosial. Singkatnya, siapapun dalam kondisi dan situasi apapun memiliki peluang yang sama untuk mempengaruhi orang lain. Untuk kepentingan studi ini, konsep mempengaruhi hanya dibatasi pada pemimpin organisasi yang pada dasar nya memiliki potensi mempengaruhi secara legal.
Kepemimpinan adalah proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Untuk lebih mempermudah dalam memahami kepemimpinan tersebut perlu digunakan beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain adalah pendekatan kemimpinam berdasarkan sifat, pendekatan kepemimpinan berdasarkan tingkah laku, dan pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori situasional, serta pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori penerimaan.
1. Pendekatan Kepemimpinan Berdasarkan Sifat atau Ciri-ciri
Pendekatan sifat pada kepemimpinan artinya rupa dari keadaan pada suatu benda, tanda lahiriah, ciri khas yang ada pada sesuatu untuk membedakan dari yang lain.
Suatu pertanyaan penting yang dapat diajukan adalah apakah sifat-sifat yang membuat seseorang itu sehingga menjadi pemimpin ? teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali mulai dari zaman Yunani Kuno dan zaman Roma. Ketika itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori The Great Man mengatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin, ia akan menjadi pemimpin, apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
Setelah mendapat pengaruh pendidikan dan pengalaman , oleh karena itu sejumlah sifats-sifat seperti fisik, mental dan kepribadian menjadi pusat perhatian untuk diteliti di sekitar tahun 1930 sampai 1950-an. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kecerdasan selalu muncul dengan presentase yang tinggi, kemudian inisiatif, keterbukaan, rasa humor, antusiasme, kejujuran, simpati dan percaya pada diri sendiri.
Dalam menentukan pendekatan sifat ini ada dua jenis pendekatan, yaitu :
- Membandingkan sifat orang yang tampil sebagai pemimpin dengan orang yang tidak menjadi pemimpin. Pemimpin lebih terbuka dan lebih percaya diri. Tetapi ada juga orang yang punya sifat seperti itu namun, tidak jadi pemimpin, dan sebaliknya ada juga orang yang tidak memiliki sifat tersebut, tetapi ia jadi pemimpin. Misalnya Abraham Lincoln bersifat pemurung dan tertutup, Napoleon badannya agak pendek
- Membandingkan sifat pemimpin efektif dengan pemimpin yang tidak efektif. Intelegensi, inisiatif, dan kepercayaan diri berkaitan dengan tingkat manajerial dan prestasi kerja yang tinggi. Kepemimpinan efektif tidak bergantung pada sifat-sifat tertentu, melainkan lebih pada beberapa corak sifat-sifat pemimpin itu dengan kebutuhan dan situasinya.
Menyadari bahwa tidak ada korelasi sebab akibat dari sifat-sifat yang diamati dalam penelitian dengan keberhasilan seorang manajer, maka
Veithzal (2004: ) merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu :
- Kecerdasan; pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin,
- Kedewasaan ; pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial,
- Motivasi diri dan dorongan berprestasi; pemimpin cenderung mempunyai motivasi yang kuat untuk berprestasi,
- Sikap hubungan kemanusiaan ; pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan bawahan.
a) Pengetahuan Umum Yang Luas
Salah satu aksioma tentang kepemimpinan yang telah umum diterima, baik oleh para teorits maupun oleh praktisi, ialah bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak sebagai seorang generalis. Kehadiran generalis dengan pengetahuan yang ilmiah yang luas yang memungkinkannya berpikir dan bertindak dengan pendekatan holistic dan integralistik.
b) Kemampuan Betumbuh dan Berkembang
Pentingnya kemampuan bertumbuh dan berkembang lebih jelas lagi terlihat apabila diingat bahwa setiap organisasi bergerak dalam suatu lingkungan yang dinamik dan selalu berubah. Bahkan perubahan itu sering berlangsung dengan sangat cepat, baik sebagai akibat perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun karena tuntutan masyarakat yang sering terjadi berdasarkan deret ukur, bukan berdasarkan deret hitung. Hal ini sangat jelas terlihat dalam dunia keniagaan di mana tingkat kedaluwarsa suatu produk dapat terjadi alam waktu yang sanga tsingkat.
Tepatlah ungkapan yang berkata bahwa dalam zaman modern seperti sekarang ini seseorang atau suatu organisasi “harus terus berlari hanya untuk sekedar tetap berada di tempat, berhenti berlari akan berarti ketdinggalan dan ketinggalan berarti kemunduran”. Kemunduran berarti ketidakberhasilan mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
c) Sifat Yang Inkuisitif
Sifat inkuisitif, atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal, yaitu: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang telah dimiliki, kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sifat inkuitif merupakan kelanjutan dari atau mnaifestasi dari kemampuan bertumbuh dan berkembang
d) Kemampuan Analitik
Berbagai teori tentang kepemimpinan yang efektif dan pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tidak lagi terletak pada kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan yang ebrsifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan adalah integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.
Berpikir integralistik berarti memperlakukan organisasi sebaai satuan yang bulat meskipun di dalamnya terdapat berbagai satuan kerja yang menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan aneka ragam spesialisasi. Cara berpikir strategik pada daarnya berarti bahwa seorang pemimpin harus menganalisis mana di antara berbagai kegiatan organisasional yang diselenggarakan sendiri dan dierahkan kepada pejabat lain. Sedangkan berpikir orientasi pemecahan masalah jelasa menuntut kemampuan analitik, mulai dari identifikasi masalah-masalah, pengumpulan dan penelaahan informasi yang diperlukan, analisis berbagai alternative pemecahan yang mungkin ditempuh, penentuan pilihan pemecahan sedemikian rupa sehingga pelaksanaannya bena-benar membawa organisasi kepada pemecahan yang tuntas serta dapat dipertanggung jawabkan.
e) Daya Ingat yang Kuat
Walapun dalam teori kepemimpinan tidak terdapat petunjuk yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa seorang pemimpin harus jenius. Akan tetapi kemampuan intelektualnya seperti daya kognitif dan penalaran haruslah di atas kemampuan rata-rata dari orang yang dipimpinnya. Salah satu bentuk kemampuan intelektual tersebut adalah daya ingat. Mungkin terlalu sukar untuk memenuhi tuntutan agar semua orang yang menjadi pemimpin memupnyai daya ingat yang kuat. Akan tetapi sebalinya sukar membayangkan seseorang yang pelupa jadi pimpinan yang berhasil
Memang benar bahwa alat-alat Bantu tertentu, seperti komputer, dewasa ini tersedia guna membantu seseorang mengumpulkan dan menyimpan informasi yang diperlukan dalam jumlah yang sangat besar yang sekaligus mampu membantu delam penelusuran kembali informasi tersebut dengan akurasi dan kecepatan yang sangat tinggi. Akan tetapi kuantitas dan kualitas informasi tersebut sangat tergantung masukan, karena seperti diketahui komputer tidak memliki kemampuan untuk menentukan sendiri informasi mana yang diperlukan dan relevan untuk kepentingan organisasi
Artinya, tanpa mengurangi peranan penting yang dapat dimaikan berbagai alat Bantu yang semakin lama semakin canggih itu, berkat penemuan dan perkembangan pesat di bidang teknologi, hakikat daya ingat yang kuta sebagai salah satu ciri pemimpin yang efektif tidak akan berkurang.
f) Kapasitas Integratif
Dengan kemampuan integrative yang tinggi, pimpinan dalam organisasi akan mampu menjelaskan kepada semua pihak dalam organisasi bahwa skala prioritas yang telah ditetapkan dalam rencana memang diperlukan penunjukkan dan perlakuan khusus terhadap satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik. Dalam penjelasan demikian perlu ditekankan dua hal, yaitu:
Penunjukkan satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik tidak mengurangi, apalgai menghilangkan, peranan, fungsi, tanggung jawab dan kegiatan satuan-satuan
Predikat satuan kerja strategik tidak bersifat permanen karena apabila terjadi pergeseran skala prioritas kerja organisasi, pasti trejadi pula perubahan dalam penunjukkan satuan kerja strategik
g) Keterampilan Berkomunikasi
Secara Efektif
Dalam kehidupan organisasional terdapat empat jenis fungsi komunikasi, yaitu:
Fungsi motivasi. Peranan komunikasi tidaklah kecil dalam mendorong motivasi kuat dalam diri anggota organisasi untuk berkarya lebih tekun. Hal ini dilakukan dengna jalan menjelaskan kepada mereka apa yang yang harus dilakukan, hasil penilaian tentang pelaksanaan tugas masing-masing dan cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan prestasi kerja di masa-masa yang akan datang
Fungsi ekspresi emosi. Komunikasi yang terjadi dalam orgnaisasi harus mampu memainkan dua peranan penting yaitu sebagai wahana untuk menyampaikan keluhan untuk mana pimpinan diharapkan menjadi pendengar yang baik dan sebagai saluran menyatakan kepuasaan atas keberhasilannya menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya
Fungsi informasi. Artinya komunikasi sebagai wahana penyamapaian informasi yang diperlukan oleh berbagai pihak untuk memperlancar jalannya proses pengambilan keputusan.
Fungsi pengawasan. Komuniksi selaku pengendali para anggota organisasi. Dikatakan demikian karena dalam suatu organisasi para anggotanya diharapkan taat kepada petunjuk, peraturan dan norma-norma yang berlaku bagi para anggota organisasi yang bersangkutan.
h) Keterampilan Mendidik
Disenangi atau tidak, setiap pejabat pimpinan adalah seorang pendidik. Mendidik disini diartikan luas, tidak terbatas hanya pada cara-cara mendidik yang ditempuh secara formal. Misalnya, jika seorang pimpinan melihat seorang bawahannya melaksanakan tugas dengan cara yang tidak atau kurang tepat, seorang juru tik misalnya, dan menunjukkan cara yang benar, pimpinan yang bersangkutan sesungguhnya telah melakukan peranans ebagai pendidik
Kalau seorang pimpinan menunjukkan sikap dan perilaku yang pantas untuk ditiru oleh orang lain, ia pun telah memainkan peranannya sebagai pendidik. Jelaslah bahwa kemampuan menggunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi merupakan pencerminan peranannua sebagai pendidik.
i) Rasionalitas
Dalam dunia manajemen ada ungkapan yang berkata bahwa para pejabat pimpinan dalam suatu organisasi untuk berpikir dan bukan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat teknis operasional. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebagian besar waktu kelompok eksekutif digunakan untuk berpikir. Semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi.
Kesemuanya itu berarti bahwa setiap pimpinan harus mampu berpikir dan bertindak secara rasional, tidak hanya dalam menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinannya, akan tetapi dalam menentukan sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar organisasi.
j) Objektivitas
Setiap pimpinan diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebaai bapak dan penasehat bagi bawahannya. Memainkan peranan tersebut berarti, antara lain, bahwa pimpinan menjadi tempat bertanya bagai para anggota organisasi, tidak hanya menyangkut berbagai hal yang ada kaitannya secara langsung dengan kehidupan organisasional akan tetapi juga mungkin yang pribadi sifatnya, seperti masalah keluarga.
k) Pragmatisme
Dinyatakan secara sederhana, pragmatisme pada dasarnya berarti bnerpikir dan bertindak secara realistic. Berpikir dan bertindak pragmatik sama sekali tidak berarti tidak boleh mempunyai cita-cita yang tinggi, bersikap fatalistik, menganut faham deterministik atau bersikap pasrah.
Dalam kehidupoan organisasional, sikap pragmatik biasanya terwujud dalam bentuk sebagai beriktu:
Kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistic tanpa melupakan idealisme
Menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup organisasi tidak selalu meraih hasil yang diharapakan
l) Kemampuan menentukan Peringkat Prioritas
Suatu organisasi tidak mungkin melakukan semua kegiatan yang seyogyanya dilaksanakan dengan intensitas yang sama. Berarti selalu ada keharusan untuk menentukan skala prioritas tertentu. Perlunya menentukan skala prioritas tertenti tidak hanya dituntut oleh keterbatasan kemampuan organisasional akan tetapi juga oleh situasi yang dihadapi, kondisi yang menantang, rintangan yang menghadang dan ancaman yang timbul. Bahkan faktor-faktor tersebut menuntut peninjauan secara berkala skala prioritas yang telah ditetapkan untuk menyesuaikannnya dengan situasi dan kondisi yang diperkirakan akan dihadapi di masa depan
m) Kemampuan Membedakan Yang Urgan dan Yang Penting
Salah satu konsekuensi logis adanya skala prioritas tertentu ialah bahwa seorang pimpinan perlu memilik kemampuan untuk membedakan kegiatan apa yang bersifat urgan dan kegiatan yang bersifat penting. Bahkan sesungguhnya kemampuan demikian harus bersifat naluriah dalam arti bahwa secara intuitif.
Titik tolak yang digunakan untuk membedakan kegiatan berdifat urgen dan kegiatan bersifat penting ialah bahwa sesuatu yang urgen harus dielesaikan segera untuk mana kecepatan bertindak merupakan criterion utama. Biasanya sesuatu yang urgen telah jelas prosedur dan mekanisme kerja yang digunakan dan oleh karenanya, pelaksanaanya pun dapat diserahkan kepada orang lain. Sedangkan kegiatan yang bersifat penting, faktor kecepatan bukan merupakan faktor yang menetukan. Yang lebih diperlukan adlah ketelitana dan pemikiran yang matang. Jika demikian halnya, maka keterlibatan pimpinan menjadai penting dan bahkan mungkin mutlak.
n) Naluri Tepat Waktu
Seiring keberhasilan seorang pimpinan dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya sangat ditentukan oleh kemampuannya memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
o) Rasa Kohesi Yang Tinggi
Fungsi kepemimpinan selaku mediator bahwa keberhasilan mengatsai suatu situasi konflik dapat berakibat pada meningkatnya rasa senasib sepenanggungan antara para anggota organisasi. Hal demikianlah yang sesungguhnya yang dimaksud dengan kohesi organisasional dalam mana para anggota organisasi memiliki rasa solidaritas organisasional yang tinggi pada gilirannya mempermudah usaha peningkatan kerja sama terlepas dari hierarki, struktur, pembagian tugas dan pole pendelegasian wewenang yang terdapat dalam organisasi bersankutan.
p) Rasa Relevansi Yang Tinggi
Seorang pimpinan perlu selalu menyadari kenyataan kelangkaan sumber dana dan daya yang tersedia baginya mengharuskannya bekerja dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang setinggi mungkin, berarti bahwa pimpinan tersebut dituntut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi danlangsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional yang telah ditentukan sebelumnya.
Tingkat relevansi yang tinggi itu penting, karena apablia tidak, akan banyak tenaga, waktu, biaya dan sarana yang tebuang percuma.
q) Keteladanan
Seorang pimpinan harus mampu nmemproyeksikan kepribadiannya dalam bentuk kesetian kepada organisasi, kesetian kepada bawahan, dedikasi kepada tugas, disiplin kerja, landasan moral dan etika yang digunakan, kejujuran, perhatian kepada kepentingan dan kebutuhan bawahan dan berbagai nilai-nilai lainnya yang bersifat positif.
Efektivias kepemimpinan seseorang akan lebih besar lagi apabila keteladanannya tidak hanya tercermin dalam kehidupan organisasional, akan tetapi juga dalam kehidupan pribadinya, seperti kehidupan keluarga yang harmonis, gaya hidup yang sesuai dengan kemampuan dengan memperhitungkan keadaan lingkunagan dan kepekaan terhadap kondisi sosial sekitarnya.
r) Menjadi Pendengar Yang Baik
Dapat dinyatakan secara kategorikal bahwa tidak ada manusia yang demikian pintarnya sehingga ia tidak perlu lagi belajar dari orang lain. Atau demikian objektif dan rasional sehingga ia tidak lagi memerlukan masukan dari berbagai pihak dengan siapa ia melakukan interaksi.
Dalam kehidupan organisasional, setiap orang, termasuk pimpinan, perlu:
Mendengarkan perintah, instruksi, nasihat dan pengarahan dari atasannya
Mendengarkan saran, pandangan dan nasihat dari rekan-rekan setingkat
Memperoleh pengetahuan baru dari para ahli, baik yang berada di lingkungan organisasi ataupun di luar organisasi
Mendengarkan para bawahan yang ingin menyampaikan saran dan pendapat, bahkan juga mungkin keluhan masalah yang dipandangnya tidak dapat dipecahkannya sendiri
Ada ungkapan yang berkata bahwa manusia mempunyai dua telinga dan hanya satu mulut karena manusai diharapkan lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara. Pengalaman menunjukkan bahwa menjadi pendengar yang baik merupakan salat satu ciri pemimpin yang baik
s) Adaptabilitas
Kepemimpinan selalu bersifat situsional, kondisional, temporal dan spatial yang berarti gaya kepemimpinan seseorang, misalnya gaya demokratik, tidak mungkin dapat diterapkan secara konsisten tanpa memperhitungkan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Beberapa contoh perwujudan adaptabilitas kepemimpinan adalah sebagai berikut:
Seorang pimpinan tidak akan mudah melakukan generalisasi, melainkan melihat setiap situasi sebagai hal yang khas
Dalam memecahkan masalah, ia tidak akan terperangkap oleh cara pemecahan tertentu hanya karena cara tersebut pernah digunakannya di masa lalu dan dinilai membuahkan hasil yang baik
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, gaya, teknik dan bahasa yang digunakan disesuaikan dengan tingkat pengetahuan, kedewasaan dan kondisi pihak dengan siapa seorang berkomunikasi
t) Fleksibilitas
Ciri ini berkaitan dengan sifat yang adaptif, fleksibilitas adalah sikap yang luwes. Sikap ini berarti mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir,cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang. Karena itu fkesibilitas tidak di identikan dengan tidak adanya pendirian, sifat bunglon, plin plan dan sifat-sifat sejenis yang biasanya berkonotasi negatif.
u) Ketegasan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sikap yang flekibilitas tidak identik dengan sikap yang tidak tegas atau ragu-ragu. Yang juga perlu ditekankan ialah ketegasan dalam bertindak perlu disertai oleh sikap fleksibel. Ketegasan diperlukan dalam menghadapi situasi problematik, terutama yang timbul karena disiplin kerja yang tidak setinggi yang diharapkan
v) Keberanian
Salah satu ciri kehidupan manajerial ialah terdapatnya berbagai jenis resiko dalam mengemudikan dan menjalankan roda organisasi. Resiko dapat timbul karena faktor-faktor intern maupun ekstern. Salah satu contohnya adalah dalam proses pengambilan keputusan. Telah umum diketahui bahwa pengambilan keputusan adalah usaha sadar dan perhitungan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi situasi problematik
Pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang paling matang sekalipun tetap mengandung resiko ketidk-tepatan atau ketidak-berhasilan. Banyak hal yang menyebabkan mengapa keputusan tersebut meleset dari yang diharapkan. Timbulnya resiko tertentu berkaitan erat dengan kenyataan bahwa ciri utama masa depan yang dihadapi dalam kehidupan organisasional adalah ketidakpastian.
Akan tetapi ketidakpastian tidak lalu membenarkan sikap ragu-ragu. Artinya, resiko yang diambil harus didasarkan atas perhitungan yang sangat matang seperti kekuatan dan kelemahan organisasi serta peluang dan ancaman dari luar.
Untuk hasil yang lengkap dan jelas dalam bentuk Microsoft Word, silahkan download atau unduh disini
0 komentar:
Posting Komentar