Penjelasan Etika Politik
Politikus profesional yang negarawan, itulah idaman setiap rakyat yang akan membawa aspirasi,
dan memperbaiki nasibnya. Rakyat yang secara alamiah memahami politik melalui proses
pemilihan umum, rakyat mengawasi dan menilai setiap kegiatan politik. Alhasil, tidak mustahil
terjadi pergolakan dan tindakan-tindakan kekerasan, melanggar hukum dan sejenisnya dalam
kegiatan politik, baik karena ketidak tahuan, maupun acapkali karena terkena hasutan para
politikus yang tidak menggunakan etika.
Seorang politikus yang profesional adalah seorang yang cakap membawa aspirasi masyarakat
dengan isu-isu yang mencuat kepermukaan yang perlu dipecahkan ke arena politik dengan
menggunakan etika politik.
Digunakan judul "Berpolitik Yang Profesional" menunjukkan dan menekankan pada proses
politik, yaitu "Berpolitik" dan lebih mengena daripada "Politikus yang Profesional" yang
menunjukkan dan menekankan pada subjeknya, yaitu orangnya. Hasil dari "Berpolitik yang
Profesional" (proses) diharapkan lebih terjamin profesional daripada politikus yang professional,
karena mungkin prosesnya tidak profesional. Hanya politikus yang professional yang dapat
melakukan proses yang profesional. Seorang politikus yang professional harus memahami
masyarakat, bangsa dan negaranya, demikian pula demokrasi, HAM, peraturan perundangundangan
tentang Pemilu, Partai Politik, Visi dan Misi bangsa serta etika politik.
Piet Go O Carm, dkk dalam buku Moral Politik (2004) menyatakan: jika The Common Good
sebagai prinsip etika politik mewajibkan setiap warga negara atau warga masyarakat untuk
menggapai jabatan publik dan institusi sosial politik sebagai instrumen untuk mengupayakan
hidup baik untuk bersama dan setiap orang. Konsep ini mengandung beberapa tuntutan;
Pertama, Prinsip The Common Good menentang politik identitas sempit, yakni partai atau
program politik yang hanya memperjuangkan kepentingan atau kesejahteraan bagi kelompok
identitas tertentu.
Kedua, Prinsip The Common Good sebagai prinsip etika politik melawan politik simbolis, yakni
politik yang mengandalkan daya simbolis dari sesuatu yang berkaitan dengan agama atau unsur
kebudayaan tertentu.
Ketiga, Prinsip The Common Good mewajibkan semua lembaga pemerintahan dan lembagalembaga
perwakilan rakyat untuk benar-benar dekat dengan rakyat, memberi kondisi riel
masyarakat, dan mengangkat kondisi riel masyarakat, mengambil kebijakan yang memenuhi
kepentingan rakyat.
Keempat, prinsip The Common Good dapat menjadi dasar moral bagi birokrat atau pegawai
negeri meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.
Prof. Dr. J.E. Sahetapy Guru Besar Universitas Airlangga, Ketua Komisi Hukum Nasional
Republik Indonesia dalam makalahnya berjudul "Moral dan Sopan Santun Politik" menyatakan, di
zaman otokratiknya Suharto dimana tampaknya semua serba teratur dan seolah-olah ada
kedamaian, para politisi dan birokrat sesungguhnya hanyalah pion-pion belaka yang
dikendalikan melalui ancaman yang terselubung. Dengan perkataan lain, para politisi seperti
memiliki moral dan "fatsoen politik" (sopan santun politik). Ia lebih jauh menjelaskan bahwa
moralitas fatsoen, ataupun sopan santun politik di DPRD-DPRD sudah hilang tak terbekas.
Etika Politik Islam
Prof. DR. Azyumardi Azra, MA dalam kata pengantar buku Faizal Baasir berjudul: "ETIKA
POLITIK, Pandangan Seorang Politisi Muslim" mengatakan: kemorosotan etika politik merupakan
masalah terbesar yang di hadapi Indonesia sejak reformasi, menyusul jatuhnya Presiden Soeharto
dari kekuasaan pada Mei 1998. Kemerosotan etika politik ditandai dengan semakin luasnya KKN,
politik uang, sampai pada demontrasi-demontrasi massa yang sering tidak memperhatikan etika
politik, out of control dan berubah menjadi anarkis. Lebih jauh ia mengatakan bahwa dari
prespektif Islam gejala kemerosotan ini juga terjadi di elite politik pada umumnya. Tradisi adat
dalam Islam pada dasarnya mempresentasi moral terhadap etika dan moralitas. Para pemikir
politik Islam (fiqih siyasah) menulis tentang tradisi adat yang mereka tujukan kepada hubungan
antara penguasa terhadap rakyatnya, antara rakyat dan penguasanya dan sesama rakyat dan
seterusnya.
Menurut Faisal Baasir beberapa prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini antara lain meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah,
prinsip keadilan sosial, prinsip persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi
manusia, prinsip peradilan bebas, prinsip perdamaian dan keselamatan, prinsip kesejahteraan,
prinsip ketaatan rakyat.
Etika Politik Kristiani
Mark Hatfield, seorang pendeta dalam makalahnya menjelaskan: sejak mulanya, bangsa Amerika
telah dipengaruhi oleh iman Kristen. Pada Constitutional Convention tahun 1787, doa dipanjatkan
oleh para pemimpin untuk meminta hikmah dan petunjuk bagi pembentukan sebuah negara
republik. Politisi juga memperhatikan masalah rohani di bidang penatalayanan. Jika anggota
gereja berbicara mengenai sistem pajak yang tidak adil yang penuh dengan ketimpangan, berarti
juga berbicara masalah rohani tentang keadilan dan kejujuran. Bila berbicara mengenai
kecurangan politik, berarti umat sedang berbicara mengenai persoalan-persoalan rohani, kejujuran
dan integritas.
Norman Geisler dalam makalahnya menjelaskan, sebagai orang Kristen yang beriman, semua
dipanggil supaya menjadi terang di tempat yang gelap, menjadi garam yang menembusi dunia
yang busuk ini. Yakobus 4:17 berkata: "Jadi jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik,
tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.
Etika Politik Katolik
Etika Politik Katolik menurut Piet Go O Carm, dkk dalam buku Etos dan Moral Politik,
mengatakan "berpolitik adalah pengabdian untuk mengupayakan bonum cammune
(kesejahteraan umum). Ini menyangkut orang banyak, bukan hanya orang per orang atau
kelompok. Tujuannya adalah mensejahterakan seluruh bangsa bahkan sebagian besar umat
manusia.
Etika Politik Protestan
Bisakah dua orang Kristen mempunyai pandangan politik yang berbeda, tetapi secara moral
keduanya benar? Menurut Tom Minnery dalam makalah "Perbedaan Politik dan Kesatuan Moral"
Sudah tentu bisa. Sebagai orang Kristen, panggilan supaya membumbui masyarakat tempat
tinggal dengan garam hikmat moral, garam keadilan dan garam belas kasihan. Hukum, tradisi,
seluruh kebudayaan seharusnya diperbaiki oleh kebajikan orang-orang Kristen yang hidup di
dalamnya dan yang menyodorkan pengaruh kesalehan mereka kepada masyarakat
Setiap kali orang-orang Kristen berusaha mempengaruhi masyarakat agar menuju kebaikan,
mereka ternyata terlibat dalam bidang poliitk, karena di negara demokrasi, arena politik adalah
2
tempat permasalahan umum untuk diperdebatkan dan diselesaikan. Dan dalam praktek politik,
ada banyak jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Jadi tidak mengejutkan bila orang Kristen,
yang berjuang dengan tujuan moral yang sama, mempunyai strategi politik yang berbeda dalam
mencapai tujuan tersebut. Contohnya, semua orang Kristen setuju bahwa manusia, yang
diciptakan menurut gambar Allah, tak ternilai harganya dan seharusnya dihindarkan dari
kengerian perang nuklir. Bagaimanapun, apakah ada tindakan menolak ciptaan Allah yang lebih
dahsyat daripada tindakan membinasakan ciptaan itu? Demikianlah banyak orang Kristen
menjadi sangat prihatin atas perlombaan senjata nuklir di Amerika dan di seluruh dunia.
Di dalam panggung ilmu politik dan politik praktis, istilah etika mendapat tempat yang penting.
Etika berasal dari kata etic, Inggris, yang artinya nilai, moral, sopan santun.
Bila etika dipisahkan dari politik maka akan terjadi penindasan, pemaksaan, menghalalkan segala
cara, yaitu politik sebagai alat untuk melakukan segala sesuatu yang baik atau buruk, tanpa
mengindahkan kesusilaan. Hanya dengan jalan menjalankan kesusilaan, moralitas sebagai dasar
politik, maka dapat diharapkan akan adanya politik yang mengindahkan aturan-aturan
permainan, apa yang harus dilakukan apa yang wajib dibiarkan atau tidak boleh dilakukan.
Bagi Bangsa Indonesia, Etika Politiknya harus mengakar pada etika bangsa, yang sudah menjadi
TAP MPR tahun 2001, yang bersumber dari nilai-nilai hukum bangsa, agama, budaya bangsa, dan
juga dari universal.
Etika Bangsa Indonesia
Dalam upaya menata panggung politik bangsa sekaligus menata kehidupan nasional setelah
paska Soeharto, maka pada Sidang Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia (MPRRI)
tahun 2001 menetapkan "Etika Kehidupan Bangsa". Ketetapan ini tertuang dalam TAP MPR RI
No.VI/MPR/2001. Ketetapan ini menginstruksikan Presiden dan Lembaga Tinggi Negara serta
masyarakat untuk melaksanakan ketetapan Etika kehidupan nasional dalam penyelengaraan
kehidupan berbangsa.
Etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya
yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila
sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa,
bermasyarakat dan bernegara.
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan,
sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga
kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Etika kehidupan berbangsa dalam TAP
MPR 2001 ini, diuraikan secara lengkap, meliputi Etika Sosial dan Budaya, Etika Politik dan
Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan, Etika
Keilmuan dan Etika Lingkungan.
Visi dan Misi Bangsa
Dewasa ini bangsa-bangsa di dunia menetapkan Visinya masing-masing, menggeser tujuan
nasional yang dahulu dirumuskan secara padat dan bulat. Visi menjadi suatu yang fenomenal
yang diangkat dari Kitab Suci yaitu Penglihatan (Vision) yang diberikan Yang Maha Kuasa
kepada hambaNya atau nabiNya. Visi yang diberikan yang Maha Kuasa pasti terjadi, demikianlah
hendaknya Visi yang di buat oleh manusia dengan pertolonganNya.
Pengertian Visi
Visi adalah wawasan ke depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Visi bersifat
kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk berbuat. Visi tersebut
3
merupakan sumber inspirasi, motivasi, dan kreativitas yang mengarah pada proses
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang dicita-citakan.
Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara diorientasikan ke arah perwujudan visi
tersebut karena pada hakekatnya hal itu merupakan penegasan cita-cita bersama seluruh rakyat.
Cita-cita Luhur Bangsa Indonesia
Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah digariskan oleh para pendiri negara, seperti dicantumkan
dalam alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sebagai berikut: "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
Dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, disebutkan pula: "Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (1)
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, (2) mencerdaskan kehidupan bangsa, (3) dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia, (4) yang berdasarkan Kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial
Visi Indonesia 2020
Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu,
demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara.
Kaidah Pelaksanaan
a) Menyarankan kepada semua penyelenggara negara dan seluruh komponen bangsa untuk
menggunakan Visi Indonesia 2020 sebagai pedoman dalam merumuskan arah kebijakan dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
b) Visi Indonesia 2020 perlu disosialisasikan sehingga dapat dipahami dan dipergunakan oleh
masyarakat sebagai acuan dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tantangan Bangsa Menjelang Tahun 2020
Dalam mewujudkan Visi Indonesia 2020, bangsa dan negara menghadapi tantangan keadaan dan
perubahan saat ini dan masa depan, baik dari dalam maupun luar negeri, sebagai berikut:
Pertama, pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara
Kemajemukan suku, ras, agama dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang harus diterima
dan dihormati. Pengelolaan kemajemukan bangsa secara baik merupakan tantangan dalam
mempertahankan integrasi dan integritas bangsa. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan
pengelolaan otonomi daerah yang menggunakan konsep negara kepulauan sesuai dengan
Wawasan Nusantara merupakan tantangan pembangunan daerah dalam lingkup Negara kesatuan
Republik Indonesia. Disamping itu, pengaruh globalisasi juga merupakan tantangan bagi
pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara.
Kedua, sistem hukum yang adil
Semua warga negara berkedudukan sama di depan hukum dan berhak mendapatkan keadilan.
Hukum ditegakkan untuk keadilan dan bukan untuk kepentingan kekuasaan ataupun kelompok
kepentingan tertentu. Tantangan untuk menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum
yang adil serta institusi hukum dan aparat penegak hukum yang jujur, profesional dan tidak
terpengaruh oleh penguasa. Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum,
keadilan, dan pembelaan hak asasi manusia.
Ketiga, sistem politik yang demokratis
4
Tantangan sistem politik yang demokratis adalah terwujudnya kedaulatan di tangan rakyat,
partisipasi rakyat yang tinggi dalam kehidupan politik, partai politik yang aspiratif dan efektif,
pemilihan umum yang berkualitas. Sistem politik yang demokratis ditopang oleh budaya politik
yang sehat, yaitu sportivitas, menghargai perbedaan, santun dalam perilaku, mengutamakan
kedamaian, dan anti kekerasan dalam berbagai bentuk. Semua itu diharapkan melahirkan
kepemimpinan nasional yang demokratis, kuat dan efektif.
Keempat, sistem ekonomi yang adil dan produktif
Tantangan sistem ekonomi yang adil dan produktif adalah terwujudnya ekonomi yang berpihak
pada rakyat serta terjaminnya sistem insentif ekonomi yang adil, dan mandiri. Sistem ekonomi
tersebut berbasis pada kegiatan rakyat, yang memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan
berkesinambungan, terutama yang bersumber dari pertanian, perkebunan, kehutanan dan
kelautan. Untuk merealisasikan sistem ekonomi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang
kompeten dan mekanisme ekonomi yang menyerap tenaga kerja. Di samping itu, negara
mengembangkan ekonomi dengan mengolah sumber daya alam dan industri lainnya, termasuk
industri jasa.
Kelima, sistem sosial budaya yang beradab
Tantangan terwujudnya sistem sosial budaya yang beradab adalah terpelihara dan
teraktualisasinya nilai-nilai universal yang diajarkan setiap agama dan nilai-nilai budaya bangsa
sehingga terwujud kebebasan untuk berekspresi dalam rangka pencerahan, penghayatan, dan
pengamalan agama serta keragaman budaya. Sistem sosial yang beradab mengutamakan
terwujudnya masyarakat yang mempunyai rasa saling percaya dan saling menyayangi, baik
terhadap sesama masyarakat maupun antara masyarakat dengan institusi publik. Peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat mencakup peningkatan kualitas SDM dan masyarakat melalui
peningkatan mutu pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan rakyat, rasa aman, dan peningkatan unsur-unsur kesejahteraan rakyat lainnya.
Keenam, Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu
Tantangan dalam pengembangan SDM yang bermutu adalah terwujudnya sistem pendidikan
nasional yang berkualitas yang mampu melahirkan sumber daya manusia yang andal dan
berakhlak mulia (beradat budaya luhur nasional bangsa Indonesia), yang mampu bekerja sama
sinergis dan mampu bersaing sehat di era globalisasi dengan tetap mencintai tanah air. Sumber
daya manusia yang bermutu tersebut memiliki keimanan dan ketakwaan serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja, dan mampu membangun budaya kerja produktif
yang tuntas, bertanggung jawab, berkelanjutan dan berkepribadian.
Ketujuh, globalisasi
Tantangan menghadapi globalisasi adalah mempertahankan eksistensi dan integritas jati diri
bangsa dan negara serta memanfaatkan peluang untuk kemajuan bangsa dan negara. Untuk
menghadapi globalisasi diperlukan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan, baik di
sektor negara maupun di sektor swasta.
Mengapa Orang Kristen Tidak Atau Belum Sepakat Dalam Bidang Politik?
Orang Kristen saling bertentangan mengenai beberapa persoalan politik karena banyak sebab,
menurut Tom Minnery, dalam makalah "Mengapa Orang Kristen Tidak Sepakat Dalam Bidang
Politik". Beberapa perbedaan timbul karena berbeda cara mereka membaca Alkitab. Perbedaan
lain dapat disebabkan oleh penafsiran mereka atas Konstitusi negara. Pertama melihat pada
Alkitab, Orang Kristen menemukan penekanan rangkap dalam Perjanjian Baru yang bisa
menimbulkan perbedaan dalam pandangan politik diantara orang-orang Kristen.
5
Pertama-tama, mereka harus berpegang kepada kepercayaan tertentu. Kedua, mereka harus
bertindak atas dasar kepercayaan itu. Namun, sering kali orang Kristen percaya tanpa bertindak
atau bertindak tanpa sepenuhnya percaya. Yakobus terus menekankan bahwa orang percaya
seharusnya melakukan perbuatan baik, dengan demikian mereka membuktikan iman mereka.
Sudah tentu Yakobus juga benar. Kekristenan yang hidup dinyatakan dalam perbuatan baik, yang
merupakan hasil yang wajar dari iman kepada Kristus.
Partai Politik
Setiap orang yang ingin terjun berpolitik, masuk partai politik (parpol) menjadi keharusan. Parpol
adalah kendaraan politik yang diatur Undang-Undang yang dapat mengantar seorang politikus
atau negarawan atau kombinasi keduanya ke puncak kekuasaan. Di negara-negara yang
menganut faham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar idologis
bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya
menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Dalam perkembangan selanjutnya di dunia
barat timbul pula partai yang lahir di luar parlemen, dimana partai-partai ini bersandar pada
suatu pandangan hidup atau ideologi tertentu seperti, Sosialisme, Kristen Demokrat, dan
sebagainya. Dalam partai semacam ini, disiplin partai lebih kuat, sedangkan pimpinan lebih
bersifat terpusat.
Di negara-negara jajahan, partai-partai politik sering di dirikan dalam rangka pergerakan nasional
di luar dewan perwakilan rakyat kolonial; malahan partai-partai kadang-kadang menolak untuk
duduk dalam badan itu. Seperti pernah terjadi di India dan Hindia Belanda setelah kemerdekan
dicapai, dan dengan meluasnya proses urbanisasi, komunikasi massa serta pendidikan umum,
maka bertambah kuatlah kecenderungan untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui partai.
Definisi Partai politik
Menurut Prof. Dr. Miriam Budiardjo dalam bukunya berjudul; "Dasar- Dasar Ilmu Politik" secara
umum dapat di katakan bahwa:
'Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempuyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik. Tentu dengan cara konstitusionil untuk
melaksanakan kebijaksanan - kebijaksanan mereka.
Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi
politik mencakup semua kegiatan sukarela, di mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan,
dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum.
Kegiatan-kegiatan ini mencakup kegiatan memilih dalam lembaga politik seperti dewan
perwakilan rakyat, atau membedakan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam
badan itu, berkampaye, menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya.
Carl J. Friedrich
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut
atau mempertahankan penguasaan, terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, dan
berdasarkan pengusaan ini memberikan kepada anggota partainya manfaat yang bersipat idiil
maupun materiil.
R.H. Soltau
Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai
suatu kesatuan politik, dan dengan memamfaatkan kekuasaannya untuk memilih, yang bertujuan
menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
6
Sigmund Neuman
Dalam Modern Political Parties, dia mengemukakan definisi sebagai berikut: "Partai Politik adalah
organisasi dari aktivis-aktivis yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta
merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan, dengan suatu golongan atau golongan-golongan
lain yang mempuyai pandangan yang berbeda.
Dalam konteks "Berpolitik yang profesional", partai politik adalah sekelompok orang yang secara
sadar akan kebutuhan masyarakat yaitu meningkatkan kesejahteraannya dan memperoleh harkat
dan martabatnya sebagai manusia seutuhnya serta keharmonisan, kerukunan dan kedamaian
masyarakat seluruhnya, yang terorganisasi dengan rapi sebagai alat perjuangannya mencapai citacitanya,
dengan cara beretika.
Selain partai politik, muncul di arena politik apa yang disebut gerakan (movement) dan kelompok
penekan (pressure group), yang terakhir ini disebut juga kelompok kepentingan (interest group).
Partai sebagai sarana komunikasi politik.
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam
masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi
seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara padang pasir, apabila tidak
ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini
dinamakan "penggabungan kepentingan" (interest agregation). Sesudah digabung, pendapat dan
aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan "perumusan
kepentingan" (interest articulation).
Semua kegiatan di atas dilakukan oleh partai politik. Partai politik selanjutnya merumuskannya
sebagai usul kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini dimasukkan dalam program partai untuk
diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public
policy). Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah
melalui partai politik.
Partai sebagai sarana sosialisasi politik
Partai politik juga main peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political
socialization). Di dalam ilmu politik sosial memperoleh sikap dan orientasi, dimana seseorang
memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku dalam
masyarakat, di mana ia berbeda biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari
masa kanak-kanak sampai dewasa. Di samping itu, sosialisasi politik juga mencakup proses
melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana
sosialisasi politik.
Partai politik sebagai sarana kaderisasi politik
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif
dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai
turut memperluas partisipasi politik dan caranya, ialah melalui kontak pribadi, persuasi, dan lainlain,
juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa
mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
Partai politik sebagai sarana mengatasi konflik (conflict management).
Dalam suatu demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal
yang wajar, jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.
Klasifikasi Partai Politik
Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan pelbagai cara bila di lihat dari segi komposisi dan
fungsi keanggotaannya. Secara umum dapat di bagi dalam dua jenis yaitu partai massa dan partai
kader. Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, yang
biasanya terdiri dari pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang
sepakat untuk bernaung di bawahnya, dalam memperjuangkan suatu massa masing-masing
terutama pada saat-saat krisis.
Partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya.
Pimpinan partai biasanya menjaga kemurniannya, doktrin politik yang di anut dengan jalan
mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggotanya yang menyeleweng
dari garis partai yang telah di tetapkan.
Klasifikasi lainya dapat dilakukan dari segi sifat dan orientasi, dalam hal mana partai-partai dapat
di bagi dalam dua jenis yaitu partai lindungan (patronage party) dan partai ideologi atau partai
azas (Weltanschauungs Partei atau Programmatic Party)
Partai lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang longgar, sekalipun organisasinya di
tingkat lokal sering cukup ketat, disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan
pemungutan iuran secara teratur. Maksud utama ialah memenangkan pemilihan umum untuk
anggota-anggota yang di calonkannya, karena itu hanya giat menjelang masa-masa pemilihan.
Partai Democrat dan Partai Republik di Amerika Serikat merupakan contoh dari partai semacam
ini.
Partai ideologi atau partai azas (Sosialisme, Fasisme, Komunisme, Agama) biasanya mempuyai
pandangan hidup yang di gariskan dalam kebijaksanaan pimpinan, dan berpedoman pada
disiplin partai yang kuat dan mengikat terhadap calon anggota diadakan saringan, sedangkan
untuk menjadi anggota pimpinan disyaratkan lulus melalui beberapa tahap percobaan untuk
memperkuat ikatan batin dan kemurnian ideologi maka dipungut iuran secara teratur dan
disebarkan organ-organ partai yang memuat ajaran-ajaran serta keputusan-keputusan yang telah
dicapai oleh pimpinan.
Kekuatan Politik
Kekuatan politik sesungguhnya dapat diartikan sebagai kekuatan individual (perorangan)
maupun kolektif (kelompok) yang dapat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan
politik.
Kekuatan Politik Individual
Seseorang tokoh masyarakat, karena pengaruhnya yang kuat terhadap perubahan sosial, opiniopininya,
gagasan-gagasanya, pidato-pidatonya, dan sebagainya, sehingga pikiran-pikirannya
sering mendapatkan pembenaran dari masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung
banyak orang yang menjadi pengikutnya, maka tokoh tersebut dapat dikatakan sebagai seseorang
yang mempunyai kekuatan politik individual.
Kekuatan Politik Kolektif
Kekuatan politik kolektif dapat pula diwujudkan dalam bentuk kelembagaan formal, informal
maupun non formal.
Kekuatan politik kolektif informal adalah gabungannya beberapa orang atau banyak orang yang
memiliki pandangan sama, walaupun tidak semata-mata merupakan kelompok orang-orang yang
memperjuangkan aspirasi politik, akan tetapi buah pikir dan tindakan kelompok orang-orang ini
nyata-nyata telah menimbulkan dampak politik. Kekuatan politik kolektif informal ini secara
8
spesifik dapat dibagi menjadi tiga yaitu: Gerakkan Politik (political movement), Kelompok
Kepentingan (interest group), dan Kelompok Penekan (pressure group).
Gerakan politik adalah gerakan sesaat (spontan) dari yang bergabung atas persamaan persepsi,
kemudian mengorganisasi diri, bergerak bersama untuk melakukan tuntutan perubahan. Gerakan
politik ini lazimnya bersifat radikal, fundamental, dengan sasaran terbatas. Namun sifat
organisasinya amat longgar, tidak diperlukan disiplin yang ketat bagi para anggotanya, umumnya
terikat secara emosional (ikatan batin), yang dapat bergerak saling bahu-membahu (saling
memperkuat) yang melahirkan identitas kelompok yang mencolok. Gerakan ini umumnya
mengeliminasi (mengabaikan) keberadaan lembaga-lembaga politik formal. Walaupun tidak
terang-terangan menyebut dirinya sebagai gerakan politik- bahkan sering tampil dengan identitas
yang terselubung, misalnya sebagai gerakan intelektual, gerakan pembaharuan, gerakan budaya,
gerakan moral, gerakan non politis, dan sebagainya namun melihat dari segi materi (substansi)
yang mereka perjuangkan, serta cara-cara yang digunakan sudah mengarah kepada
mempengaruhi keputusan politik, maka tidak ada predikat lain untk menamakan gerakan
demikian ini sebagai gerakan politik. Gerakan mahasiswa yang melakukan demo menentang
kebijakan pemerintah dan menghendaki adanya perubahan arah kehidupan perpolitikan nasional,
dapat dikategorikan sebagai gerakan politik.
Kelompok penekan (pressure group) adalah sekumpulan orang pemikir, mereka terbiasa
mengadakan diskusi mengevaluasi keadaan negara, mengkritiks jalannya pemerintahan,
menuangkan gagasan-gagasan perbaikan keadaan, kemudian hasil pemikirannya yang biasanya
berupa kritik-kritik tajam, sering disampaikan kepada pemerintah, atau lembaga-lembaga negara
lainnya. Dari hasil pemikiran ini ternyata mempunyai dampak luas atas perubahan opini
masyarakat terhadap pemerintah, sehingga pemerintah mulai memperhitungkan pengaruh
kelompok pemikir ini, maka kelompok pemikir demikian ini bisa juga dikatakan sebagai memiliki
kekuatan politik kolektif informal.
Bentuk semacam Kaukus dapat juga dimaksudkan bentuk kekuatan politik kolektif informal
karena mengandung unsur-unsur, antara lain merupakan kumpulan perorangan dalam jumlah
kecil (terbatas), bersifat tertutup (ekslusif). Artinya tidak semua orang bisa masuk menjadi
anggota, yang tetapi terdahulu atau rekomendasi dari orang-orang yang amat berpengaruh di
dalam kaukus dapat diterima menjadi anggota, oleh karena itu, kaukus tidak pernah
memperhitungkan jumlah anggota (kuantitas) tetapi lebih menekankan pada kualitas output
(hasilnya). Sifat organisasinya pun sangat longgar, semi permanen. Lazimnya pembentukan
kaukus dimaksud untuk tujuan memenangkan suatu pemenangan pemilihan, atau mengoalkan
suatu isu penting yang sedang menjadi concern di masyarakat luas. Misalnya, sekarang muncul
kaukus penyelamat bangsa yang anggotanya terdiri dari para anggota DPR dari lintas partai.
Gerakan yang mengkritisi jalannya pemerintahan melalui penyebaran pemikiran-pemikiran kritis,
sehingga berdampak pada pembentukan opini publik, mempengaruhi perilaku masyarakat, maka
gerakan kaukus ini dapat dikategorikan sebagai bentuk kekuatan politik kolektif informal.
Kekuatan politik kolektif non formal adalah lembaga resmi yang keberadaannya secara hukum
sah, lembaga ini bergerak pada kegiatan yang secara formal tidak ada sangkut-pautnya dengan
kegiatan politk. Oleh karena itu sering juga disebut sebagai lembaga non politis. Akan tetapi
dalam gerakannya, buah pikir yang dihasilkan ternyata mempunyai dampak politis yang dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik, maka organisasi ini dapat dinyatakan
sebagai memiliki kekuatan politik kolektif non formal. Contohnya, organisasi massa (ormas)
keagamaan seperti Perserikatan Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), PERSIS, Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Majelis Taklim, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan sebagainya.
9
Kekuatan politk kolektif formal adalah organisasi yang sejak awal berdirinya diniatkan secara
sengaja sebagai organisasi politik. Keberadaannya pun diakui secara resmi oleh pemerintah,
terlindungi secara hukum (undang-undang), khusus bergerak dalam kegiatan politik. Misalnya,
kelembagaan partai politik (parpol) adalah institusi (lembaga) atau organisasi yang secara sengaja
semata-mata hanya untuk tujuan kepentingan perjuangan politik, sehingga tercermin dalam
aktifitas gerakannya, pemikiran, dan segala aspeknya berorientasi pada kepentingan politik.
Proses pembentukan dan latar belakang berdirinya partai politik menurut Maurice Duverger,
dapat dilihat menjadi dua karakter:
Pertama, partai politik yang berdiri atas dorongan individu per individu yang memiliki
kesepahaman, kesamaan pandangan, dan satu ideologi, maka mereka sepakat mendirikan partai
politik tersebut. Keanggotaannya orang per orang mendaftar mewakili dirinya sebagai unsur
insan politik.
Kedua, partai politik yang merupakan penjelmaan dari banyak unsur organisasi yang karena
merasa perlu untuk membangun kekuatan politik bersama (beraliansi) untuk tujuan suatu
perjuangan politik, maka organisasi-organisasi yang sepaham itu sepakat mendirikan partai
politik.
Kategori Fungsi Partai Politik
Dalam literatur ilmu politik, secara umum sifat partai politik dapat diklasifikasikan dalam dua
kategori yaitu, Partai Kader dan Partai Massa. Namun dalam praktek, antara kedua kategori ini
sering tidak terbagi secara ekstrim, akan tetapi merupakan perpaduan (kombinasi) ciri-ciri dari
keduanya, atau disebut sebagai Partai Berstandar Ganda (campuran).
Partai Kader
Partai Kader lazimnya lebih mengutamakan tampilan kualitas anggota dan pengurusnya. Dalam
proses rekruiting anggota, apalagi dalam pengangkatan pengurus amat memperhatikan kualitas
penokohan masing-masing individual. Disiplin partai lebih ditegakkan lebih mengacu kepada
aturan-aturan baku yang berlaku spesifik partai. Melihat sosok demikian ini, partai kader sering
dianggap sangat elitis, mewah, kurang merakyat, dan eksklusif.
Partai Massa
Partai Massa lebih berorientasi kepada dukungan massa dalam jumlah besar. Umumnya amat
mengabaikan mengeni kualitas anggotanya, siapa saja boleh masuk tidak pandang bulu, apakah
termasuk orang bermutu atau dari lapisan mana saja yang penting dapat menarik suara dukungan
sebanyak-banyaknya.
Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) & Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
Organisasi berasal dari kata organization, asal muasalnya dari suku kata organ yaitu tubuh yang
hidup, organisme, sebuah kehidupan, analoginya organ tubuh manusia. Karena dia menjadi kata
benda disebut organisasi yaitu suatu sistem yang mengatur kehidupan masyarakat. Dalam
terminologi hukum negara kesatuan Republik Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1985; organisasi masyarakat adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat warga NKRI
secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa untuk berperan serta dalam pembangunan untuk mencapai tujuan nasional
dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Sedangkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan wadah partisipasi masyarakat
dalam pembangunan sesuai dengan bidang kegiatan, profesi, fungsi yang diminati oleh lembaga
yang bersangkutan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pengertian
10
LSM ini sesuai dengan penjelasan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 tahun 1990 tentang
pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat.
ORMAS dan LSM adalah salah satu wadah warga, rakyat, masyarakat untuk berekspresi,
mengapresiasikan pikirannya ditengah masyarakat bangsa, negara. Dengan wadah ini mereka
bebas mengemukakan hati nuraninya, melampiaskan uneg-uneg serta sadar memperjuangkan
hak-hak sipilnya. Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang baik dan benar (good
governance) disamping adanya lembaga pengawasan seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Inspektorat Jenderal dan Badan Pengawas Daerah, maka masih diperlukan pengawasan oleh
masyarakat, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakatan
(ORMAS).
Di lain pihak, sepak terjang LSM dan ORMAS sangat mempengaruhi situasi di daerah, terutama
dalam bidang politik, ekonomi dan sosial lainnya, bahkan menggeser kedudukan Parpol dalam
merespon kepentingan masyarakat. Artinya: Masyarakat lebih "bersimpati" kepada ORMAS dan
LSM dibandingkan dengan Parpol. Pada saat ini LSM asing yang memberitahukan keberadaannya
kepada Pemerintah ada sekitar 150-an, tapi diperkirakan masih banyak yang belum
memberitahukan kepada Pemerintah. Kebanyakan dari mereka berkantor di Jakarta. Penampilan
LSM dan ORMAS pada era reformasi sekarang ini sedang naik daun dan diperebutkan oleh
banyak pihak.
LSM juga memiliki sejumlah masalah yang cukup memprihatinkan, seperti:
Sebagai Agen Asing atau kepentingan pihak ketiga. Artinya tidak sedikit ORMAS dan LSM yang
dalam melakukan kegiatannya sering menyimpang dari tujuan yang tercantum dalam AD/ART.
Hal ini disebabkan banyaknya keterbatasan dana atau disebabkan oleh ego dari para pengurus
LSM.
Peraturan hukum yang terlalu longgar dan tidak tegas, sehingga mengakibatkan tidak takutnya
LSM termasuk LSM Asing melakukan pelanggaran hukum.
Permasalahan tersebut menimbulkan sejumlah akibat, termasuk:
1) Sulitnya dilakukan konsolidasi internal organisasi, sehingga kemelut tetap berlangsung.
2) LSM dijadikan tempat mencari keuntungan /profit pribadi, bukan tempat pengabdian,
sehingga seringkali mereka melakukan apa saja, yang penting mendapatkan keuntungan.
Payung hukum yang digunakan LSM Asing untuk melakukan kegiatan di wilayah Indonesia
berbentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah dengan LSM Asing
bersangkutan. Berdasarkan MoU ini mereka sudah dapat melakukan kegiatan di daerah.
Kiprah mereka tidak semuanya dapat dikatakan bersahabat. Ada yang dikatakan bersahabat. Ada
yang terbukti melakukan kegiatan-kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI.
LSM Asing semacam ini banyak gentayangan di wilayah-wilayah konflik seperti Papua, NTT,
Kaltim, Kalbar, Maluku dan Kalteng. Mereka dapat melakukan kegiatan karena mendapat
dukungan atau bantuan dari LSM lokal yang menjadi mitra kerjanya. Mereka biasanya melakukan
pekerjaannya dengan bertopeng kemanusiaan, sehingga tidak ada alasan Pemerintah menolak
kehadirannya.
LSM Asing pada umumnya dikelola secara profesional dengan dukungan SDM yang berkualitas,
memiliki networking yang luas, serta di dukung dana yang sangat mencukupi. Kekuatan itu
11
memungkinkan mereka leluasa melakukan berbagai aktivitas, termasuk yang berkategori
membahayakan keutuhan NKRI
Komunikasi Politik
Komunikasi adalah usaha manusia menyampaikan pesan kepada orang lain dengan harapan
kedua pihak mempunyai persepsi yang sama atas pesan tersebut. Komunikasi berasal dari kata
comunicare (bahasa latin) yang berarti membawa bersama atau menggunakan bersama,
sedangkan dalam bahasa Jerman disebut public yaitu mengumumkan, publisis berarti
mengemukakan pesan-pesan. Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
menyampaikan perasaan kepada orang lain tanpa unsur paksaan, mencerdaskan pendidikkan
politik, atau memperjuangkan hak publik.
Untuk hasil yang lebih lengkap dan jelas dalam bentuk "PDF", silahkan download atau unduh disini
0 komentar:
Posting Komentar