BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Semakin berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi telah banyak merubah perilaku masyarakat dan peradaban masnusia secara global. Dari perkembangan teknologi tersebut kemudian lahir berbagai alat, diantaranya adalah komputer. Jika dulu komputer dan internetnya hanya bisa dinikmati secara terbatas oleh masyarakat yang mampu dan hanya bisa diakses ditempat-tempat tertentu saja, akan tetapi kini komputer dan internet sudah bisa didapatkan disegala tempat. Warnet ibarat lumut ditiap tembok. Komputer dan Internet bisa dinikmati oleh segala lapisan masyarakat.
Komputer adalah sebuah alat mekanik dan elektronik pengolah data dan perhitungan yang sudah sejak dulu ditemukan oleh manusia. Komputer yang dikenal saat ini adalah suatu evolusi panjang penemuan-penemuan manusia sejak dulu kala berupa alat mekanik maupun elektronik. Saat ini komputer dan piranti pendukungnya telah masuk dalam setiap aspek kehidupan dan pekerjaan. Diantaranya adalah sistem komputer di kassa Supermarket yang mampu membaca kode barang belanjaan, sentral telepon yang mampu menangani jutaan panggilan dan telekomunikasi, jaringan komputer dan internet yang mampu menghubungkan berbagai tempat dibelahan dunia maupun, bahkan dalam dunia kriminalpun alat ini juga bermanfaat dengan baik.
Perkembangan ini telah memengaruhi atau setidak-tidaknya memiliki keterkaitan yang signifikan dengan instrumen hukum Positif Nasional (Hukum Pidana Indonesia). Kekosongan hukum yang terjadi di Indonesia dan masih sedikitnya penegak hukum yang memahami perkembangan kejahatan membuat para pelaku kejahatan teknologi ini –khususnya internet (-tidaknya memiliki keterkaitan yang signifikan dengan instrumen hukum Positif Nasional (Hukum Pidana Indonesia).
Kekosongan hukum yang terjadi di Indonesia dan masih sedikitnya penegak hukum yang memahami perkembangan kejahatan membuat para pelaku kejahatan teknologi ini –khususnya internet (cyber crime)- tetap berkeliaran dan terus melancarkan aksinya. Kondisi ini sangat umum terjadi di negara-negara yang baru mengenal internet. Keberadaan Undang-Undang di Indonesia telah mengalami stagnan (dalam kondisi terhenti), karena tidak berlaku secara luas dalam arti mampu untuk mencegah (meredam) kejahatan baru. Bila coba didetilkan, Indonesia memiliki permasalahan mendasar dalam pengembangan hukum. Sehingga permasalahan cyber crime masih menjadi isu elit dikalangan praktisi teknologi informasi, bukan dikalangan praktisi hukum.
Cyber crime kian hari kian marak terjadi dan mewabah, termasuk di Indonesia. Bahkan Indonesia sekarang menempati urutan tertinggi atau urutan pertama di Dunia dan dibawahnya diikuti negara Uzbekistan. Sebelumnya Indonesia masih menduduki urutan kedua dari “klasemen” dibawah ukraina yang menjadi “capollista” pelaku cyber crime jenis carding, yaitu kejahatan kartu kredit melalui internet. Untuk kejahatan cyber jenis ini, sebenarnya pernah juga disidangkan di Indonesia. kasus yang terjadi di Jogjakarta, oleh jaksa kasus tersebut dituntut dengan pasal 372 KUHP, yaitu pasal tentang penggelapan. Terdapat juga kasus klik-BCA, dalam kasus ini sipelaku mencoba memlesetkan situs yang alamatnya dalam jaringan Internet (domain name) milik BCA dalam rangka melancarkan hubungan komunikasi dengan nasabahnya.
Sekalipun kejahatan ini bersifat maya dan kasat mata, namun kerugian yang timbul terhadap korban sangatlah riil. Oleh karena itu, mereka yang dirugikan oleh kejahatan cyber ini sudah semestinya mendapatkan perlindungan hukum, dan sudah semestinya para pelaku kejahatan ini mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya yang sangat merugikan kepentingan orang lain.
Sulitnya menciptakan peraturan-peraturan di cyber crime, khususnya membuat cyber crime law, disebabkan perubahan-perubahan radikal yang dibawa revolusi teknologi informasi yang membalikkan paradigma-paradigma. Kiranya penting untuk belajar tentang bagaimana dahulu teknologi-teknologi massal mengawali kematangannya.
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa uraian yang disampaikan diatas dapat ditemukan beberapa permasalahan, yaitu:
1. Apa pengertian cyber crime
2. Apa macam-macam dan bentuk-bentuk tindak pidana cyber crime
3. Bagaimana Kriteria dan Pertanggungjawaban tindak pidan cyber crime
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Macam-macam Cyber Crime
1. Pengertian Menurut Bahasa dan Istilah
Cyber crime (kejahatan siber) merupakan istilah baru dalam kepustakaan hukum pidana dan kriminologi. Istilah kejahatan siber ini muncul seiring dengan munculnya internet yang merupakan sistem informasi dan komunikasi di dunia maya (virtual world) yang tidak lagi terikat dengan batas-batas negara dan bersifat global.
Bila dilihat dari segi bahasa, cyber crime terdiri dari dua kata; yaitu cyber dan crime atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan kejahatan dan siber. Adapun yang dimaksud dengan kejahatan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: perbuatan yang jahat, sifat yang jahat, dosa, perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis. Sedangkan menurut Soedjono, kejahatan dapat dikatakan sebagai perbuatan manusia yang melanggar/bertentangan dengan apa yang ditentukan/bertentangan dengan kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat dimana yang bersangkutan bertempat tinggal.
Dari segi istilah (terminologi), menurut kepolisian Inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Indra Safitri mengemukakan, kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas dan memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.
2. Macam-macam dan Bentuk-bentuk Cyber crime
Sejalan dengan kkemajuan teknologi informasi, memunculkan beberapa kejahatan yang mempunyai karakterisitik yang baru. Kejahatan tersebut adalah kejahatan yang timbul akibat penyalah gunaan teknologi informasi yang ditandai dengan lahirnya internet yang membentuk ruang cyber. Kejahatan ini kemudian disebut sebagai cyber crime. Ada berbagai macam dan bentuk dari cyber crime. Diantaranya adalah:
a. Joy Computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin. Hal ini termasuk pencurian waktu operasi komputer.
b. Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suaut terminal.
c. The Trojan Horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
d. Data Leakage, yaitu menyangkut bocornya data ke luar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu bisa berupa rahasia negara, perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi tertentu.
e. Data Diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data, atau output data.
f. To Frustate data communication atau penyia-nyiaan komputer.
g. Software Piracy, yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.
Dari ketujuh tipe cyber crime tersebut, nampak bahwa inti cyber crime adalah penyerangan di content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum didalam cyberspace.
Ada juga yang mengelompokkan cyber crime sebagai berikut:
a. Unauthorized Acces to Computer System and Service. Kejahatan yang dilakukan dengan mamasuki/menyusup ke dalam jaringan komputer secara tidak sah, tanpa seizin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
b. Illegal Contents. Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.
c. Data Forgery. Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
d. Cyber Espionage. Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
e. Cyber Sabotage and Extortion. Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
f. Offense Against Intellectual Property. Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain dan sebagainya.
g. Infrengements of Privacy. kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan seseorang pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain akan dapat merugikan korban secara materiil maupun immateriil seperti nomor kartu kredit, nomor PIN, nomor ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Dari berbagai macam klasifikasi kejahatan cyber di atas, kejahatan cyber yang kerap terjadi khususnya di Indonesia adalah kejahatan yang berbentuk pencurian kartu kredit dengan kronologi; melacak nama, nomor kartu kredit dilengkapi expire date-nya (tanggal jatuh tempo) seseorang untuk dimiliki dan digunakan sebagai sarana untuk melakukan kejahatannya, pelacakan dapat dilakukan melalui chatting, atau masuk ke situs-situs tertentu yang menampilkan nomor kartu kredit. Setelah mendapatkan semuanya, kemudian pelaku melakukan transaksi-transaksi atau pemesanan barang melalui internet dengan perusahaan-perusahaan tertentu yang menyediakan fasilitas pembelian dan pengiriman barang melalui internet. Selanjutnya adalah melakukan persetujuan dengan perusahaan tersebut atas pengiriman barang kepada pelaku menurut alamat yang diberikan oleh pelaku.
Pemberian nama dan alamat sipemesan dapat berupa; (1) nama dan alamat fiktif, (2) nama benar, alamat fiktif, (3) nama dan alamat fiktif semua. Setelah barang datang pelaku akan mendapat sebuah import invoice, yaitu surat yang menerangkan bahwa barang pesanan sudah datang. Selanjutnya pelaku dapat mengambil barang tersebut dengan sendiri atau dikirimkan langsung oleh perusahaan pengiriman.
Beberapa kasus mengenai kejahatan cyber yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan keresahan bagi masyaraka, khususnya mereka yang menggunakan sarana-sarana komputer dan informasi atau yang lebih dikenal dengan nama internet. Oleh sebab itu perlindungan hukum bagi mereka yang dirugikan tersebut adalah merupakan sebuah kebutuhan yang harus, sebagaimana mereka membutuhkan teknologi-teknologi yang super canggih tersebut, disamping mereka juga harus meningkatkan kewaspadaan serta harus ekstra hati-hati dalam menggunakannya.
3. Kriteria Cyber Crime
Untuk lebih jauh tentang cyber crime, setelah mengetahui pengertian dan macam-macam dan bentuk-bentuk tindak pidana cyber crime, diperlukan adanya kriteria. Adapun kriteria dari cyber crime adalah sebgai berikut:
1. Adanya subyek tindak pidana (yang bisa dimintai pertanggung jawaban).
2. Adanya perbuatan tindak pidana.
3. Adanya sifat melanggar hukum.
4. Adanya unsur kesengajaan.
5. Adanya ancaman pidana (peraturan perundang-undangan).
6. Adanya alat bantu teknologi informasi (komputer, laptop, internet, kartu kredit, dan lain-lain).
7. Adanya unsur mengambil barang (untuk kategori pencurian dan atau penggelapan).
8. Adanya barang yang diambil (untuk kategori pencurian dan atau penggelapan).
9. Adanya tujuan memiliki (untuk kategori pencurian dan atau penggelapan).
10. Adanya wujud perbuatan memiliki barang (untuk kategori pencurian dan atau penggelapan).
4. Pertanggungjawaban Pidana Cyber Crime
Mengikuti asas yang berlaku dalam hukum pidana, maka seseorang tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila tindak pidana tersebut belum dirumuskan didalam Undang-undang, sekalipun perkembangan mutakhir dalam hukum pidana menunjukan bahwa asas hukum tersebut tidak lagi diterapkan secara rigid atau kaku, tetapi asas tersebut sampai sekarang tetap dipertahankan sebagai asas yang sangat fundamental dalam hukum pidana sekalipun dengan berbagai modifikasi dan perkembangan.
Dengan demikian seorang hanya dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila seseorang tersebut melakukan perbuatan yang telah dirumuskan dalam ketentuan Undang-undang sebagai tindak pidana. Dengan kata lain bahwa seseorang hanya dapay dipersalahkan sebagai seseorang yang telah melakukan tindak pidana apabila seseorang tersebut oleh hakim telah dinyatakan terbukti bersalah dengan memenuhi unsur-unsur dan tindak pidana yang bersangkutan, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang.
Pertanggungjawaban dalam hukum pidana atau juga yang disebut Criminal Responsibility yang artinya: “orang yang telah melakukan suatu tindak pidana belum berarti ia harus dipidana, ia harus mempertanggung jawabkan atas perbuatannya yang telah dilakukan”. Mempertanggungjawabkan atas suatu perbuatan berarti untuk menentukan pelaku bersalah atau tidak.
Dasar hukum cyber crime untuk kategori pencurian adalah Bab XXII pasal 362 KUHP.
Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus Juta rupiah.
Untuk cyber crime kategori penggelapan adalah Bab XXIV pasal 372 dan 374 KUHAP:
Pasal 372 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus juta rupiah.
Pasal 374 KUHP:
Penggelapan yang dilakukan oelh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencariannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Cyber crime dengan kategori penipuan dasar hukum yang digunakan adalah Bab XXV pasal 378 KUHP dan pasal 379a KUHP (apabila hal tersebut berkaitan dengan pembelian barang):
Pasal 378 KUHP:
Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau peri keadaan palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, dipidana karena penipuan dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun.
Pasal 379a KUHP:
Barangsiapa menjadikan sebagai mata pencarian atau kebiasaannya untuk membeli barang-barang, dengan maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya, memastika penguasaannya terhadap barang-barang itu untuk diri sendiri maupun orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Cyber crime dengan kategori pembocoran rahasia, dasar hukum yang digunakan adalah Bab I Pasal 112, 113, 114 KUHP dan Bab XVII Pasal 322, 323 KUHP:
Pasal 112:
Barangsiapan dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita, atau keterangan-keterangan yang diketahui nahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 113:
(1) Barangsiapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan, kepada orang yang tidak berwenang mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar atau benda-benda yang bersifat rahasia dan bersangkutan dengan pertahanan dan keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang isinya, bentuknya atau susunannya benda-benda itu diketahui olehnya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika adanya surat-surat atau benda-benda pada yang bersalah, atau pengetahuannya tentang itu karena pencariannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 114:
Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa surat-surat atau benda-benda rahasia tersebut dalam pasal 113, yang tentang menyimpan atau menaruhnya menjadi tugasnya, diketahui oleh umum, mengenai bentuk dan susunannya, unutk seluruhnya atau sebagian, atau oleh orang yang tidak berwenang mengetahui, ataupun jatuh dalam tangannya, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus juta rupiah.
Pasal 322:
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilam bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 323:
(1) Barangsiapa dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, dimana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang olehnya supaya dirahasiakan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
(2) Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan itu.
Sedangkan tujuan daripada pemberian hukuman adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan, menahan sipelaku kejahatan supaya tidak melakukan perbuatannya lagi, dan mencegah orang lain supaya tidak melakukan perbuatannya lagi, dan mencegah orang lain supaya tidak mengikuti untuk melakukan perbuatan tersebut.
2. Pengajaran, pemberian pelajaran terhadap pelaku kejahatan, dengan maksud pengajaran tersebut diharapkan para bekas pelaku kejahatan dapat mencapai kesadaran bathin, sehingga tidak mau melakukan perbuatan tersebut lagi.
3. Pendidikan, untuk membentuk diri masyarakat yang baik dan dikuasai oleh rasa saling menghormati batas-batas hak dan kewajiban apabila hal tersebut tercapai maka hukum yang kemudian akan mewujudkan rasa keadilan dan ketentraman masyarakat luas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan kajian tehadap cyber crime menurut hukum pidana di Indonesia, penulis dapat mengambil beberapa keimpulan.
1. Di Indonesia belum terdapat pengaturan khusus terhadap pidana cyber crime, baik itu dalam KUHP maupun dalam peraturan perundang-undangan. Ini merupakan salah satu kelemahan hukum pidana Indonesia, karena para pelaku tindak pidana ini menjadi semakin liar dalam mengembangkan “kreatifitasnya”. Akan tetapi, untuk sementara para pelaku cyber crime dapat dijerat menggunakan pasal-pasal yang sudah ada yang mempunyai kemiripan dan kesamaan modus, unsur dan kriterianya dengan tindak pidana lain. Seperti pelaku carding dapat ditindak dengan pasal tentang pencurian dan atau penggelapan, pelaku the trojan horse dapat ditindak dengan pasal tentang penggelapan.
2. Didalam hukum pidana Indonesia kategori ccyber crime jenis carding yang dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian. Untuk cyber crime jenis lain dalam hukum pidana Indonesia dapat dijerat dengan pasal-pasal lain yang secara modus dan jenisnya sama dengan tindak pidana lain.
B. Saran
1. Untuk lebih memudahkan penyelesaian tindak pidana cyber crime dan berbagai kriterianya yang merupakan tindak pidana baru, kiranya sangat perlu diwujudkan aturan undang-undang khusus yang lebih jelas dan terperinci agar terjamin kepastian hukum dalam menyelesaikan perkara.
2. Hendaknya para penegak hukum mempertimbangkan kepentingan masyarakat dalam melaksanakan ketentuan dalam KUHP. Hal ini diwujudkan dengan mempertimbangkan hukuman dan pembebanan materi bagi pelaku tindak pidana cyber crime yang sesuai dengan kondisi kehidupan sekarang.
Daftar Pustaka
A. Umum
Mohammad Labib, Abdul Wahid, Kejahatan Mayantara (cyber crime), Bandung: Refika Aditama, 2005.
Projodikoro, Wirjono, Tindak-tindak Pidana tertentu di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003.
Ramli, Ahmad M., Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Cet. I, Bandung: Refika Aditama, 2004.
Soedjono, Ilmu Jiwa Kejahatan, Amalan Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan, Bandung: Karya Nusantara, 1997.
Soerodibroto, Soenarto, KUHP dan KUHAP, Dilengkapi Yurispudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, cet. V, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.
Suharto, Hukum Pidana Materiil, Unsur-unsur Obyektif Sebagai Dakwaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Tongat, Hukum pidana materiil, cet III, Malang: UMM Press, 2006.
B. Internet
http://manado.tribunnews.com/2011/10/20/indonesia-peringkat-satu-dunia-dalam-cyber-crime, (akses 20 Desember 2011).
http://www.depkomminfo.go.id/portal/?act=detail&mod=artikel_itjen&view=1&id=BRT070620115101, (akses 21 Desember 2011).
http://www.hukumonline.com/klinik_detail.asp?id=2824, (akses 20 Desember 2011).
http://www.ikht.net/artikel_lengkap.php?id=7, (akses 20 Desember 2011).
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0007/31/opini/prob04.htm, (akses 20 Desember 2011)
Kuliah Pengantar Ilmu Komputer, dalam www.ilmukomputer.com, (akses 20 Desember 2011)
0 komentar:
Posting Komentar