skip to main | skip to sidebar

Cpchenko Ichi Blog

Mencari dan Mempelajari tentang Ilmu Agama, Ilmu Hukum, Bisnis and Ilmu Umum Lainnya

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Home
  • About Us
  • Facebook
  • Twitter
  • Master Software
  • Solusi Kesehatan
  • Solusi Percintaan
  • Jalan-jalan
  • Master Game
  • Pendidikan Hukum
  • Informasi & Tips
  • Rayuan & Humor
Home » Posts filed under cerita non fiksi
Tampilkan postingan dengan label cerita non fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita non fiksi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Agustus 2012

Tiga Wasiat

Diposting oleh Cpchenko Ichi Blog di 23.46 Label: cerita non fiksi

“Jelegarrrrr”,
Tiba-tiba suara petir yang begitu keras membangunkan tidurku. Aku merasa kaget dan duduk terdiam dengan dentuman jantung yang seolah berdetak laksana dentuman genderang perang di atas bukit Badar. Istrikupun yang tidur di sebelahku terbangun dan bertanya heran atas apa yang telah terjadi. Akupun meyakinkan istriku bahwa tidak terjadi apa-apa, lalu aku mengajak kembali istriku untuk tidur lagi. Akupun kembali membaringkan tubuhku dan ku rangkul istriku dalam dekapanku agar dia tidak merasakan kedinginan akibat hujan yang begitu deras.
Tapi, aku tidak bisa kembali memejamkan kedua mataku, mataku tertuju pada langit-langit kamarku yang seolah sedang menayangkan segala alur cerita dalam mimpiku tadi. Mimpi yang baru saja ku alami tidak hanya malam ini, tapi mimpi ini telahh adir menghiasi tidurku selama tiga malam berturut-turut. Apa sebenarnya isyarat dari mimpiku itu.
Aku bermimpi bahwa almarhum ayah ku mendatangiku dan memberikan tiga wasiat yang begitu aneh, pertama dia mengatakan bahwa ketika aku nanti pergi ke tempat kerjaku akan ada seorang pengemis yang berbaju merah dan bertopi jerami yang meminta uang padaku, maka aku harus memberikannya sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang ku terima, lalu dia mengatakan bahwa akan ada orang yang menyerahkan cincin bermata batu giok yang berwarna biru milik ayah yang di kembalikan kepadaku dan aku harus menerimanya, sementara wasiat yang terakhir adalah wasiat yang sangat membuatku takut dan merasa cemas, dia mengatakan bahwa dua bulan lagi istriku akan melahirkan akan tetapi antara anak dan istriku akan ada yang meninggal dan aku harus menerima dengan ikhlas segala ketetapan Tuhan yang di berikan kepadaku, dan terakhir ayahu mengatakan bahwa mimpi ini akan benara-benar menjadi kenyataan.
Sungguh, aku tidak percaya dengan segala apa yang di ucapkan ayahku di mimpi itu, aku yakin itu hanya mimpi belaka yang hanya menghiasi tidurku saja, meskipun itu terjadi secara berturut-turut. Ketika aku mulai melupakan mimpiku itu, tiba-tiba aku teringat kisah yang di sampaikan ustadz M. Nur ketika membahas kitab Ar-ruh karangan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, ketika pengajian mingguan di lingkungan perumahanku, bahwa pada kitab itu di sebutkan kisah dua sahabat yakni Sha’ab bin Jutsamah dan Auf bin Malik. Kisah itu menerangkan tentang mimpi Auf bin malik yang bertemu dengan sahabatnya Sha’ab yang lebih dahulu meninggal dunia. Di dalam mimpinya itu, Sha’ab memberikan wasiat bahwa dia mempunyai utang kepada seorag Yahudi dan menyuruh Auf bin Malik untuk membayarkannya dengan Uang yang tersimpan di busur panah yang tergantung di dalam rumahnya, kemudian dia mengatakan bahwa kucing peliharaan keluarganya telah mati beberapa hari yang lalu dan yang terakhir Auf bin Malik di suruh untuk berbuat baik terhadap putri Sha’ab karena beberapa bulan lagi dia akan meninggal dunia. Awalnya Auf bin Malik tidak percaya dengan hal tersebut, akan tetapi karena terdorong rasa penasarannya maka ia tergerak hatinya untuk membuktikannya, dan ternyata apa yang dikatakan oleh Sha’b adalah benar. Lebih jauh Ustadz M. Nur menjelaskan bahwa roh orang-orang yang hidup dan yang sudah meninggal dapat saling bertemu kala tidur, lalu mereka saling bertanya. Kemudian Allah menahan roh orang yang sudah meninggal dan mengembalikan roh orang-orang yang masih hidup ke jasadnya.
Aku jadi berfikir, apakah mimpiku sama dengan yang di alami Auf bin Malik, di mana roh ku telah bertemu dengan roh ayah ku, apakah mimpiku adalah isyarat yang benar-benar akan menjadi kenyataan. Ah,, mana mungkin orang sekelas Auf bin Malik yang mempunyai derajat ibadah yang sangat tinggi sama dengan ku yang hanya orang biasa. Suara gema adzan Subuh yang menghempaskan kensunyian malam dan mengiringi kehadiran fajar menyadarkan aku dari segala lamunanku, Akupun membangunkan istriku untuk bergegas menyambut panggilan suci dari Tuhan yang tidak pernah tidur itu untuk segera Shalat.
Pagi ini mentari begitu cerah, tiba saatnya aku malaksanakan kewajibanku sebagai seorang suami untuk mencari nafkah bagi keluargaku. Dengan baju kemeja putih berdasi panjang hitam yang begitu rapih karena telah di setrika istriku tercinta aku segera mengendarai sepeda motorku untuk berangkat ke kantor. Di tengah perjalanan aku terhenti karena trafik light yang sedang merah, tiba-tiba dari sampin g kiriku ada seorang pengemis yang menghampiriku dengan menyodorkan wadah yang berisi uang receh lima ratus rupiah sebanyak tiga buah. Akupun mengambil uang dari saku celana kananku untuk segera mengisi wadah yang masih kosong itu, tapi ketika kepalaku menoleh tertuju pada pengemis itu aku langsung terpaku kaget, dia adalah pengemis yang mengenakan baju merah bertopi jerami. Bayanganku langsung tertuju pada mimpi yang telah ku alami tadi malam. Dia benar-benar mirip dengan orang yang di sebutkan ayahu. Batinku langsung berspekulasi bahwa wasiat kedua dan ketiga juga akan menjadi kenyataan. Tidak, aku tidak mau wasiat yang ketiga itu terwujud. “tidiiiiid,,tidiiiiiid,,tidiiiiiid,,, suara kelakson dari belakang menyadarkan aku dari lamunanku. Akupun kembali melanjutkan perjalananku ke kantorku, selama perjalanan aku masih memikirkan hal yang telah terjadi di lampu merah tadi. Hal itu tetap menjadi beban fikiranku hingga aku kembali pulang dari pekerjaanku. Aku masih merasa hawatir, bahwa segala wasiat ayahku dalam mimpi benar-benar akan menjadi kenyataan.
Aku rebahkan badanku di sofa ruang tengah rumahku, aku merasa lelah setelah seharian bekerja, dan juga merasa lelah memikirkan hal-hal yang belum tentu akan terjadi. Istriku tercinta datang menghampiriku dengan senyum yang mempesona berbalut busana yang begitu menawan membawa secangkir teh hangat yang di pegang hati-hati oleh kedua tangannya. Wangi harum tubuhnya berbaur dengan keharuman teh wangi yang telah di buatkan istriku. Melihat istriku itu, rasa lelahku hilang, setelah istriku menyimpan teh buatannya di meja, akupun langsung memegang tangan istriku dan menariknya untuk duduk di pangkuanku. Aku menciumi keningnya dan membisikan kata-kata romantis untuknya. Istriku seditikt tertawa manja sedikit kegelian.
Tiba-tiba bel rumahku berbunyi dan menghentikan cumbuan kami, istrikupun langsung menuju pintu rumah dan membukakan pintu untuk tamuku yang datang. Istriku mempersilahkan tamu itu untuk masuk, akan tetapi dia tidak menerima twaran itu, alasannya kaarena sangat terburu-buru dan hanya ingin bertemu sebentar dengan ku, istrikupun memanggilku untuk segera menemui tamuku itu. Aku segera menghampirinya dan membujuknya untuk duduk sebentar walaupun hanya untuk minum, tapi dia tetap menolak dengan ramah. Tiba-tiba dia memberikan sebuah kotak yang trbuat dari kayu, dia pun berkata bahwa isi dari kotak itu adalah benda milik ayahku dan bermaksud untuk mengembalikannya padaku. Aku merasa heran, aku tidak mengenal dia tapi dia seolah mengenalku dan memberikan benda yang katanya adalah milik ayah. Tanpa rasa curiga akupun menerima pemberiannya itu, dan dia pun lantas permisi untuk segera pergi.
Setelah aku menutup pintu rumahku, tiba-tiba fikiranku melayang pada mimpi tadi malam. “jangan-jangan ini adalah cincin yang di sebutkan ayah ku”, hatiku bergumam. Aku jadi merasa semakin hawatir, bagaiman jika ini benar, berarti wasiat yang ketigapun benar-benar akan terjadi. Aku segera menuju sofa dan duduk untuk segera membukanya. Alangkah terkejutnya diriku, isi Dallam kotak kaayu itu adalah cincin yang bermata batu giok biru. Tiba-tiba kehawatiranku merubah sekelilingku menjadi terasa gelap gulita. Bayanganku tertuju pada istriku yang sedang hamil tua, ketakutanku pun semakin menjadi-menjadi. Hatiku terus bergumam, “apakah wasiat ketiga akan benar-benar terjadi”. Secara tidak sadar aku meletakan sepuluh jariku ke wajahku dan mengusap-ngusapnya seraya berdo’a supaya tidak terjadi apa-apa pada istri ataupun anak yang sedang di kandungnya.
“ada apa abi” ucap istriku yang tidak kusadari tiba-tiba dia duduk di sampingku. “apa yang telah terjadi” lanjut istriku dengan mengusap-ngusapkan tanganya dengan begitu lembut ke punggungku.
“tidak ada apa-apa sayang” ucapku dengan memasang wajah yang seolah tidak ada beban dalam fikiranku.
“yaudah sekarang abi mandi dulu sana, umi udah menyiapkan air hangat untuk abi mandi” ucap istriku dengan senyuman yang memancarkan pesona kecantikannya. “setelah mandi kita Shalat Isya berjamaah dan kita istirahat”, tambah istriku.
Dua bulan telah berjalan, selama itu pula kehawatiranku selalu menghantui ku, keseharianku selalu di bayang-bayang kegelisahan, aku takut apa yang akan terjadi antara istri dan anak pertamaku yang sedang di kandungya. Setiap Do’a yang ku ucapkan setelah shalat, aku selalu mengharapkan keselamatan untuk mereka berdua, aku tidak ingin terjadi apa-apa. Aku ingin mereka selamat.
Tiba-tiba istriku berteriak kesakitan dari dapur ketika ia sedang menyiapkan makan malam bagiku, akupun menjaid kaget atas apa yang sedang terjadi. Akupun segera menghampirinya, ku temui istriku sedang berbaring merintih kesakitan, aku segara mengengkatnya menuju tempat tidur, aku yakin ini adalah pertanda bahwa istriku akan segera melahirkan. Aku segera menelepon Bu Heni, Bidan yang kebetulan tidak jauh dari rumahku, sesaat kemudian Bu Heni pun datang di temani suaminya dengan segala perlengkapan untuk proses kelahiran. Perasaan ku begitu bahagia, tapi juga berdebar karena merasa khawatir dengan kondisi istriku yang sedang merintih kesakitan.
Aku menunggu di tengah rumah di temani suami Bu Heni sambil berdo’a mengharapkan keselamatan untuk istri dan anaku, tiba-tiba Bu Heni keluar dari kamar dan menghampiriku, dia mengatakan bahwa bayi yang di kandung istriku sangat sulit untuk di keluarkan, dia menyarankanku untuk membawanya ke Rumah Sakit untuk di sesar. Akupun kaget dengan tawarannya itu. “ sesar”, satu katu yang selalu menjadi momok bagi setiap orang, termasuk diriku saat ini.
Bu Heni meyakinkanku bahwa tidak ada cara lain lagi, dan aku harus segera bergegas membawa istriku, dengan menggunakan mobil Bu Heni, kami pun segera mambawa istriku ke Rumah Sakit. Setibanya di sana, istriku pun segera di bawa keruangan khusus operasi sesar. Aku dan Bu Heni beserta suaminya menunggu di luar, jantungku terus berdetak menandakan rasa kehawatiranku. Tiba-tiba, fikiranku terlintas pada mimpi beberapa bulan yang lalu. Mimpi wasiat dari ayahu, kehawatiranku berubah semakin menjadi-jadi, aku merasa takut wasiat ketiga dari ayahku akan segera menjadi kenyataan. Mulutku tidak henti-hentinya melafalkan do’a kepada Allah agar tidak terjadi apa-apa, tingkahku semakin menjadi tidak karuan, aku berdiri dan jalan kesana kemari, Bu Heni pun menenangkan diriku dengan nasehat-nasehatnya. Tapi itu tidak mempan, aku masih saja takut, sgela ucapan ayah dalam mimpiku semakin terdengar jelas di telingaku. Suhu tubuhku semakin terasa dingin, tapi keringat bercucuran dari kening dan badanku. Pundaku terasa semakin berat, aliran darah di dalamnya yang menuju otaku tersa tersendat, jantungku terasa semakin berdetak kencang. Aku semakin takut.
Tiba-tiba dokter yang mengoprasi istriku membuka pintu dan mempersilahkanku masuk, dia mengucapkan selamat kepadaku atas kelahiran pertama anaku yang berkelamin perempuan, tapi setelah itu ku lihat wajah dokter menjadi tertunduk layu.
Melihat wajahnya aku semakin hawatir, hatiku bertanya prihal apa yang terjadi dengan istriku. Aku segera masuk, anaku yang mulanya di gendong oleh suster diserahkan kepadaku. Aku segera menciumnya dan ku teteskan air mataku. Akupun segera mengadzani di samping telinga anaku itu, aku menangis bercampur bahagia. Aku langsung segara menghampiri istriku yang sedang berbaring, dan aku katakan kepadanya bahwa anak yang telah lahir adalah perempuan, jenis kelamin yang menjadi harapan istriku. Tapi istriku tetap diam, matanya masih saja tertutup. aku tidak henti-hentinya membangunkan istriku, akan tetapi dia masih saja menutup matanya. Dokterpun menghampiriku dan memegang pundaku, dia pun mengucapkan kata yang tidak sanggup aku dengar, “sabar pak atas apa yang telah menimpa istri bapak”, ucap dokter sambil mengelus-elus pundaku. Aku terdiam mematung, mataku menjadi kosong, aku tidak percaya atas apa yang telah terjadi. Dengan air mata yang meleleh dari mataku, aku kuatkan diriku untuk mencium kening istriku, “Umi, kenapa kamu cepat-cepat pergi meninggalkan kami, kenapa kamu tidak menyempatkan dirimu untuk memberi kehangatan ciuman pertama seorang ibu pada anak kita ini”.
Bu heni pun menghampiriku untuk menegarkan ku,”Pak Andi, anda jangan berlarut-larut dalam kesedihan, memang untuk sekarang ini jasad Istri anda telah terbujur kaku, tapi percaya lah Pak, arwah istri bapak akan di tempatkan di tempat tertinggi sebagai seorang mujahidah dan senantiasa di beri kenikmatan oleh-Nya” ucap Bu Heni padaku.
Akupun merelakan atas apa yang sedang Allah gariskan padaku, mungkin ini adalah jalan hidup yang memang di takdirkan untuk ku. Aku yakin, nan jauh di sana istriku selalu mengawasiku dan anaku, dan aku akan selalu mebuat arwahnya tersenyum bahagia melihat kami berdua.
Selamat tinggal istriku, pesona wajahmu akan selalu menjadi penghias rumah abadi kita, harumu senantiasa memberikan kewangian di setiap ruangannya, pancaran senyumanmu adalah kehangatan di kala dinginku dan kesejukan di kala gerahku, kau adalah yang terindah di dalam hidupku dan takan pernah trgantikan untuk selamanya…..

Baca Selengkapnya......
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

cinta di balik CINTA

Diposting oleh Cpchenko Ichi Blog di 07.32 Label: cerita non fiksi

Cinta,,,,,kata orang susah di tebak, bahkan sulit sekali untuk di prediksikan..
Cinta,,, terkadang datang dan merasuk ke dalam hati seseorang dengan tiba-tiba, tanpa di sadari, meskipun tidak diinginkan tapi itu tidak bisa dipungkiri…
Cinta,,, bisa membelah dinding-dinding pembeda di antara hati seseorang, juga bisa menyatukan setiap puzle-puzle ego dalam diri menjadi suatu bentuk kesatuan yang kokoh bagaikan bangunan ka’bah yang terbentuk dari hajar aswad dan tidak akan goyah meskipun di terjang dengan hempasan topan…
Cinta itu buta, jika tidak buta itu bukan cinta…begitu lah band mahadewa bersajak dalam menggambarkan cinta…
Dan saat ini,,,
Itulah yang sedang kurasakan.. di dalam diriku kini sedang bersemayam cinta yang begitu besar, cinta yang berasal dari seseorang yang membuatku senantiasa termotivasi untuk selalu menjalani hidup yang kata orang begitu gersang, tapi bagiku, selama dia disampingku hidup ini tersa sejuk, indah,,dan begitu nyaman. Dia adalah pendorong inspirasiku untuk selalu mengatakan di dalam hatiku, bahwa “kau harus kuat dengan apa yang sedang menimpamu, karena ada dia yang selalu mencitaimu”, begitulah hatiku berbisik ketika jiwaku butuh charger karena merasa sedang lowbate akibat cobaan yang datang tanpa disangkakan.
Aku laksana Adam ketika hidup di surga, yang merengek pada Tuhan untuk diberikan peendamping hidupnya, begitu senagnya Adam ketika Tuhan mengabulkan keinginannya dengan menciptakan Hawa sebagai pendampingnya, bagitupun diriku yang sangat bersyukur pada Tuhan yang telah menciptakan dia yang begitu indah bagiku. Dia adalah pendamping ku yang akan selalu ku anggap sebagai belahan jiwaku, mungkin yang menjadi pembeda antara dia dan hawa adalah kerena tidak secara langsung di ciptakan dari ruas tulang rusuk kiriku, tapi yang menjadi kesamaannya adalah bahwa dia adalah pendamping yang menjadi penghibur di kala susah, teman di kala sepi, pembangkit di kala jatuh bahkan menjadi pelengkap ku untuk mengarungi bahtera kehidupan yang telah Tuhan gariskan.
Awal pertemuanku dengan dia adalah ketika pertama kali tanda tangan kontrak kerja pada sebuah perpustakaan di kampusku. Kebetulan dia duduk di sampingku. Awal ketika aku melihat dia, seolah ada pancaran sinar listrik dari matanya yang masuk ke mataku dan memberi setruman yang begitu besar, aku yakin daya setrumnya itu lebih besar dari daya setrum yang mengalir pada setiap alur kabel sutet yang menghantarkan tegangan listrik yang ekstra tinggi. Ada suara bisikan aneh yang merasuk ke telingaku “dia adalah seseorang yang selama ini kamu cari, kamu harus mendekatinya dan mendapatkannya”, entah darimana bisikan itu datang, akupun merasa bingung, mungkin itu adalah bisikan dari efek virus cinta pandangan pertama.
Dengan segenap keyakinanku, Ku beranikan diri untuk menanyakan namanya, tanpa aku julurkan tanganku untuk menjabat tangannya krena perasaanku yang begitu malu. “Tika”, jawab dia begitu dingin. Jwaban pertanyaanku itu membuatku merasa down, aku jadi merasa pesimis bahwa apakah aku bisa mendapatkan cintanya.
Hari pertama aku kerja, secara kebetulan aku ditempatkan pada shift yang sama dengannya, “ini adalah kesempatanku” bisik hatiku begitu yakin. Dengan sok kuat aku bantu dia mengangkat buku yang begitu besar dari grobak yang baru saja keluar dari lift yang siap untuk segera di shelving, dengan sok gesit aku merapikan setiap buku yang berserakan di meja dan di rak supaya dia terkesima dan terpesona dengan kerajinanku, tapi, tingkah lakunya Masih saja dingin padaku, dia hanya diam, tanpa sedikitpun bicara padaku, ktika ku tanya dia hanya menjawab alakadarnya bahkan terkadang hanya memberikan senyuman yang dihiasi kedua lesung pipinya yang begitu manis. “jangan menyerah den” bisik hatiku untuk memberikan motifasi.
Hari demi hari, banyak shift yang kulalui bersama dengannya, canda tawa mulai keluar dari mulutnya. “masak sih”, “hello”, itulah kata-kata khas yang selalu terlontar dari mulutnya. Terkadang kami saling cubit, saling mengganggu ketika kerja bahkan saling ngata-ngatain tapi itu semuanya hanya didasari untuk bercanda. Begitu cair suasana yang kurasa ketika bersama dia, rasa lelah, bosan, malas, semuanya hilang karena ada dia. Bagiku dia bagaikan suplemen yang membangkitkan energikku untuk selalu bekerja dengan penuh semangat.
Aku semakin merasa yakin, bahwa dia adalah seseorang yang bisa mewarnai hidupku, bahkan dia adalah kompas bagiku untuk menemui arah hidup ketika aku tersesat. Dia bagaikan mercusuar yang memberiku petunjuk ketika aku berada dalam kegelapan. Dia juga adalah kamus yang senantiasa menerangkan kata-kata yang tidak aku fahami untuk memaknai jalan hidupku ini.
“aku harus mendapatkannya”, bisikan hatiku yang berulang-ulang ketika aku didekatnya. Tapi, kebersamaanku dengan dia tidak selamanya indah. Suatu ketika ada cobaan yang hampir menggoyah kebersamaanku dengannya. Pada waktu itu aku salah menafsirkan kata-katanya, dia begitu marah padaku, dia begitu kecewa dengan apa yang telah aku perbuat. Dia menegurku di hadapan teman-temanku atas apa yang telah kulakukan. Aku hanya diam, aku merasa takut kalau dia akan membenciku untuk selamanya, aku takut dia tidak mau lagi berbicara denganku, bercanda denganku, bahkan tidak mau bersamaku lagi ketika shift. “den, begitu bego dengan apa yang telah kau lakukan”, bisik hatiku yang seolah menghardiku atas apa yang telah kulakukan. Aku masih terdiam dan mendengarkan setiap perkataannya, aku pun terus berfikir bagaimana caranya untuk membuat dia berhenti marah padaku. Tapi aku tidak bisa mengucap satu kata apapun untuk bisa mencairkan hatinya, aku masih saja diam, sampai-sampai ada temanku, nita, yang dengan cepat mencairkan suasana. Dengan bijaknya nita memotong pembicaraan dia yang begitu menggebu mengkritikku,”sudah tik, mungkin dulu denda salah pengertian”, ucapnya yang membuat dia terdiam seketika. Dia pun pergi meninggalkanku sendiri tanpa mengucap kata atau senyum sedikitpun. Dengan wajah yang menggambarkan penuh kekecewaaan, dia pergi selangkah demi selangkah untuk pulang. Aku masih saja diam membisu, hatiku tidak henti-hentinya menghardiku, menyalahkanku bahkan membodohkanku. Aku menyesal atas apa yang telah ku lakukan, karena kebodohanku aku telah membuat seseorang yang paling kusukai marahpadaku. Akupun pulang dengan hati yang begitu berat, aku tidak tahu apa yang terjadi esok hari, apakah dia akan marah dan tidak mau berteman lagi denganku. Aku tidak tahu, yang jelas hari itu aku merasa menyerah untuk bisa mendapatkannya, “mungkin ini adalah hari terakhir perjuanganku untuk mendapatkannya” bisik hatiku.
Hari pertama setelah insiden tadi malam aku tidak bisa bekerja seperti hari-hari biasa, aku terasa begitu malas, energiku seolah tidak ada, hidupku tersa menjadi hitam dan putih, aku merasa sepi karena tidak ada dia yang mencandaiku. Tiga hari berselang, dia masi tetap dingin padaku, dia tidak lagi menggangguku ketika aku kerja, tidak lagi mengataiku bahwa aku adalah orang yang gombal, tidak lagi mencubitku ketika aku mengatakan yang nyeleneh tentang dia. Begitu sepi hari yang telah ku lewati, aku shelving buku dengan begitu malas, aku masih terfikir dengan insiden tiga hari yang lalu. Secara tiba-tiba dia datang menghampiriku, dan meminta maaf atas apa yang telah dia katakana padaku. Aku begitu terkejut, aku terasa mimpi dia meminta maaf padaku. Aku merasa bahwa ini adalah tanda ucapan damai darinya. Aku merasa bahagia, akupun langsung mengatakan padanya bahwa dia tidak salah dan akulah yang bersalah. Kamipun kembali bercanda seperti biasanya, semangatku kembali berkobar, hidupku kembali berwarna, kerjaku menjadi semakin capat dan gesit. Diapun memberikan senyuman yang khas padaku, begitu manisnyaaa..
Berbulan-bulan kami selalu bersama ketika kerja, semakin menambah rasa sukaku padanya, aku semakin nyaman ketika didekatnya. Sampai pada suatu malam, ku beranikan diri untuk menembaknya. Awalnya kami hanya telpon-telponan biasa mengenai masalah jadwal shift kerja, tapi lama kelamaan kami terlibat saling berbicara masalah yang lebih bersifat pribadi. Sampai pada pertanyaanku tentang setatus dia. Dia pun menjawab bahwa dia sekarang lagi sendiri, jawaban yang memberikanku harapan. Aku tidak suka basa-basi mengenai segala perasaanku, pada waktu itu juga aku menyatakan segala perasaanku padanya bahwa aku sangat mencintainya, akupun dengan jujur mengatakan bahwa selama kita bersama ktika bekerja, pada waktu itu pula aku mendekatimu sebagai usaha untuk bias mendapatkanmu.
Dia tidak percaya atas apa yang telah aku katakana, dia menganggap bawha aku sedang bercanda. Akupun berusaha meyakinkannya bahwa aku serius dan tidak sedang bercanda, akupun memberikan suatu pertayaan yang begitu penting padanya, “bersediakah kamu jika jadi pacarku” tanyaku dengan begitu yakin. Diapun tiba-tiba diam membisu, awalnya dia meminta waktu untuk mempertimbangkannya, tapi aku tidak mau, karena aku takut pertimbangannya itu malah membuat dia yakin bahwa cintaku tidak pantas untuk diterima. Aku masih tetap berjuang dan berusaha meyakinkan dia, sampai pada detik yang begitu bersejarah dalam hidupku, karena dia mengatakan bahwa dia menerima cintaku. Aku merasa bahagia pada malam itu, rasa bahagiaku tidak berbeda jauh dengan saidina Ali yang bias mendapatkan cinta dari Fatimah atau laksana Abu bakar yang mendapatkan menantu Nabi karena menikahi Aisah. Kebahagiaanku sangat sulit sekali di gambarkan, mungkin jika lautan ini menjadi tinta dan semua pohon di bumi ini menjadi kalam dan tujuh hamparan langit di jadikan alas untuk menuliskan kegembiraanku aku rasa itu tidaklah cukup.
Kini, ia menjadi miliku, suatu hal yang selalu kuimpikan sejak dulu, setiap hari aku selalu membuka dan menutup gerbang hari dengan namanya, mungkin sebagian besar orang mengatakan bahwa pagi hari dengan meminum secangkir kopi akan membuat semangat dalam menjalani hari, tapi menurutku, cukup hanya dengan menyebutkan namanya dan membayangkan senyuman dan lesung pipinya. Aku berharap, segala perjuangan yang kulakukan untuk mendapatkannya bisa terbayarkan dengan keabadian cinta yang akan terbawa sampai kematian. Bahkan aku ingin dia menjadi ratu bidadariku di surga yang senantiasa menemaniku dalam menikmati anugrah Tuhan yang Maha Kuasa. Cintaku untuknya adalah keabadian, kesucian, dan kehakikian untuk selamanya.
“Hemh”, mendesah. Sebagai penutup dari kisahku ini, aku ingin mencurahkan segenap kata hatiku untuknya, tapi ini bukanlah puisi atau sajak, ini adalah bisikan cinta suci dari hati yang selalu menyebutkan asmanya di setiap waktuku,
Mustika Setrayani, itulah namanya, nama yang begitu indah, nama yang selalu terpatri di dalam hatiku, nama yang selalu membuatku termotivasi, nama yang selalu menemaniku dikala aku mimpi dan menjadi penggembira dikala aku sedih dan sepi.
Aku selalu ingin menjadi bagian dari dirinya, menjadi bayangan yang selalu mengikutinya, menjadi sepatu yang menjadi penyanggahnya, menjadi hijab yang menutupi kesucian mahkotanya menjadi pakaian yang selalu melindunginya.
Aku ingin menjadi bagian dari hidupnya, udara yang selalu menjadi nafasnya, mentari pagi yang selalu menghangatinya, angin yang menghempaskan kesejukan baginya, dan air yang selalu menghilangkan dahaganya.
Aku tidak ingin menjadi bulan baginya yang cintanya hanya penuh dikala purnama saja, aku tidak ingin menjadi kumbang yang hanya mendatangi bunga dikala butuh madusarinya dan bergonta-ganti dari bunga yang satu ke yang lainnya, tapi yang ku inginkan hanyalah menjadi tangkai yang selalu setia menopang bunga meskipun badai datang untuk menerjang.
Tanpanya aku seperti pecandu yang sakau karena tidak ada narkoba yang dihisapnya, tanpanya aku merasa begitu galau laksana tarzan yang hanya hidup sendiri di hutan belantara, tanpanya aku merasa hampa laksana tinggal di lorong gelap terowongan kasablanka, tanpanya di sisiku nafasku terasa sesak laksana orang yang asma, bahkan darahku terasa tersumbat sehingga jantungku tidak berdetak secara sempurna.
Kasih….
Cintaku Padamu adalah Cinta di balik Cinta Sang Maha Kuasa

Baca Selengkapnya......
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

Rabu, 08 Februari 2012

101 Kisah yang Memberdayakan Sebagai Media Penyembuhan (Mengenal Lebih Jauh tentang Sifat-sifat Manusia)

Diposting oleh Cpchenko Ichi Blog di 09.31 Label: cerita non fiksi

Ada cerita menarik yang mana saya cuplik dari buku “101 kisah yang memberdayakan sebagai media penyembuhan” karyanya George W Burns. Semoga ada hikmah yang dapat dipetik oleh saudar-saudaraku semua.
Selamat membaca,,,
Pada suatu ketika ada suatu pulau yang dihuni semua sifat manusia. Ini berlangsung lama sebelum mereka menghuni tubuh manusia. Sebelum kita mengkotak-kotakannya ke dalam istilah baik atau buruk. Sifat-sifat ini berdiri sendiri sebagai manusia dengan masing-masing ciri khasnya. Optimisme, Pesimisme, Pengetahuan, Kemakmuran, Kesombongan, Kasih sayang, dan sifat-sifat manusia lainnya.
Suatu hari ada pemberitahuan bahwa pulau itu akan tenggelam pelan-pelan. Sifat-sifat ini dilanda kepanikan. Mereka segera menyiapkan perbekalan dan bersiap-siap meninggakan pulau dengan perahu yang mereka miliki.
Kasih sayang belum siap. Dia tidak memiliki perahu sendiri. Mungkin dia telah meminjamkannya kepada seseorang bertahun-tahun yang lalu. Dia menunda keberangkatannya pada saat-saat terakhir karena sibuk membantu teman yang lain bersiap-siap. Akhirnya Kasih sayang memutuskan ia perlu meminta bantuan.
Kemakmuran baru saja akan berangkat dengan perahu yang besar lengakap dengan tekhnologi mutakhir. “Kemanuran, bolehkah aku ikut denganmu?” tanya Kasih sayang.
“Tidak bisa!!”, jawab kemakmuran. “Perahuku sudah penuh dengan seluruh emas, perak, perabotan antik, dan koleksi seni. Task ada ruang untukmu disini”.
Lalu Kasih sayang minta tolong kepada kesombongan yang lewat dengan perahu yang indah. “Kesombongan, sudikah engkau menolongku?”
“Maaf”, jawab Kesombongan, “Aku tidak bisa menolongmu. Kamu basah kuyup dan kotor. Nanti dek perahuku yang mengkilat ini kotor jika kau naik.”
Kasih sayang melihat Pesimisme yang sedang bersusah payah mendorong perahunya ke air. Pesimisme terus-menerus mengeluh soal perahu yang terlalu berat, pasir yang terlalu lembut, air terlalu dingin. Dan kenapa pulau ini mesti tenggelam? Kenapa semua kesialan ini mesti menimpanya? Meski Pesimisme mungkin bukanlah teman perjalan menyenangkan. Kasih sayang sudah sangat terdesak.
“Pesimisme, bolehkah aku menumpang perahumu?”.
“Oh Kasih sayang, kau terlalu baik untuk berlayar denganku. Perhatianmu membuatku merasa lebih bersalah lagi. Bagaimana kalau nanti ada ombak besar yang menghantam perahuku dan kau tenggelam? Tidak, aku tidak tega mengajakmu”.
Salah satu perahu paling akhir meninggalkan pulau adalah Optimisme. Itu karena dia tidak percaya tentang bencana dan hal-hal yang buruk, termasuk bahwa pulau ini akan tenggelam. Kasih sayang berteriak memanggilnya, tetapi Optimisme tak mendengar. Ia terlalu sibuk menatap ke depan dan memikirkan tujuan berikutnya. Kasih sayang memanggilnya lagi tetapi bagi Optimisme tak ada istilah menoleh ke belakang. Ia terus berlayar ke depan.
Pada saat Kasih sayang sudah nyaris putus asa, dia mendengar sebuah suara. “Ayo naiklah ke perahuku!” Kasih sayang merasa begitu lelah sehingga dia meringkuk di atas perahu dan langsung tertidur sepanjang jalan sapai nakhoda kapal mengatakan mereka sudah sampai di daratan kering. Ia begitu berterima kasih, meloncat turun dan melambaikan tangan kepada nakhoda baik hati itu. Tapi ia lupa menanyakan namanya.
Ketika di pantai, ia bertemu Pengetahuan dan bertanya, “Siapa tadi yang menolongku?”. “Itu tadi waktu”, jawab Pengetahuan.
“Waktu?” tanya Kasih sayang. “Kenapa hanya waktu yang mau menolongku ketika semua orang tidak mau mengulurkan tangan?”
Pengetahuan tersenyum dan menjawab,”Sebab hanya waktu yang mampu mengerti betapa hebatnya Kasih sayang”.

Baca Selengkapnya......
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

Minggu, 23 Oktober 2011

Kasih tak sampai

Diposting oleh Cpchenko Ichi Blog di 10.19 Label: cerita non fiksi


Ku ingin raih kunang-kunang itu dibalik semak belukar yang sangat amat berbahaya itu, ketika aku berhasil mendapat kunang-kunang tersebut dengan susah payah usahaku, aku genggam kunang-kunang itu setelah aku buka dari genggamanku. Masya Allah, kunang-kunang itu tampak lemas dan kagetnya aku “dia” bisa berbicara selayaknya orang berbicara dengan tutur kata yang lembut. “tolong bebaskan aku dari genggamanmu,, aku tau kau menginginkanku karena cahayaku yang indah ini, tapi cahaya indah yang aku miliki ini tak selamanya akan menerangi hdupmu, maka aku mohon lepaskan aku..T_T”. Jawabanku hanya termangu dan diam seribu bahasa. Akhirnya aku lepas kunang-kunang itu dari genggamanku, aku sadar bahwa aku menangkap kunang-kunang itu tidak berfikir apa dampaknya jika aku memelihara “dia”, bahkan bisa-bisa “dia” mati d sampingku.
SEMOGA KAU HIDUP B’BAHAGIA KUNANG-KUNANGKU.


Baca Selengkapnya......
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Cuan Tambahan:

  • PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork
  • PaidVerts

Cara melanjutkan Baca/Download

cara downlaod software :

1. klik file yang akan di download
2. tunggu sampai muncul "SKIP AD" (pojok kanan atas) dan klik "skip ad"
3. klik download
4. masuk kan (Verification Code) kemudian klik download.

atau cuma ingin melanjutkan BACA Blog :

1. klik file yang akan di buka
2. tunggu sampai muncul "SKIP AD" (pojok kanan atas) dan klik "skip ad"

terimakasih atas kunjungan anda...
Jagan Lupa,Tinggalkan Pesan Di CBox..Paling Bawah

Total Pengunjung Saya

Popular Posts

  • CONTOH RENCANA PROGRAM KERJA KOLEKTIF KKN UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
    BAB I PENDAHULUAN Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan pengamalan dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang peng...
  • Contoh Laporan Pertanggung Jawaban Takmir Masjid
    BAB I PENDAHULUAN Masjid berfungsi sebagai pusat ibadah, pembinaan umat dan peningkatan kesejahteraan umat. Agar Masjid dapat terlak...
  • Pengertian Filsafat Hukum Islam
    Pengertian Filsafat Hukum Islam 1. Filsafat dan Hikmah Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia yang berarti cinta kebijaksanaa...
  • Contoh Undangan Rapat Takmir Masjid
    Kepada Yth : Kel. Bpk/Ibu..................................... Di tempat Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kita haturkan ke hadirat All...
  • Membahas Surat At-Taubah ayat 60 tentang Zakat
    BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai p...

Pengikut Saya

Pengunjung Blog Saya

Terjemahan

Cuan Tambahan

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork
PaidVerts
 

© 2022 Cpchenko Ichi's Blog
designed by DT Website Templates | Bloggerized by Sagita Catur Pamungkas | cpchenko.blogspot.com