A. Latar Belakang
Secara umum, hak asasi manusia sering dinamakan dengan hak-hak yang melekat pada manusia sejak lahir. Tanpa denganya mustahil seseorang dapat hidup sebagai manusia secara utuh { JAN MATERSON }. Hak-hak ini berlaku bagi setiap umat manusia dengan tidak memperhatikan factor-faktor pemisah, seperti ras,agama, marna kulit, kasta, kepercayaan, jenis kelamin atau kebangsaan.
Dengan definisi hak yang melekat pada diri manusia, berarti HAM merupakan hak-hak yang diberikan Tuhan secara langsung,. Karena , tidak ada kekuatan yang dapat mencabut hak-hak dasar tersebut. { JOHN LOCKE }. Akan tetapi bukan berarti setiap orang berhak melakukan sesuatu perbuatan sekehandak hatinya. Sebab, apabila seseorang berlabihan dalam menjalankan hak-hak yang dimilikinya tentu akan “ memperkosa” hak-hak orang lain yang ada disekitarnya.
Dalam sudut pandang ilmu alam, manusia adalah jagad kecil suatu alam “ mikrokosmos” yang merupakan cermin dari jagad besar “ makrokosmos” yang meliputi seluruh alam semesta. Manusias adalah puncak ciptaan tuhan yang dikirik kemuka bumi untuk menjadi kholifahnya { wakil tuhan } karenanya, setiap perbuatan yang membawa pada perubahan dan perbaikan sesama manusia memiliki nilai kebaikan dan keluhuran seluruh cosmos yang melintas batas jagad raya, menyimpang kebenaran dan kebaikan universal serta nilai yaqng berdimensi kesemestalaman ( NURKHOLIS MADJID :1994)
Senada dengan pemikiran ini, manusia memikul beban dan tanggung jawab yang cukup besar di hadapan tuhan, tanpa mungkin didelegasikan pad individu yang lain. Pertanggung jawaaban yang diajukan pad individu seseorang harus dimuali dengan kebebasanemilih . tanpa kebebasan ini , jika seseorang langsung dituntut sesuatu pertanggung jawaban, maka tuntutan ini dinilai sebagai suatu kezaliman dan ketidak adilan.
Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian tentyang seseorang atau golongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap menjadi haknya. Sering perjuangan itumenuntut pengorbanan jiwa dan raga. Di dunia barat telah berulang kali ada usaha untuk merumuskan serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus di jamin. Keinginan itu muncul setiap kali terjadi hal-halk yang dianggap menyinggung perasaan dan martabat manusia. Dalam proses ini lahir yang secara berangsur-angsur menetapkan ada beberapa hak yang mendasari kahidupan manusia dan karena itu bersifat universal dan asasi.
Islam sebagai agama yang universal mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sebagai sebuah konsep ajaran, islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejajar dengan manusia lainya. Menurut ajaran islam, perbedaan antara satu individu dengan individu lain terjadi bukan karena haknya sebagai manusia, melainkan berdasarkan kimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu tidak membedakan dalam kedudukan social. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan tidakm dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi dalam perkembangan prinsip[-prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat internasional.
B. POKOK MASALAH
Di dalam kehidupan dunia hak-hak asasi manusia, di manapun tempatnya, akan selalu ada dan terus diperjuangkan. Naluri manusia tidak mungkin dapat menerima setiap penindasan, kezaliman, dan merampas hak-hak asasi seseorang terjadi dihadapanya . karenanya, setiap perjuangan agar terhindar dari pelanggaran hak-hak tersebut adalah keniscayaan .setiap manusia mempunyai hak-hak pribadi, namun terkadang manusia salah mengartikan hak tersebut, sehingga dalam sebuah aplikasi kehidupan terkadang hak tersebut dapat merugikan orang lain . pada kesempatan yang berharga ini kami pemakalah ingin membahas sedikit yang berkaitan dengan hak-hak tersebut di atas adapun pokok masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah hak asasi manusia?
2. Bagaimana islam memandang hak asasi manusia ?
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. APAKAH HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia ( HAM ) adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya sejak lahir, dengan tidak membedakan bangsa, ras, suku, agama, maupun jenis kelamin serta bersifat universal.HAM pada hakekatnya adalah hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia, karena manusia. Dengan demikian HAM mengandung makna ( a ) hakekatnya sebagai manusia mendapat pengakuan oleh manusia lain, ( b ) pelaksanaan hak-hak itu hanya di mungkinkan karena manusia tersebut menjadi anggota masyarakat. HAM tidak berlaku ketika manusia hidup pada suatu daerah yang sama sekali tidak mempunyai kontak dengan manusia lain. Di sebut asasi, karena tanpa hak tersebut seseorang tidak dapat hidup sebagi layaknya manusia . hakekat manusia tidak lain adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi penalaran. Inilah perbedaan esensi antara manusia dengan makhluk lainya.
B.Islam dan Hak Asasi Manusia
Cara pandang Islam terhadap HAM tidak terelepas dari cara pandangnya terhadap status dan fungsi manusia. Manusia adalah makhluk Allah yang terhormat (Q.S. Al-Israa’/17 :70), (Q.S. Al-Hijr/15 :28-29) dan fungsional (Q.S. Al-An’aam/6 :165) serta (Q.S. Al-Ahzab/33 :72). Dari eksistensi ideal, manusia ditarik kepada kehidupan yang ideal, manusia ditarik pada kehidupan yang riil (realitas empirik) agar ia dapat terpuji sebagai makhluk yang fungsional. Dalam kaitan ini, ia disebut khalifah, dalam pengertian mandataris, yang diberi kuasa, dan bukan sebagai penguasa. Dalam satus terhormat dan fungsi mandataris ini, manusia hanya mempunyai kewajiban kepada Allah (karena itu, Allah semata yang mempunyai hak-hak) dengan cara mematuhi hukum-hukumnya. Semua kewajiban itu merupakan amanah yang diemban (Q.S. Al-Ahzab/33 :72), sebagai realisasi perjanjiannya dengan Allah pada awal mula penciptaannya (Q.S. At-Taubah/9 :111).
Walaupun manusia mempunyai kewajiban-kewajiban kepada penciptanya, namun kewajiban-kewajiban ini pada gilirannya menimbulkan segala hak yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia. Kewajiban bertauhid (mengesakan Allah), misalnya, bila dilaksanakan dengan benar, akan menimbulkan kesadaran akan hak-hak yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia, seperti hak perasamaan, hak kebebasan dan memperoleh keadilan. Seorang manusia mengakui hak-hak manusia lain karena hal itu merupakan kewajiban yang dibebankan kepadanya dalam rangka mematuhi Allah. Karena itu, Islam memandang hak asasi manusia dengan cara pandang yang berbeda dari Barat, tidak bersifat anthroposentris, tetapi bersifat theosentris (sadar kepada Allah sebagai pusat kehidupan). Penghargaan kepada hak asasi manusi, dengan demikian, merupakan bentuk kualitas kesadaran keagamaan yaitu kesadaran kepada Allah sebagai pusat kehidupan. Dibawah ini kami mencoba memaparkan konsep dasar HAM dalam Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadis .
2. Bagaimana islam memandang hak asasi manusia ?
HAM dalam Pandangan Rasulullah SAW
HAM adalah satu istilah yang sudah sangat mendunia. Tiap hari, istilah ini dibicarakan. Bahkan, dengan berlindung di balik upaya penegakan HAM inilah kekuatan arogan dunia sering melakukan berbagai tindakan yang justru malah merendahkan derajat umat manusia. Islam sendiri melalui nabinya yang mulia, Muhamad SAW, sangat menjunjung tinggi hak-hak yang dimiliki oleh manusia.
Masalah hak-hak asasi yang dimiliki oleh manusia adalah hal yang menjadi bahan perhatian makhluk keturunan Nabi Adam ini sejak mereka menginjakkan kaki ke muka bumi. Akan tetapi, catatan sejarah terkait upaya manusia untuk menyusun konsep-konsep pembelaan terhadap HAM ini baru bisa dilacak pada tahun 1.700 sebelum Masehi. Pada saat itu, di kawasan Babilonia, diketahui ada sebuah undang-undang bernama Hamurabi. Dalam undang-undang itu, disebutkan bahwa manusia memilik hak untuk membela diri dari segala bentuk represi yang datang dari kaum tirani.
Sementara itu, pada zaman Rasulullah SAW hidup, beliau sempat menjadi anggota sebuah perjanjian bernama “Halaf Al-Fudhul”. Perjanjian yang dibuat sebelum diangkatnya Muhamad sebagai nabi tersebut mengikat sejumlah pemuda Mekah, dan berisikan kesiapan mereka untuk membela membela orang-orang yang tertindas. Rasulullah menyatakan bahwa perjanjian ini sangat disukainya, dan jika saja perjanjian tersebut diratifikasi pasca pengangkatan dirinya sebagai nabi, Islam pasti akan menerimanya.
Setelah terbentuknya pemerintahan Islami di Madinah, Rasulullah langsung memulai proses penyusunan undang-undang dan peraturan dengan dasar nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Di dalam naskah berbagai undang-undang yang dibuat itu, tercantum sejumlah kalimat yang secara jelas merupakan pernyataan pembelaan terhadap HAM. Dikatakan bahwa Islam mengakui hak hidup bagi seluruh umat manusia. Hal itu merujuk kepada bunyi ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa dosa pembunuhan terhadap seorang manusia yang tidak bersalah sama besarnya dengan dosa pembunuhan terhadap seluruh manusia.
Pada zaman itu, khususnya di kawasan Hijaz, nyawa manusia memang cenderung tidak dihargai. Apalagi kalau ia adalah seorang perempuan. Nyawa perempuan dianggap sangat rendah dan hina, bahkan keberadaannya membuat malu keluarga. Karena itu, ada kebiasaan di tengah-tengah bangsa Arab untuk mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru saja dilahirkan. Rasulullah SAW kemudian membawa aturan baru berupa pelarangan keras terhadap kebiasaan keji tersebut.
Interaksi Rasulullah dengan orang-orang Yahudi yang berada di Madinah juga menunjukkan progresivitas pandangan beliau terhadap HAM dan toleransi. Pada tahun ke-9 hijriah, kaum muslimin berhasil membebaskan kawasan yang dihuni kaum Yahudi Bani Najran. Setelah itu, Rasulullah langsung membuat traktat yang ditandatangani secara bersama dengan para pemuka Bani Najran. Jika kita perhatikan butir-butir traktat tersebut, terlihat sangat sangat jelas betapa beliau sangat menjunjung tinggi etika sosial dan politik ketika berinterkasi dengan kelompok yang berlainan agama.
Dalam piagam itu disebutkan sejumlah butir penting sebagai berikut.
1. Nabi Muhamad mengakui hak-hak warga Bani Najran dalam menjalankan keyakinannya dalam beragama. Keamanan dan penjagaan atas harta benda milik warga Najran juga menjadi tanggung jawab kaum muslimin.
2. Nabi Muhamad mengakui posisi para rabi sebagai pemuka agama Yahudi Bani Najran. Mereka tetap berada dalam posisinya sesuai dengan konvensi yang ada pada agama Yahudi.
3. Hak-hak kaum Yahudi Bani Najran untuk tetap hidup di tanah asal mereka dihormati sepenuhnya.
Jika kita bandingkan perilaku Rasulullah tersebut dengan fakta yang saat ini tengah berlangsung di dunia, akan terasa ada hal yang ironis. Di satu sisi, Barat menuduh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamad SAW itu sebagai agama yang tidak mengenal atau menghargai HAM. Di sisi lain, dunia malah menjadi saksi betapa Barat yang selama ini selalu mengklaim diri sebagai pembela HAM nomor wahid ternyata malah melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur HAM itu sendiri.
AS selama beberapa dekade ini berkali-kali melakukan tindakan pelanggaran sangat keji di sejumlah kawasan Asia. Padahal, masalah penegakan HAM adalah salah satu slogan yang digembar-gemborkan pemerintah AS. Bom atom mereka ledakkan di Jepang hingg menewaskan puluhan ribu warga tidak berdosa. Di Vietnam, tentara AS juga tidak segan-segan menggunakan berbagai jenis senjata pembunuh massal mematikan. Selama puluhan tahun, warga Palestina menjadi bulan-bulanan tindakan pembantaian yang dilakukan oleh rezim Zionis dengan dukungan AS. Terakhir, ratusan ribu warga muslim di Afghanistan dan Irak juga menjadi korban kekejaman pembunuhan negara adidaya itu. Padahal, tentara AS datang ke dua negeri muslim itu dengan membawa slogan pembebasan, demokratisasi, dan penegakan HAM.
Terlihat sekali betapa lebarnya kesenjangan yang terlihat antara klaim-klaim Barat dengan tindakan yang mereka buat. Menurut Syeikh Mohamad Al-Ghazali, seorang cendekiawan muslim, klaim-klaim Barat itu tidak akan mungkin bisa terimplementasi karena memang tidak otentik. Sambil membandingkan konsep penegakan HAM dalam pandangan Islam dan Barat, Al-Ghazali menyatakan, “Barat memandang HAM sebagai konsep yang harus ditegakkan secara formal oleh kekuatan kawasan, lembaga, atau merupakan pemberian dari pemerintah. Sementara itu, Islam memandang HAM sebagai konsep yang bersumber dari Allah. Menjaga HAM adalah kewajiban bagi setiap muslim yang percaya kepada Allah.”
Sementara itu, Dr. Yusuf Qardhawi, seorang ulama asal Mesir, menyatakan bahwa konsep HAM di Barat tidak sekuat sebagaimana yang ada di dalam ajaran Islam. Barat memandang HAM sebagai hak, sedangkan Islam memandang ajaran ini sebagai kewajiban agama yang harus dilaksanakan. Karena itu, menurut Qardhawi, konsep HAM dalam Islam jauh lebih meyakinkan dan lebih bisa dipercaya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ali Abdul Wafi, seorang cendekiawan Arab lainnya. Abdul Wafi bahkan meyakini bahwa konsep HAM yang mendasari pemerintahan Islami di zaman Rasulullah jauh lebih modern dibandingkan konsep HAM yang menjadi dasar pembentukan pemerintahan demokrasi liberal di Barat.
Dari sisi ini, adalah aneh ketika Barat dalam rangka upaya penegakan HAM, malah menganjurkan umat manusia agar menjauh dari agama dan ajaran para nabi. Justru pada saat inilah ummat manusia semakin memerlukan ajaran suci dan luhur para kekasih Allah itu. Konsep liberalisme dan sekulerisme telah terbukti gagal menegakkan HAM. Karenanya, saatnyalah manusia kembali berpaling kepada ajaran para nabi, khususnya nabi di akhir zaman, Muhamad SAWW.
kesimpulan
Hak dapat dimaknai sebagai suatu nilai yang diinginkan seseorang untuk melindungi dirinya, agar ia dapat ia memelihara dan meningkatkan kehidupannya dan mengembangkan kepribadiannya. Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia sedemikian penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak pemenuhannya.
Setelah melalui proses yang panjang, kesadaran akan hak asasi manusia mengglobal sejak 10 Desember 1948 dengan ditetapkannya oleh PBB Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi PBB ini, juga deklarasi-deklarasi sebelumnya, dirancang untuk melindungi kebebasan individu di depan kekuasaan raja, kaum feodal, atau negara yang cenderung dominan dan terdesentralisasi. Karena itu, deklarasi-deklarasi tersebut, yang nota bene anak peradaban Barat, melihat hak-hak asasi manusia dalam perspektif anthroposentris.
Hak-hak asasi manusia memperoleh landasan dalam Islam melalui ajarannya yang paling utama, yaitu Tauhid (mengesakan Tuhan). Karena itu, hak-hak asasi manusia dalam Islam lebih dipandang dalam perspektif theosentris. Walau demikian, ajaran tauhid tersebut berimplikasi pada keharusan prinsip persamaan, persaudaraan dan keadilan antar sesama manusia, dan prinsip kebebasan manusia. Prinsip tersebut telah menjadi landasan bagi pembentukan peradaban masyarakat Muslim awal, sehingga menempatkan dunia Islam beberapa abad di depan barat. Wallu a'lam bi al-shawab.
Daftar pustaka
Gauhar, Altafed. 1978. The Challenge of Islam. London : Islamic Council of Europe dalam Fatah Santosos, Islam dan Hak Asasi Manusia. Akademika IX ( 03, 1993)
Drs. Sunarso, M.Si, Drs. Kus eddy sartono M.Si, Drs. Sigit dwi kusrahmadani, M.Si, Drs. Murtamaji, M.si. Pendidkan kewarganegaraan, 2004.
Senada dengan pemikiran ini, manusia memikul beban dan tanggung jawab yang cukup besar di hadapan tuhan, tanpa mungkin didelegasikan pad individu yang lain. Pertanggung jawaaban yang diajukan pad individu seseorang harus dimuali dengan kebebasanemilih . tanpa kebebasan ini , jika seseorang langsung dituntut sesuatu pertanggung jawaban, maka tuntutan ini dinilai sebagai suatu kezaliman dan ketidak adilan.
Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian tentyang seseorang atau golongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap menjadi haknya. Sering perjuangan itumenuntut pengorbanan jiwa dan raga. Di dunia barat telah berulang kali ada usaha untuk merumuskan serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus di jamin. Keinginan itu muncul setiap kali terjadi hal-halk yang dianggap menyinggung perasaan dan martabat manusia. Dalam proses ini lahir yang secara berangsur-angsur menetapkan ada beberapa hak yang mendasari kahidupan manusia dan karena itu bersifat universal dan asasi.
Islam sebagai agama yang universal mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sebagai sebuah konsep ajaran, islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejajar dengan manusia lainya. Menurut ajaran islam, perbedaan antara satu individu dengan individu lain terjadi bukan karena haknya sebagai manusia, melainkan berdasarkan kimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu tidak membedakan dalam kedudukan social. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan tidakm dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi dalam perkembangan prinsip[-prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat internasional.
B. POKOK MASALAH
Di dalam kehidupan dunia hak-hak asasi manusia, di manapun tempatnya, akan selalu ada dan terus diperjuangkan. Naluri manusia tidak mungkin dapat menerima setiap penindasan, kezaliman, dan merampas hak-hak asasi seseorang terjadi dihadapanya . karenanya, setiap perjuangan agar terhindar dari pelanggaran hak-hak tersebut adalah keniscayaan .setiap manusia mempunyai hak-hak pribadi, namun terkadang manusia salah mengartikan hak tersebut, sehingga dalam sebuah aplikasi kehidupan terkadang hak tersebut dapat merugikan orang lain . pada kesempatan yang berharga ini kami pemakalah ingin membahas sedikit yang berkaitan dengan hak-hak tersebut di atas adapun pokok masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah hak asasi manusia?
2. Bagaimana islam memandang hak asasi manusia ?
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. APAKAH HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia ( HAM ) adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya sejak lahir, dengan tidak membedakan bangsa, ras, suku, agama, maupun jenis kelamin serta bersifat universal.HAM pada hakekatnya adalah hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia, karena manusia. Dengan demikian HAM mengandung makna ( a ) hakekatnya sebagai manusia mendapat pengakuan oleh manusia lain, ( b ) pelaksanaan hak-hak itu hanya di mungkinkan karena manusia tersebut menjadi anggota masyarakat. HAM tidak berlaku ketika manusia hidup pada suatu daerah yang sama sekali tidak mempunyai kontak dengan manusia lain. Di sebut asasi, karena tanpa hak tersebut seseorang tidak dapat hidup sebagi layaknya manusia . hakekat manusia tidak lain adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi penalaran. Inilah perbedaan esensi antara manusia dengan makhluk lainya.
B.Islam dan Hak Asasi Manusia
Cara pandang Islam terhadap HAM tidak terelepas dari cara pandangnya terhadap status dan fungsi manusia. Manusia adalah makhluk Allah yang terhormat (Q.S. Al-Israa’/17 :70), (Q.S. Al-Hijr/15 :28-29) dan fungsional (Q.S. Al-An’aam/6 :165) serta (Q.S. Al-Ahzab/33 :72). Dari eksistensi ideal, manusia ditarik kepada kehidupan yang ideal, manusia ditarik pada kehidupan yang riil (realitas empirik) agar ia dapat terpuji sebagai makhluk yang fungsional. Dalam kaitan ini, ia disebut khalifah, dalam pengertian mandataris, yang diberi kuasa, dan bukan sebagai penguasa. Dalam satus terhormat dan fungsi mandataris ini, manusia hanya mempunyai kewajiban kepada Allah (karena itu, Allah semata yang mempunyai hak-hak) dengan cara mematuhi hukum-hukumnya. Semua kewajiban itu merupakan amanah yang diemban (Q.S. Al-Ahzab/33 :72), sebagai realisasi perjanjiannya dengan Allah pada awal mula penciptaannya (Q.S. At-Taubah/9 :111).
Walaupun manusia mempunyai kewajiban-kewajiban kepada penciptanya, namun kewajiban-kewajiban ini pada gilirannya menimbulkan segala hak yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia. Kewajiban bertauhid (mengesakan Allah), misalnya, bila dilaksanakan dengan benar, akan menimbulkan kesadaran akan hak-hak yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia, seperti hak perasamaan, hak kebebasan dan memperoleh keadilan. Seorang manusia mengakui hak-hak manusia lain karena hal itu merupakan kewajiban yang dibebankan kepadanya dalam rangka mematuhi Allah. Karena itu, Islam memandang hak asasi manusia dengan cara pandang yang berbeda dari Barat, tidak bersifat anthroposentris, tetapi bersifat theosentris (sadar kepada Allah sebagai pusat kehidupan). Penghargaan kepada hak asasi manusi, dengan demikian, merupakan bentuk kualitas kesadaran keagamaan yaitu kesadaran kepada Allah sebagai pusat kehidupan. Dibawah ini kami mencoba memaparkan konsep dasar HAM dalam Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadis .
2. Bagaimana islam memandang hak asasi manusia ?
HAM dalam Pandangan Rasulullah SAW
HAM adalah satu istilah yang sudah sangat mendunia. Tiap hari, istilah ini dibicarakan. Bahkan, dengan berlindung di balik upaya penegakan HAM inilah kekuatan arogan dunia sering melakukan berbagai tindakan yang justru malah merendahkan derajat umat manusia. Islam sendiri melalui nabinya yang mulia, Muhamad SAW, sangat menjunjung tinggi hak-hak yang dimiliki oleh manusia.
Masalah hak-hak asasi yang dimiliki oleh manusia adalah hal yang menjadi bahan perhatian makhluk keturunan Nabi Adam ini sejak mereka menginjakkan kaki ke muka bumi. Akan tetapi, catatan sejarah terkait upaya manusia untuk menyusun konsep-konsep pembelaan terhadap HAM ini baru bisa dilacak pada tahun 1.700 sebelum Masehi. Pada saat itu, di kawasan Babilonia, diketahui ada sebuah undang-undang bernama Hamurabi. Dalam undang-undang itu, disebutkan bahwa manusia memilik hak untuk membela diri dari segala bentuk represi yang datang dari kaum tirani.
Sementara itu, pada zaman Rasulullah SAW hidup, beliau sempat menjadi anggota sebuah perjanjian bernama “Halaf Al-Fudhul”. Perjanjian yang dibuat sebelum diangkatnya Muhamad sebagai nabi tersebut mengikat sejumlah pemuda Mekah, dan berisikan kesiapan mereka untuk membela membela orang-orang yang tertindas. Rasulullah menyatakan bahwa perjanjian ini sangat disukainya, dan jika saja perjanjian tersebut diratifikasi pasca pengangkatan dirinya sebagai nabi, Islam pasti akan menerimanya.
Setelah terbentuknya pemerintahan Islami di Madinah, Rasulullah langsung memulai proses penyusunan undang-undang dan peraturan dengan dasar nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Di dalam naskah berbagai undang-undang yang dibuat itu, tercantum sejumlah kalimat yang secara jelas merupakan pernyataan pembelaan terhadap HAM. Dikatakan bahwa Islam mengakui hak hidup bagi seluruh umat manusia. Hal itu merujuk kepada bunyi ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa dosa pembunuhan terhadap seorang manusia yang tidak bersalah sama besarnya dengan dosa pembunuhan terhadap seluruh manusia.
Pada zaman itu, khususnya di kawasan Hijaz, nyawa manusia memang cenderung tidak dihargai. Apalagi kalau ia adalah seorang perempuan. Nyawa perempuan dianggap sangat rendah dan hina, bahkan keberadaannya membuat malu keluarga. Karena itu, ada kebiasaan di tengah-tengah bangsa Arab untuk mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru saja dilahirkan. Rasulullah SAW kemudian membawa aturan baru berupa pelarangan keras terhadap kebiasaan keji tersebut.
Interaksi Rasulullah dengan orang-orang Yahudi yang berada di Madinah juga menunjukkan progresivitas pandangan beliau terhadap HAM dan toleransi. Pada tahun ke-9 hijriah, kaum muslimin berhasil membebaskan kawasan yang dihuni kaum Yahudi Bani Najran. Setelah itu, Rasulullah langsung membuat traktat yang ditandatangani secara bersama dengan para pemuka Bani Najran. Jika kita perhatikan butir-butir traktat tersebut, terlihat sangat sangat jelas betapa beliau sangat menjunjung tinggi etika sosial dan politik ketika berinterkasi dengan kelompok yang berlainan agama.
Dalam piagam itu disebutkan sejumlah butir penting sebagai berikut.
1. Nabi Muhamad mengakui hak-hak warga Bani Najran dalam menjalankan keyakinannya dalam beragama. Keamanan dan penjagaan atas harta benda milik warga Najran juga menjadi tanggung jawab kaum muslimin.
2. Nabi Muhamad mengakui posisi para rabi sebagai pemuka agama Yahudi Bani Najran. Mereka tetap berada dalam posisinya sesuai dengan konvensi yang ada pada agama Yahudi.
3. Hak-hak kaum Yahudi Bani Najran untuk tetap hidup di tanah asal mereka dihormati sepenuhnya.
Jika kita bandingkan perilaku Rasulullah tersebut dengan fakta yang saat ini tengah berlangsung di dunia, akan terasa ada hal yang ironis. Di satu sisi, Barat menuduh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamad SAW itu sebagai agama yang tidak mengenal atau menghargai HAM. Di sisi lain, dunia malah menjadi saksi betapa Barat yang selama ini selalu mengklaim diri sebagai pembela HAM nomor wahid ternyata malah melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur HAM itu sendiri.
AS selama beberapa dekade ini berkali-kali melakukan tindakan pelanggaran sangat keji di sejumlah kawasan Asia. Padahal, masalah penegakan HAM adalah salah satu slogan yang digembar-gemborkan pemerintah AS. Bom atom mereka ledakkan di Jepang hingg menewaskan puluhan ribu warga tidak berdosa. Di Vietnam, tentara AS juga tidak segan-segan menggunakan berbagai jenis senjata pembunuh massal mematikan. Selama puluhan tahun, warga Palestina menjadi bulan-bulanan tindakan pembantaian yang dilakukan oleh rezim Zionis dengan dukungan AS. Terakhir, ratusan ribu warga muslim di Afghanistan dan Irak juga menjadi korban kekejaman pembunuhan negara adidaya itu. Padahal, tentara AS datang ke dua negeri muslim itu dengan membawa slogan pembebasan, demokratisasi, dan penegakan HAM.
Terlihat sekali betapa lebarnya kesenjangan yang terlihat antara klaim-klaim Barat dengan tindakan yang mereka buat. Menurut Syeikh Mohamad Al-Ghazali, seorang cendekiawan muslim, klaim-klaim Barat itu tidak akan mungkin bisa terimplementasi karena memang tidak otentik. Sambil membandingkan konsep penegakan HAM dalam pandangan Islam dan Barat, Al-Ghazali menyatakan, “Barat memandang HAM sebagai konsep yang harus ditegakkan secara formal oleh kekuatan kawasan, lembaga, atau merupakan pemberian dari pemerintah. Sementara itu, Islam memandang HAM sebagai konsep yang bersumber dari Allah. Menjaga HAM adalah kewajiban bagi setiap muslim yang percaya kepada Allah.”
Sementara itu, Dr. Yusuf Qardhawi, seorang ulama asal Mesir, menyatakan bahwa konsep HAM di Barat tidak sekuat sebagaimana yang ada di dalam ajaran Islam. Barat memandang HAM sebagai hak, sedangkan Islam memandang ajaran ini sebagai kewajiban agama yang harus dilaksanakan. Karena itu, menurut Qardhawi, konsep HAM dalam Islam jauh lebih meyakinkan dan lebih bisa dipercaya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ali Abdul Wafi, seorang cendekiawan Arab lainnya. Abdul Wafi bahkan meyakini bahwa konsep HAM yang mendasari pemerintahan Islami di zaman Rasulullah jauh lebih modern dibandingkan konsep HAM yang menjadi dasar pembentukan pemerintahan demokrasi liberal di Barat.
Dari sisi ini, adalah aneh ketika Barat dalam rangka upaya penegakan HAM, malah menganjurkan umat manusia agar menjauh dari agama dan ajaran para nabi. Justru pada saat inilah ummat manusia semakin memerlukan ajaran suci dan luhur para kekasih Allah itu. Konsep liberalisme dan sekulerisme telah terbukti gagal menegakkan HAM. Karenanya, saatnyalah manusia kembali berpaling kepada ajaran para nabi, khususnya nabi di akhir zaman, Muhamad SAWW.
kesimpulan
Hak dapat dimaknai sebagai suatu nilai yang diinginkan seseorang untuk melindungi dirinya, agar ia dapat ia memelihara dan meningkatkan kehidupannya dan mengembangkan kepribadiannya. Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia sedemikian penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak pemenuhannya.
Setelah melalui proses yang panjang, kesadaran akan hak asasi manusia mengglobal sejak 10 Desember 1948 dengan ditetapkannya oleh PBB Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi PBB ini, juga deklarasi-deklarasi sebelumnya, dirancang untuk melindungi kebebasan individu di depan kekuasaan raja, kaum feodal, atau negara yang cenderung dominan dan terdesentralisasi. Karena itu, deklarasi-deklarasi tersebut, yang nota bene anak peradaban Barat, melihat hak-hak asasi manusia dalam perspektif anthroposentris.
Hak-hak asasi manusia memperoleh landasan dalam Islam melalui ajarannya yang paling utama, yaitu Tauhid (mengesakan Tuhan). Karena itu, hak-hak asasi manusia dalam Islam lebih dipandang dalam perspektif theosentris. Walau demikian, ajaran tauhid tersebut berimplikasi pada keharusan prinsip persamaan, persaudaraan dan keadilan antar sesama manusia, dan prinsip kebebasan manusia. Prinsip tersebut telah menjadi landasan bagi pembentukan peradaban masyarakat Muslim awal, sehingga menempatkan dunia Islam beberapa abad di depan barat. Wallu a'lam bi al-shawab.
Daftar pustaka
Gauhar, Altafed. 1978. The Challenge of Islam. London : Islamic Council of Europe dalam Fatah Santosos, Islam dan Hak Asasi Manusia. Akademika IX ( 03, 1993)
Drs. Sunarso, M.Si, Drs. Kus eddy sartono M.Si, Drs. Sigit dwi kusrahmadani, M.Si, Drs. Murtamaji, M.si. Pendidkan kewarganegaraan, 2004.
EGGI SUDJANA, S.H.,M.SI, HAM. Dalam perspektif islam,penerbit nuansa madani Jakarta, 2002,
0 komentar:
Posting Komentar