BAB I
PENDAHULUAN
Berbagai ajaran agama dalam kualitas yang berbeda-beda telah muncul di tengah masyrakat manusia. Menurut pernyataan sejarah agama, agama senantisa menjadi unsur mutlak bagi kehidupan, baik sebagai motivasi maupun pembentuk watak atau akhlak manusia, yang tidak dapat diingkari oleh siapa pun. Kenyataan demikian selalu menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan, terutama ahli pengetahuan dalam bidang sosial budaya. Dalam hubungan ini, kita dapat menemukan berbagai hasil karya para ahli yang sangat menarik menurut perspektif tinjauan dan analisisnya , secara ilmiah.
Telah dibenarkan oleh ilmu pengetahuan bahwa nilai-nilai yang bersifat universal dari agama-agama mengandung potensi moral/spiritual yang mampu mengubah masyarakat umat manusia dari kondisi hidup statis ke arah hidup dinamis, dari hidup yang diliputi kebodohan dan kegelapan kearah hidup yang disinari ilmu pengetahuan serta optimisme dalam perjuangan membangun. Bahkan atas dasar nilai-nilai itu terjadilah perubahan kondisi hidup kejiwaan yang timpang ke arah kondisi yang berkeseimbangan anaatara kepentingan duniawiah dan ukhrowiyah, antara kepentingan material dan kepentingan moral / spiritual pottensi yang dahsyatnya dari agama tersebut.
Meningkatkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama bagi pemeluknya berarti akan meningkatkan 2 aspek kegiatan hidup beragama :
1. Penggalian (Ijtihad) terhadap ajaran agama secara intensif untuk mendapatkan the spirit of the religion (apinya agama) dimana orang perlu mengungkapkan kembali ajarannya yang essensial dan murni.
2. Pengalaman ajaran agama secara intensif sesuai dengan ”apinya agama” tersebut.
Sejalan dengan penghayatan terhadap ajaran agama masing-masing itu, maka akan meningkat pula pengertian terhadap perlunya kerukunan hidup antar umat beragama, karena kedalaman pengertian masing-masing pemeluk agama terhadap ajaran agamanya itu sendiri telah terbentuk.
” Sanata Dharma” adalah nama asli Hindu. Sanata Dharma adalah nama lain untuk agama hindu, sebuah agama yang sudah ada sebelum agama-agama lain ada. Tidak ada bukti yang pasti kapan agama hindu ”mulai ada”. Nyatanya, ia tidak ”mulai” pada suatu zaman tertentu. Ia ada tanpa permulaan dan tanpa akhir (anadi-anata). Nama ”hindu” yang sekarang ladzim dikenal dan telah dipergunakan secara umum diseluruh dunia, merupakan nama asing karena nama itu diberikan oleh orang yang bukan hindu. Nama itu diberikan oleh kelompok masyarakat yang memiliki agama dan tradisi ”dharma”.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Agama Hindu
Sejarah agama hindu di dindia dan perkembangannya dapat diketahui dari kitab-kitab suci hindu yang terhimpun dalam weda sruti, Weda Smrti,Ittihasa, Upanisad dan sebagainya. Perkembangan agama hindu diindia berlangsung dalam kurun waktu yang amat panjang yaitu berabad-abad sehingga sekarang .
Di india terdapat banyak sekali agama seperti dilihatkan oleh bagan berikut :
Agama-agama india
- Hinduisme :Satu keseluruhan dari semua ritus, (2500 SM) pendapat dan tindakan keagamaan, tradisi dan mitologi yang disahkan oleh buku-buku suci dan peraturan-peraturan Brahmana.
- Jainisme :Agama yang didasarkan pada ajaran maha vira, penakluk diindia utara.
- Budhisme :Agama yang didasarkan pada ajaran-ajaran siddharta Gautama untuk mencapai kelepasan dari penderitaan atas usaha sendiri.
- Sirkhisme :Agama yang didirikan oleh guru nanak sebagai satu sekte hinduisme yang lahir di punjab, tempat mayoritas pengikutnya sampai sekarang berada.
- Agama lain :Berbagai agama kecil yang sangat banyak terdapat di daerah-daerah pedalaman india yang dianut ooleh kelompok-kelompok suku tertentu, sangat sederhana, primitif dan tidak mempunyai bentuk-bentuk yang pasti.
Agama Hindu, atau Hinduisme adalah agama jutaan penduduk india. Agama ini sama sekali tidak mempunyai bentuk dan selalu merupakan suatu himpunan unsur-unsur yang tidak sama dan tidak tetap.ia ibaratkan bola salju yang selalu mengelinding dan semakin membesar, karena menghisap semua yang dilaluinya, tanpa ada yang tertinggal dan tanpa ada yang dibuang. Terhadap hinduisme tidak dapat dipakai rumusan-rumusan yang bisa dipakai untuk merumuskan agama, karena :
1. Tidak adanya pendiri, sehingga tidak dapat disimpulkan dari ajaran atau khutbah siapa dia berasal.
2. Para pemeluknya tidak diharuskan mempercayai suatu keyakinan tertentu mengenai tuhan , manusia dan alam.
3. Tidak ada suatu pengakuan iman yang dapat dirumuskan dengan jelas, yang disepakati oleh ssemua pengikutnya.
4. Tidak ada suatu organisasi keagamaan yang menghimpun semua penganutnya.
Agama hindu berkembang sejak 1500 S.M. bersamaan dengan masuknya suku bangsa Arya (indo german) ke India Utara. Mereka dengan penduduk asli yang terdiri dari suku bangsa Dravida dan lain-lain. Kepercayaan bangsa Arya yang berpadu dengan kepercayaan penduduk asli menjadi semacam syncretisme yang membentuk agama Hindu. Teori-teori keagamaan yang kemudian timbul dari agama tersebut juga menggambarkan pengaruh kebudayaan bangsa Arya dan penduduk asli india itu.
Dengan kata lain konsepsi –konsepsi kebudayaan yang dibawa oleh bangsa arya dalam bentuk kepercayaan terhadap dewa-dewa alam yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan yunani itu, mengalami peleburan (syncretisme) dengan kebudayaan asli yang berisi kepercayaan tentang hal-hal gaib yang berbentuk animisme, dynamisme serta fetisyisme, di samping pemujaan kepada naga, peri dan sebagainya.
Ternyata dikemudian hari masing-masing anasir dari kedua kebudayaan tersebut , tetap dipertahankan dalam agama hindu india. Akan tetapi anasir agama dalam hinduisme ini selalu mengalami perkembangan menurut taraf perkemabngan kebudayaan masyarakat hindu pada masa-masa selanjutnya, sehingga keadaan demikain menyyebabkan berbeda-bedanya bentuk dan isi hinduisme pada periode permulaan perkembangannya dibandingkan dengan taraf perkembangan lebih lanjut setelah budhisme muncul dan berkembang.
Dengan demikian maka nampaklah perbedaan yang menonjol antara agama hindu permulaan (yang biasanya disebut dengan hindu wedha) dengan agama hindu setelah berkembang (agama hindu setelah munculnya budhisme) perbedaan tersebut nampak dalam hhal-hal sebagai berikut :
1) Agama Hindu Wedha tidak mengutamakan pemujaan kepada patung-patung dewa, tetapi lebih mementingkan cara-cara berkurban kepada dewa-dewa, membuat mantra-mantra dan menggunakannya, serta mementingkan upacara-upacara (ritees and ritual) jumlah dewa-dewa yang dipuja ditetapkan sesuai dengan yang tersebut dalam kitab suci wedha.
2) Agama hindu sesudah Budhisme mengalami perkembangan kemudian yang mementingkan pemujaan patung-patung dewa. Jumlah dewa bertambah sehingga masing-masing golongan atau orang terutama golongan Brahmana memuja patung-patung dewa sendiri. Misalnya dewa-dewa rumah tangga yang terdapat dalam masing-masing rumahh dipuja sebagai ”dewa-dewa kula’ (kuladevata), sedang dewa-dewa pelindung perseorangan yang juga dipuja disetiap rumah dinamakan ”Ishtadevata”.
Dengan memperhatiakan banyaknya dewa yang harus disembah/dipuja itu maka nyatalah bahwa dalam masyarakat hinduisme pada masa itu, masalah upacara keagamaan menjadi tugas pokok sehari-hari yang tidak boleh ditinggalkan. Oleh karena itu, hinduisme pada akhirnya dibedakan dalam dua pengertian sebagai berikut :
1) Hinduisme Tua (agama wedha) mengajarkan segala buah fikiran serta kebiasaan bangsa hindu yang bercorak keagamaan menurut kitab wedha dan kitab Brahmana.
2) Hinduisme sesudah Budhisme , mengandung pengertian segala kebisaan dan buah fikiran bangsa hindu yang berdasarkan atas kebudayaan bangsa hindu. Pengertian yang kedua ini lebih luas lagi. Sebab memasukkan kedalamannya anasir kebudayaan selain hinduisme.
Secara garis besar, sejarah panjang hinduisme dapat dibedakan menjadi tiga periode besar, seperti dilihatkan diibawah ini :
1. Zaman Agama wedha (1500-500SM)
a. Zaman weda Purba (1500-1000 SM) : para Rsi berhasil menyusun kitab suci weda yang empat.
b. Zaman Brahmana (1000_750 SM) : Zaman Pertentangan kelas,timbul sistem kasta dan tersusun kitab-kitab Brahmana.
c. Zaman Upanisad (750-500 SM) : Gerkan menentang Brahmanisme dipelopori para pendeta atau Rsi yang mengaku menerima wahyu dan menyusun kitab-kitab Upanisad. Ajaran dasarnya : kesatuan yang ada. Brahmana adalah satu tuhan. The unity of being.
2. Zaman agama Budha (500-300 SM)
a. Muncul aliran-aliran yang menentang adanya tuhan, seperti carwaka, agama jain dan budha hinaya.
b. Aliran-Aliran yang berketuhanan/teistik, sebagai reaksi terhadap aliran pertama, seperti agama Bhagavadgita, Agama Siwa, dan aliran budha mahayana.
c. Aliran-aliran yang bersifat filsafat, seperti Samkhya, yoga, Purwa Utatta Mimamsa.
d. Gerakan-gerakan pembaharuan
3. Zaman Agama Hindu atau zaman Sesudah agama Budha (300SM dan seterusnya
a. Brahma Samaj :menganjurkan diadakannya peleburan pikiran antara timur dan barat yang menganut suatu ajaran ketuhanan universal atau sinkretis.
b. Arya samaj :mengusahakan kembali menuju kejayaan weda dalam bentuk yang murni. Pemurnian agama/purifikasi.
c. Perkempulan Ramakrishna :didirikan oleh Swami vivekananda tahun 1897, yang menyebarkan ajaran wedanta dalam bentuk modern, disesuaikan dengan tunttutan zaman yang dihadapi.
Konteks Ketuhanan Dalam Agama Hindu
Ajaran ketuhanan dalam agama hindu disebut brahma Widya, yang membahas tenttang Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaan-Nya, termasuk manusia dan alam semesta. Sumber ajaran Brahma Widya ini adalah kitab suci veda. Semangat ajaran veda meresapi seluruh ajaran hindu . ia laksana air yang mengalir terus memalui sungai-sungai panjang sepangjang abad, dan melalui daerah yang sangat luas karena panjangnya masa dan luasnya daerah yang dilalui, wajahnya dapat berubah namun intinya selalu sama dan dimana-mana sama.
Untuk memahami Tuhan Yang Maha Esa kitab Brahmasutra I.I.3. menyatakan : sastra-yonitvat, hanya memalui kitab suci cara yang terbaik mengetahui Tuhan Yang Maha Esa. Umat kebanyakan, para penganut Bhakti Marga yang menempuh jalan kebaktian atau jadnya upacara, dan penempuh Karma Marga melalui kerja yang tulus ikhlas dan pengabdian yang tinggi, akan memuja tuhan sebagai Prsonal Gods, yang yang berkepribadi .
Konsepsi ketuhanan yang dapat kita lihat dalam ajaran agama hindu secara pokok-pokonya dapat diterangkan sebagai berikut :
a. Agama Hindu Wedha (Hindu lama sebelum timbulnya budhisme) mempunyai konsepsi ketuhanan yang bersifat polytheistis yang dimanifestasikan dalam jumlah dewa-dewa yang disebutkan dalam kitab-kitab wedha sebanyak 32 orang dewa. Jumlah 32 orang dewa tersebut mempunyai fungsi masing-masing dalam hubungannya dengan kehidupan manusia. Dewa-dewa tersebut dipandang sebagai tokoh simbolis dari satu dewa pokok yaitu Brahma. Nama-nama dewa yang disebutkan dalam kitab suci wedha antara lain sebagai berikut :
1) Dyaus Pitar sebagai dewa matahari, sama dengan dewa mitra atau surya dalam agama hindu lama. Nama dewa Dyaus berasal dari dewa yunani kuno bernama Zeus yang dibawa oleh bangsa Arya (indo german) kedalam hinduisme ini.
2) Vairuna sebagai dewa air, yang menurut hindu lama disebut varuna sebagai dewa laut.
3) Indra sebagai dewa perang, yaitu dewa pelindung bangsa Arya dalam peperangan-peperangan melawan suku-suku bangsa lain.kemudian dewa indra sebagai dewa hujan yang dapat mengalahkan naga Werta yang mengisap air hujan dilangit tinggi.
4) Yama sebagai dewa maut, yang menggingatkan kita kepada nama dewa yamadipati dalam cerita-cerita wayang jawa.
5) Rudra sebagai dewa badai topan atau dewa yang mengejutkan yang terkenal dengan suaranya yang mengeledek.
6) Vayu sebagai dewa angin, yang sering disebut juga dewa bayu.
7) Soma sebagi dewa air soma (minuman yang digunakan dalam upacara kurban soma yang memabukkan) yang kemudian dipandang sebagai dewa bulan.
8) Agni sebagai dewa, yang dipandang sangat penting sebagai pada zaman wedha ini. Dalam upacara-upacara, orang banyak menyebut nama dewa ini karena dewa ini dianggap sebagai pengantar dewa-dewa dalam mengabulkan doa dan mantra –mantra.
9) Perjaniya sebagai dewa awan dan pembawa hujan disertai petir dan kilat.
10) Asvin adalah pasangan dewa yang pada zaman wedha ini belum mempunyai fungsi tertentu.
11) Brahma sebagai dewa pencipta alam, yang dianggap sebagai dewa yang paling tinggi , yang Esa, pada masa kemudian.
12) Wisnu sebagai dewa yang pada saat itu belum diberi kedudukan atau tugas tertentu. Baru kemudian hari dipandang sebagai dewa pemelihara alam ini.
Di antara nama-nama dewa tersebut, yang paling banyak mendapatkan pujian ialah dewa Indra dan Agni (api) dimana wedha sendiri dalam pembukaannya merumuskan nyanyian pujaan sebagai berikut :” saya menghormati agni, dewa pembawa sajian, pendeta dan penyanyi yang memberi hadiah harta benda kepada kita, yang dimuliakan oleh para reshi baik sekarang maupun dahulu. Mudah-mudahan mengantarkan dewa pada kita”.
Tentang Kitab Suci atau Teks-teks yang disucikan
Setiap agama dibangun melalui sabda Tuhan (wahyu). Sabda-sabda tuhan ini dikumpulkan dalam suatu kitab suci dari masing-masing agama. Kitab suci agama hindu adalah Veda. Dalam kitab veda dapat dijempai mantra-mantra yang bersifat Rahasyajnana atau Adhyatmika yang akan mudah dipahami bila mendapat bimbingan dari seorang guru rohani yang ahli.
a. Kitab Veda
Kata “veda” dapat dikaji dari dua pendekatan, yaitu etimologi dan semntik. Secara etimologi dan semantic. Secara etimologis, kata “veda” berasal dari urat kata vid yang artinya “mengetahui”, dan veda berarti “pengetahuan”. Dalam pengertian semantic, veda berarti “pengetahuan suci”, “kebenaran sejati”, “pengetahuan tenttang ritual”, kebijaksanaan tertinggi”,pengetahuan spiritual sejati tentang kebenaran abadi”, ajaran suci atau kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama hindu.
b. Bahasa Kitab veda
Bahasa yang digunakan dalam kitab veda adalah bahasa Sansekerta. Bahasa ini dipopulerkan oleh Maharsi Panini, yang menulis sebuah kitab tata bahasa yang terkenal dengan nama Astadhyayi. Setelah Maharsi Panini tokoh lain yang berjasa merintis tata bahasa sansekerta adalah Maharsi Patanjali yang menulis kitab “Bhasa” (abad II sebelum Masehi). Pengaruh kitab astadhyayi karya maharsi Panini sangat besar dalam prkembangan bahasa sansakerta. Dengan perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya Veda, para ahli bahasa Sansakerta kemudian membedakan bahasa sansakerta kedalam 3 kelompok.
c. Kedudukan Kitab suci Veda
Sebagai kitab suci, veda adalah sumber ajaran agama hindu, sebab dari Veda-lah mengalir ajaran yang merupakan kebenaran agama hindu. Ajaran veda dikutip kembali dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab susastra hindu pada masa-masa berikutnya.
Hidup Sesudah mati (aspek eskatologi)
Keadaan sesudah mati adalah misteri di atas misteri karena mati adalah fakta yang tidak seorang pun mampu menolaknya. Di samping itu, belum pernah ada orang yang kembali dari alam kubur untuk menceritakan keadaan disana. Kalau ada orang yang tidak percaya kepada tuhan atau akhirat, sikap itu bisa “ditolerir”, tetapi kalau ada orang yang tidak percaya pada kematian, tentu sikap tersebut tidak dapat ditolerir, kendati dia mengemukakan berbagai argument. Kematian adalah fakta, sedangkan hari akhirat bukan fakta, tetapi suatu keyakinan yang diperkuat oleh argument yang logis.
Misteri mati ini pulalah yang menyibukkan para pemikir mengungkapkan beberapa teori tentang kematian dan implikasinya. Sigmund freud, ahli psikoanalisi, mengatakan bahwa yang paling ditakuti oleh manusia adalah kematian. Karena kematian itu tidak dapat ditolak, dia mencari perlindungan kepada hal yang bersifat supernatural, yaitu Tuhan. Tuhan adalah imajinasi dia sendiri yang seakan-akan dapat membantu untuk menyelesaikan misteri yang paling ditakuti.
Dalam agama Hindu, kelahiran kembali (reinkernasi) merupakan ajaran pokok karena kelahiran inilah yang menjadi ukuran bagi perbuatan seseorang didunia. Jika, semasa hidup tidak dapat melepaskan diri dari keinginan duniawi, maka dia akan kembali dalam bentuk manusia atau makhluk lain. Sebaliknyya, jika mampu melepaskan ikatan-ikatan dunia, dia akan mengalami moksa, yaitu bersatunya roh dengan Sang Hyang Widhi. Moksa dalam agama hindu adalah jalan yang tertinggi dan merupakan tujuan hidup umat Hindu. Ketika moksa, manusia tidak saja bersatu dengan tuhan, tetapi juga mengalami kebahagiaan dan ketentraman batin.
Hari-Hari besar Perayaan Keagamaan
Upacara-upacara dan hari-hari besar keagamaan dalam agama-agama tradisi besar, yang sering disebut dengan hari raya, biasanya diperingati oleh seluruh umatnya dan berbagai suku bangsa di dunia tanpa kecuali. Di dalam agama Islam dikenal hari raya Maulud Nabi, Idul Adha, dan Idul Fitri; di dalam agama Kristen dan Katholik dikenal hari raya Natal dan Paskah; dan di dalam agama Budha dikenal hari raya Waisak. Berbeda dengan agama-agama tradisi besar lainnya, agama Hindu tidak mengenal doktrin yang menegaskan adanya hari-hari besar keagamaan yang harus diyakini dan diperingati oleh umatnya dari berbagai suku bangsa di dunia.
Hari-hari besar keagamaan Hindu Dharma ditentukan sepenuhnya oleh kebijakan lokal dengan berdasarkan konsep Desa, Kala, Patra (Tempat, Waktu dan Kondisi). Dengan mengacu pada konsep Desa, Kala, Patra tersebut, maka peringatan hari-hari besar keagamaan Hindu antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya menjadi berbeda-beda, misalnya umat Hindu keturunan India mengenai hari raya Dipavali, umat Hindu Suku Bali mengenai hari raya Galungan Kuningan, dan umat Hindu Suku Tengger mengenal hari raya Kasada.
Penekanan ajaran Hindu Dharma tidak ada penyeragaman hari-hari raya besar keagamaan, yang harus diakui oleh umat-umat Hindu di luar Bangsa India, tetapi pada penghayatan terhadap makna dan hakekat dan upacara-upacara tersebut, yang dalam hal ini telah dijabarkan di atas, yaitu dalam konsep panca yadnya, Tri hita karana, dan desa kala patra
Rumah Ibadah
Sebagaimana tempat tempat khusus lainnya, maka tempat ibadah (dikalangan masyarakat Hindu disebut dengan berbagai nama seperti; Pura, Sanggar pemujaan, kuil, mandir, Tongkonan, Balai Kaharingan, Candi, dsb) juga memiliki ciri khusus terkait dengan keberadaan serta fungsi dari tempat ibadah dimaksud.
Tempat ibadah pada kenyataannya adalah suatu tempat yang dipergunakan untuk menyelenggaraan kegiatan pemujaan dan kegiatan keagamaan lainnya. Umumnya tempat tersebut dipilih dengan cara tertentu baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Pemilihan secara fisik misalnya menyangkut pemilihan tata letak, bau tanah tempat ibadah bersangkutan dengan norma tertentu sehingga tempat dimaksud dapat menunjang kegiatan persembahyangan.
Sedangkan penilaian non fisik menyangkut getaran atau vibrasi dari tempat yang dipilih, sebab semua itu akan sangat mempengaruhi kekhusukan umat dalam melaksanakan kegiatan keagamaan.
Pura merupakan tempat yang disucikan umat Hindu dan sebagai media untuk memuja Hyang Widhi beserta manifestasinya. Untuk itu kesucian pura harus tetap terjaga tanpa mengurangi esensi utama dari sebuah tempat ibadah. Artinya dapat terpelihara ditengah tengah pengembangan sector lain untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan makin bisa diperluas untuk kebutuhan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Pada garis besarnya kitab-kitab hindu tersebut berisi tentang masalah-masalah sebagai berikut :
1. Cerita tentang penciptaan dunia
2. Cerita tentang pembagian periode-periode zaman (manvantarani)
3. Geneologi yaitu silsilah raja-raja dan riwayatnya
4. Cerita yang mengandung masalah escathologie (hal-hal yang berhubungan dengan hidup dalam alam akhirat)
5. Cerita tentang kekuasaan dewa-dewa dan perbuatan-perbuatannya terhadap manusia yang mengambarkan bagaimana hubungan timbal balik antara dewa dan manusia.
Dengan timbulnya kesusasteraan kitab-kitab suci yang kesemuanya mengambil sumber dari cerita-cerita kitab-kitab wada yang kemudian diolah dan kemudian ditafsirkan oleh para pendeta dengan latar belakang fikiran/perasaanya, maka akhirnya timbullah berbagai corak tariqoh untuk mencapai cita-cita hidup mereka dalam usaha melepaskan diri dari sengsara.
Latar belakang kepercayaan Hindu Wistis yang masing-masing mereka tonjolkan dari tariqoh-tariqoh tersebut, membawa akibat-akibat kepada mereka untuk mengadakan pemilihan terhadap objek kedewataan yang menjadi titik akhir tujuan pemujaannya. Dengan demikian itulah akhirnya muncullah orde-orde/sekte-sekte yang membentuk lingkaran pemujaan kepada dewa-dewa tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
- Hagen Berndt, Agama Yang Bertindak, (Yogyakarta: kanisius, 2006) hal 66
- Kurnia kalam semesta, Perspektif Sejarah agama-Agama Hal 41-42
- Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm 92.
- Prof. Dr. Amsal bakhtiar, M.A, Filsafat Agama, wisata pemikiran dan kepercayaan manusia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007). Hal 214
- Prof. H.M. Arifin M.Ed, menguak misteri ajaran Agama-Agama besar(Jakarta: golden Terayon Press, 1986)
0 komentar:
Posting Komentar